
Spesialis di Menit Akhir, Rupiah Kembali Tekuk Dolar AS
Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
26 December 2019 16:48

Sejak akhir November hingga Senin (23/12/2019), rupiah tercatat menguat nyaris 1%. Penguatan cukup signifikan tersebut membuat rupiah diterpa aksi ambil untung, apalagi rupiah sudah berada di bawah level psikologis Rp 14.000/US$. Tentunya perlu momentum lebih besar untuk mampu terus menjauhi level psikologis tersebut.
Tanpa sentimen yang baru, agak sulit rupiah untuk bisa menguat signifikan, hanya mampu menguat tipis-tipis.
Kesepakatan dagang fase I AS-China masih menjadi penggerak utama perdagangan mata uang. Presiden AS, Donald Trump, pada hari Selasa (24/12/2019) menyebut kesepakatan dagang fase I sudah hampir selesai, dan akan ada upacara penandatanganan dengan Presiden China Xi Jinping.
"Ya, kami akan mengadakan upacara penandatanganan," kata Trump kepada wartawan, seperti dilansir dari Reuters. Sehari sebelumnya, CNBC International melaporkan China akan menurunkan bea masuk terhadap 850 produk dari AS mulai 1 Januari.
Perang dagang kedua negara sudah berlangsung selama 18 bulan membuat perekonomian kedua negara melambat dan berdampak pada ekonomi global. Ketika kedua negara mencapai kesepakatan dagang, harapan bangkitnya ekonomi global membuncah, sentimen pelaku pasar membaik, dan kembali memburu aset berisiko yang berimbal hasil tinggi.
Membaiknya sentimen pelaku pasar bisa dilihat dari bursa saham yang terus menguat. Wall Street (bursa saham AS) yang merupakan kiblat bursa saham global terus mencetak rekor tertinggi dalam beberapa bulan terakhir.
Kala sentimen pelaku pasar membaik, rupiah sebagai aset yang memberikan imbal hasil tinggi juga mendapat rezeki. Dengan demikian, rupiah yang melemah akibat profit taking pada akhirnya berhasil memukul balik dolar AS.
TIM RISET CNBC INDOENSIA
(pap/pap)
Tanpa sentimen yang baru, agak sulit rupiah untuk bisa menguat signifikan, hanya mampu menguat tipis-tipis.
Kesepakatan dagang fase I AS-China masih menjadi penggerak utama perdagangan mata uang. Presiden AS, Donald Trump, pada hari Selasa (24/12/2019) menyebut kesepakatan dagang fase I sudah hampir selesai, dan akan ada upacara penandatanganan dengan Presiden China Xi Jinping.
"Ya, kami akan mengadakan upacara penandatanganan," kata Trump kepada wartawan, seperti dilansir dari Reuters. Sehari sebelumnya, CNBC International melaporkan China akan menurunkan bea masuk terhadap 850 produk dari AS mulai 1 Januari.
Perang dagang kedua negara sudah berlangsung selama 18 bulan membuat perekonomian kedua negara melambat dan berdampak pada ekonomi global. Ketika kedua negara mencapai kesepakatan dagang, harapan bangkitnya ekonomi global membuncah, sentimen pelaku pasar membaik, dan kembali memburu aset berisiko yang berimbal hasil tinggi.
Membaiknya sentimen pelaku pasar bisa dilihat dari bursa saham yang terus menguat. Wall Street (bursa saham AS) yang merupakan kiblat bursa saham global terus mencetak rekor tertinggi dalam beberapa bulan terakhir.
Kala sentimen pelaku pasar membaik, rupiah sebagai aset yang memberikan imbal hasil tinggi juga mendapat rezeki. Dengan demikian, rupiah yang melemah akibat profit taking pada akhirnya berhasil memukul balik dolar AS.
TIM RISET CNBC INDOENSIA
(pap/pap)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular