Happy Weekend, Rupiah Runner Up di Asia!

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
20 December 2019 18:59
Happy Weekend, Rupiah Runner Up di Asia!
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah menguat melawan dolar Amerika Serikat (AS) di perdagangan terakhir pekan ini. Penguatan dicapai dengan tidak mudah, Mata Uang Garuda banyak menghabiskan waktu di zona merah.

Rupiah mengawali perdagangan hari ini, Jumat (20/12/2019) dengan menguat 0,04% ke level Rp 13.975/US$, bahkan sempat diperbesar ke Rp 13.970/US$.

Namun, selepas itu rupiah berbalik arah hingga menyentuh level Rp 13.996/US$ melemah 0,11% di pasar spot, melansir data Refinitiv.



Setelahnya rupiah terus menghabiskan waktu di zona merah. Baru 15 menit sebelum perdagangan dalam negeri ditutup, rupiah mampu bangkit, bahkan berbalik menguat dan mengakhiri perdagangan di level Rp 13.970/US$.


Penguatan 0,07% hari ini memang cukup tipis, tapi sudah cukup mengantarkan rupiah menjadi runner up di antara mata uang utama Asia. Hingga pukul 16:03 WIB, won Korea Selatan menjadi mata uang terbaik setelah menguat 0,25%.

Mayoritas mata uang utama Asia melemah melawan dolar Amerika Serikat (AS), sehingga patut disyukuri rupiah masih mampu menguat. Peso Filipina menjadi mata uang terburuk dengan melemah 0,42%.

Berikut pergerakan dolar AS melawan mata uang utama Benua Kuning.

Sekali lagi terbukti, rupiah perlu momentum yang besar untuk bisa menjauhi level psikologis Rp 14.000/US$. Sepanjang pekan ini Mata Uang Garuda bergerak tidak jauh jauh dari level psikologis tersebut, bolak balik di atas dan di bawah Rp 14.000/US$.

Dengan kondisi eksternal yang kembali diliputi ketidakpastian, rupiah cukup sulit untuk terus menguat menjauhi level psikologis tersebut. 

Kabar baik dari kesepakatan dagang fase I AS-China memang masih memberikan sentiment positif, risiko terjadinya hard Brexit serta pemakzulan Presiden AS Donald Trump memberikan ketidakpastian di pasar. 



Selasa (17/12/2019) lalu, CNBC International mengutip media lokal mewartakan Perdana Menteri (PM) Inggris Boris Johnson akan merevisi undang-undang keluarnya Inggris dari Uni Eropa (Withdrawal Agreement Bill), sehingga masa transisi tidak bisa diperpanjang lagi.

Partai Konservatif yang dipimpin Boris Johnson memenangi Pemilihan Umum (Pemilu) pada pekan lalu, bahkan menguasai kursi mayoritas parlemen, dengan demikian perceraian Inggris dengan Uni Eropa (Brexit) kemungkinan besar akan terjadi pada 31 Januari 2020, dengan masa transisi yang berlangsung hingga akhir tahun depan.

Ketika ditanya mengenai apakah pemerintah akan melegislasi pembatasan masa transisi tidak lebih dari tahun 2020, salah satu menteri senior Inggris, Michael Gove mengatakan "tepat sekali", sebagaimana diwartakan CNBC International.

Di tempat terpisah, dari Brussel pejabat Uni Eropa mengatakan jadwal perundingan dagang dengan Inggris "kaku" dan cenderung membatasi ruang lingkup untuk mencapai kesepakatan dagang.

Dengan singkatnya masa transisi, tentunya pembahasan perjanjian dagang harus dipercepat. PM Johnson dikatakan akan melakukan pendekatan yang lebih keras di masa transisi tersebut, yang memicu kecemasan akan keluarnya Inggris dari Uni Eropa tanpa kesepakatan (hard Brexit).



Sementara itu, Kamis kemarin rupiah mendapat tekanan dari pemakzulan Presiden AS Donald Trump oleh House of Representative (DPR). 

Meski demikian, proses pemakzulan Trump masih belum selesai. Pengadilan pemakzulan Trump kini akan digelar di Senat AS, yang akan menentukan apakah Presiden AS ke-45 ini harus keluar dari Gedung Putih atau membebaskannya dari dua dakwaan pemakzulan.

Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjioyo dalam konferensi pers usai mengumumkan kebijakan moneter Kamis kemarin mengatakan dampak dari pemakzulan Presiden Trump terhadap rupiah hanya dalam jangka pendek. 

"Perundingan dagang AS-China, Brexit, dan sebagainya tentu mempengaruhi pergerakan di pasar keuangan global, khususnya dari waktu ke waktu atau jangka pendek. Terkait impeachment, dalam jangka pendek tentu akan mempengaruhi kondisi pasar keuangan global termasuk nilai tukar," kata dia.

Selain itu, menjelang akhir tahun permintaan akan valas biasanya meningkat untuk kebutuhan korporasi untuk pembayaran dividen, pembayaran pokok/bunga utang, dan sebagainya, sehingga rupiah banyak menghabiskan perdagangan di zona merah. 

BI sepertinya ikut andil dalam penguatan rupiah di menit-menit hari ini, dengan melakukan intervensi. Hal tersebut terlihat dari kurs Domestic Non-Deliverable Forwards (DNDF) yang terakhir kali ditransaksikan pada pukul 15:59, berdasarkan data Refinitiv. 

Penguatan pada hari ini sekaligus mengantarkan rupiah mencatat penguatan tiga pekan berturut-turut. Happy Weekend. 


TIM RISET CNBC INDONESIA 


[Gambas:Video CNBC]



Next Page
Rupiah Betah
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular