Bersih-bersih, Giliran MI Milik Hary Tanoe Kena Semprit OJK

CNBC Indonesia, CNBC Indonesia
20 December 2019 06:21
Bersih-bersih, Giliran MI Milik Hary Tanoe Kena Semprit OJK
Foto: Reksa Dana (CNBC Indonesia/Irvin Avriano Arief)
Jakarta, CNBC Indonesia - Aksi bersih-bersih Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terhadap manajer investasi yang mengelola reksa dana tak taat aturan berlanjut. Setelah tiga MI diberikan surat cinta oleh OJK, kemarin giliran PT MNC Asset Management yang juga ikut kena sanksi dari regulator pasar modal tersebut.

OJK menindaklanjutinya dengan memberikan sanksi berupa larangan menambah unit baru untuk tujuh reksa dana perseroan, atau dengan kata lain suspensi beli untuk reksa dana yang memiliki total dana kelolaan Rp 1,21 triliun tersebut.

Berdasarkan surat OJK bernomor S-1542/PM.21/2019 tertanggal 16 Desember 2019 disebutkan bahwa ketujuh produk kelolaan manajer investasi milik Grup MNC yang dimiliki Hary Tanoesoedibjo itu, disuspen beli sampai perintah otoritas dipenuhi karena ada beberapa pelanggaran.

Surat yang ditandatangani oleh Kepada Departemen Pengawasan Pasar Modal 2A OJK Yunita Linda Sari itu menyatakan ada tiga pelanggaran yang ditemukan pada perusahaan manajer investasi yang mengelola reksa dana senilai Rp 6,01 triliun tersebut.

Pertama, kepemilikan portofolio yang porsinya lebih dari 10% dari nilai aktiva bersih (NAB, dana kelolaan) untuk reksa dana konvensional, dan lebih dari 20% untuk reksa dana syariah.

Beberapa portofolio yang porsinya melebihi ketentuan adalah Obligasi TPS Food (AISA) II/2017 sebesar 23,05% pada RD Syariah MNC Dana Syariah, saham PT MNC Land Tbk (KPIG) 21,42% pada RD Syariah MNC Dana Syariah Ekuitas II, dan Obligasi Sumberdaya Sewatama (SSMM) I/2012/B 18,97% pada RD MNC Dana Kombinasi.

Portofolio lain adalah saham PT Ayana Land International Tbk (NASA) 16,43% pada RD MNC Dana Kombinasi, efek pasar uang PT Bank MNC Internasional Tbk (BABP) Cabang KC Kebon Sirih 14,89% pada RD MNC Smart Equity Fund, dan Obligasi PT Global Mediacom Tbk (BMTR) Berkelanjutan I/Tahap I/2017/A 12,59% pada RD MNC Dana Likuid.

Kedua, adalah pelanggaran efek terafiliasi berporsi lebih dari 20% NAB pada beberapa reksa dana yang dikelola perseroan. Produk yang porsi efek afiliasinya melebihi ketentuan adalah RD MNC Dana Ekuitas dengan porsi 29,31%, RD MNC Dana Kombinasi 30,09%, RD Syariah MNC Dana Syariah Ekuitas II 21,42%, dan RD Syariah MNC Dana Syariah 28,43%.

Ketiga, penempatan investasi pada efek utang yang sudah gagal bayar (default). Beberapa surat utang tersebut adalah Obligasi SSMM I/2012/B pada tiga reksa dana, Obligasi AISA I/2013 pada dua reksa dana, Sukuk Ijarah SSMM I/2012 pada dua reksa dana, dan Sukuk Ijarah AISA II/2016 pada dua reksa dana.

Menyikapi pelanggaran itu, OJK menyampaikan sudah pernah menyampaikan perintah untuk melakukan tindakan tertentu pada Oktober 2017 dan pada Februari 2018.

Untuk itu, kali ini OJK menyampaikan beberapa perintah kepada perusahaan yang dipimpin Freri Kojongian itu menyesuaikan portofolio sesuai dengan POJK No.23/POJK.04/2016 tentang Reksa Dana Berbentuk Kontrak Investasi Kolektif.

Kebijakan ini dilakukan karena OJK serius menindaklanjuti pembersihan ekosistem keuangan agar lebih kredibel.

Ketujuh produk yang terkena suspen beli untuk sementara waktu sesuai ketentuan OJK adalah:
  1. MNC Dana Pendapatan Tetap III
  2. MNC Dana Syariah Ekuitas II
  3. MNC Dana Lancar
  4. MNC Dana Likuid
  5. MNC Dana Kombinasi
  6. MNC Dana Syariah
  7. MNC Dana Ekuitas
Termasuk ketujuh produk itu, sekurangnya MNC Asset Management mengelola 56 reksa dana dan tidak menutup kemungkinan perusahaan juga mengelola dana nasabah melalui kontrak pengelolaan dana nasabah individu (KPD, PDNI).

Data OJK menunjukkan MNC Asset Management dimiliki oleh PT Bhakti Capital Indonesia Tbk (sekarang PT MNC Capital Tbk-BCAP) dengan porsi saham 99%, dan Koperasi Karyawan PT Bhakti Investama Tbk (sekarang bernama PT MNC Investama Tbk-BHIT) dengan porsi kepemilikan 0,01%.

Sebagai bagian dari hak jawab, MNC Asset Management menyatakan bahwa masalah portofolio reksa dana perseroan yang menjadi fokus OJK disebabkan oleh perubahan harga pasar dan perubahan dana kelolaan.

"Hal ini lebih disebabkan oleh perubahan harga pasar dari portofolio dan perubahan asset under management [AUM] dari reksa dana tersebut yang mengakibatkan beberapa reksa dana melebihi ketentuan yang ditetapkan oleh OJK," ujar manajemen MNC Asset Management dalam hak jawabnya semalam (19/12/19).

Hak jawab manajer investasi Grup MNC itu menyatakan selama 19 tahun berdiri, perusahaan selalu dan akan senantiasa berusaha untuk memenuhi segala ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Untuk memenuhi segala ketentuan itu, manajer investasi tersebut menyatakan sedang melakukan penyesuaian atas komposisi portofolio efek agar sesuai dengan dua aturan reksa dana OJK. Kedua aturan itu adalah POJK No.23/POJK.04/2016 tentang Reksa Dana Berbentuk Kontrak Investasi Kolektif dan POJK No.19/POJK.04/2015 tentang Penerbitan dan Persyaratan Reksa Dana Syariah.

Terkait dengan pernyataan OJK tentang penempatan investasi pada efek utang yang sudah gagal bayar (default), MNC Asset Management menyatakan selalu berusaha menginvestasikan pada efek dengan potensi imbal balik yang optimal, dengan melakukan kajian yang komprehensif sesuai dengan prinsip kehati-hatian pada saat melakukan pemilihan portofolio efek.

Namun, perusahaan yang dipimpin Freri Kojongian tersebut mengatakan dalam berjalannya waktu, tidak menutup kemungkinan portofolio tersebut mengalami default maupun restrukturisasi.

"Atas portofolio yang mengalami default atau dalam proses restrukturisasi, MNC Asset Management berkomitmen untuk segera menyelesaikan permasalahan tersebut dengan tetap mengutamakan kepentingan terbaik dari para nasabah perusahaan."

[Gambas:Video CNBC]
Sebelumnya OJK juga mewajibkan pembubaran enam produk reksa dana yang dikelola PT Minna Padi Aset Manajemen.

Perintah pembubaran tersebut dikeluarkan setelah sebelumnya penjualan seluruh reksa dana (RD) Minna Padi Aset Manajemen disuspensi otoritas pasar modal sejak 9 Oktober, ketika OJK menemukan bahwa dua reksa dana yang dikelola perseroan dijual dengan janji return pasti (fixed return) masing-masing 11% antara waktu 6 bulan-12 bulan.

Padahal, kedua reksa dana tersebut yaitu RD Minna Padi Pasopati Saham dan RD Minna Padi Pringgondani Saham adalah reksa dana saham yang sifatnya terbuka. Reksa dana terbuka berarti unit penyertaan produknya dapat dibeli-dijual setiap waktu dan sangat terpengaruh kondisi pasar sehingga kinerjanya tidak dapat dan tidak patut dijanjikan.

Dalam surat OJK bertajuk Perintah Untuk Melakukan Tindakan Tertentu yang ditujukan kepada direksi Minna Padi Aset Manajemen, enam produk RD yang harus dibubarkan perseroan adalah RD Minna Padi Pringgondani Saham, RD Minna Padi Pasopati Saham, dan RD Syariah Minna Padi Amanah Saham Syariah.

Reksa dana lain yang juga harus dibubarkan berdasarkan surat OJK bernomor S-1442/PM.21/2019 itu adalah RD Minna Padi Hastinapura Saham, RD Minna Padi Property Plus, dan RD Minna Padi Keraton II. Empat nama pertama adalah reksa dana saham dan sisanya adalah reksa dana campuran.

RD saham adalah produk reksa dana yang minimal 80% portofolionya berupa saham, sedangkan RD campuran adalah produk reksa dana yang memiliki fleksibilitas tinggi karena manajer investasi memiliki kuasa untuk mengalihkan portofolio dari mayoritas di pasar saham atau mengalihkannya menjadi berupa obligasi.

Reksa dana sendiri adalah produk yang mengumpulkan dana publik dan kemudian dikelola manajer investasi untuk kemudian dibelikan efek yang tersedia di pasar modal serta instrumen pasar uang.

"Dengan ditetapkannya surat ini maka surat nomor S-1240/PM.21/2019 tanggal 9 Oktober perihal Perintah Untuk Melakukan Tindakan Tertentu tidak berlaku," ujar Kepala Departemen Pengawasan Pasar Modal 2A OJK Yunita Linda Sari dalam surat perintah tersebut.

Surat bertanggal 21 November 2019 tersebut juga menyatakan kewajiban pembubaran enam reksa dana Minna Padi Aset Manajemen tersebut ditetapkan dengan didasari beberapa undang-undang (UU) dan peraturan.

Salah satu UU itu adalah UU No.8/1999 tentang Perlindungan Konsumen, di mana pasal yang memberatkan adalah Pasal 9 ayat 1 huruf k, "Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan suatu barang dan/atau jasa secara tidak benar, dan/atau seolah-olah: k. menawarkan sesuatu yang mengandung janji yang belum pasti."

Minna Padi Aset Manajemen mengelola sekurangnya 10 produk reksa dana, termasuk enam yang harus dibubarkan. Selain keenam produk itu, produk reksa dana yang dikelola Minna Padi Aset Manajemen adalah Minna Padi Keraton Balanced, Minna Padi Kahuripan Pendapatan Tetap, Minna Padi Indraprastha Saham Syariah, dan Minna Padi Khazanah Pasar Uang Syariah.

Keempat nama reksa dana terakhir tidak diwajibkan bubar, tetapi OJK masih melarang penambahan unit penyertaan reksa dana yang sudah ada hingga dilaksanakannya perintah pembubaran reksa dana yang dinilai menyalahi aturan, serta beberapa perintah lain.

Perseroan juga masih dilarang menambah produk investasi baru, memperpanjang/menambah dana kelolaan reksa dana, menambah portofolio reksa dana yang sudah ada. Selain itu, izin direktur utama perseroan yaitu Djayadi dibekukan otoritas selama 1 tahun.

Per Oktober, dana kelolaan reksa dana perseroan tercatat di agen penjual reksa dana sebesar Rp 6,24 triliun.

Selain pembubaran reksa dana, OJK juga mengharuskan Minna Padi Aset Manajemen untuk memberhentikan Djayadi sebagai direktur utama. OJK juga sempat melakukan pemeriksaan terhadap PT Narada Aset Manajemen dan status suspensi (penghentian sementara penjualan produk) tersebut masih berlaku untuk semua produk perusahaan, bukan hanya 2 produk yang dihentikan.

Mengacu surat OJK tertanggal 13 November 2019 bernomor S-1387/PM.21/2019 yang diperoleh CNBC Indonesia, terungkap bahwa ada penghentian sementara penjualan dua reksa dana milik Narada Aset Manajemen oleh agen penjual reksa dana (Aperd) dengan dasar adanya gagal bayar efek (default) saham senilai Rp 177,78 miliar.

Gagal bayar Narada atas pembelian beberapa transaksi efek saham diketahui dari aksi pengawasan pada 7 November silam.

Ketika ditanya apakah keterlambatan pembayaran Narada berkaitan dengan margin call, Hoesen dalam kesempatan sebelumnya menegakan bahwa informasi soal Narada masih harus diteliti.

Margin call terjadi ketika margin yang tersedia (free margin atau pembiayaan broker) habis, maka si penerima pembiayaan akan mendapat 'surat pemberitahuan' dari broker, yaitu margin call. Ini adalah pemberitahuan untuk menambah deposit dana, karena margin yang ada sudah tidak mencukupi untuk menahan posisi trading.

Selain Narada, Hoesen melanjutkan, OJK akan mulai melakukan pengawasan terhadap produk reksa dana lainnya, compliance produk dan cara pengelolaan reksa dana.

Sempritan OJK juga sempat dialamatkan kepda PT Pratama Capital Assets Management, dengan perintah larangan penjualan reksa dana selama 3 bulan.

Dalam surat bernomor S-1423/PM.21/2019 tentang Perintah Untuk Melakukan Tindakan Tertentu kepada PT Pratama Capital Assets Management, manajer investasi tersebut dilarang menjual reksa dana dan produk investasi yang sudah dikelola perusahaan maupun membuat produk baru.

Selain larangan menjual unit dari produk yang sudah ada serta membuat produk baru, perintah lain kepada Pratama Capital dalam surat tersebut adalah memperpanjang atau menambah dana kelolaan produk kontrak pengelolaan portofolio efek untuk kepentingan nasabah secara individual. Produk jenis itu sering dikenal dengan nama kontrak pengelolaan dana (KPD).

Ketiga poin perintah tersebut berlaku untuk periode 3 bulan ke depan sejak surat ini ditandatangani oleh Kepala Departemen Pengawasan Pasar Modal 2A OJK Yunita Linda Sari, Kamis kemarin (21/11/19).

Penyebab keluarnya surat perintah itu adalah porsi kepemilikan saham PT Kawasan Industri Jababeka Tbk (KIJA) di dalam reksa dana Pratama Capital yang melebihi batas 10%. Padahal, OJK menjelaskan sudah melakukan pembinaan kepada manajer investasi tersebut terkait dengan saham KIJA pada 2017 dan 2018.

Berdasarkan pengawasan oleh OJK atas pengelolaan dana yang dilakukan Pratama Capital pada periode 1 Mei 2019-30 Juni 2019, diketahui bahwa masih terdapat kepemilikan efek saham KIJA yang melebihi 10% dari nilai aktiva bersih (dana kelolaan) reksa dana.

Batas 10% tersebut diatur di dalam Peraturan OJK No.23/POJK.04/2016 tentang Reksa Dana Berbentuk Kontrak Investasi Kolektif pasal 6 ayat 1 d.

"Manajer investasi dilarang melakukan tindakan yang dapat menyebabkan reksa daan berbentuk kontrak investasi kolektif: memiliki efek yang diterbitkan oleh 1 (satu) pihak lebih dari 10% dari nilai aktiva bersih reksa dana pada setiap saat."

Namun, tidak dijelaskan nama reksa dana yang diketahui memiliki saham emiten properti tersebut di atas ketentuan batas aman.

Selain diketahui melanggar POJK No.23/POJK.04/2016, salah satu ketentuan lain yang menjadi pertimbangan perintah suspensi penjualan Pratama Capital adalah POJK No.43/POJK/04/2015 tentang Pedoman Perilaku Manajer Investasi pasal 4. Dalam aturan tersebut, manajer investasi diharuskan mengungkapkan benturan kepentingan terhadap efek yang ditransaksikan.

Data dana kelolaan reksa dana Pratama Capital menunjukkan nilai Rp 1,78 triliun dari sekurangnya 32 produk reksa dana per akhir Oktober.

Mengacu situs resmi perusahaan, direksi yang menjabat di perusahaan adalah Iwan Margana (dirut), Alfa Sri Aditya, dan Yanto. Di dewan komisaris, pejabatnya terdiri dari Willie Dauhan (komut) dan Harjono 'John' Budiharsana.

CNBC Indonesia sempat mengirimkan permintaan konfirmasi melalui pesan singkat, tapi hingga berita ini dimuat, belum ada jawaban dari Iwan Margana.

Pemegang saham Pratama Capital terdiri dari PT Pratama Capital Indonesia (99%) dan PT Imakotama Investindo (0,01%). Uniknya, meskipun hanya menjadi pemegang saham minoritas Pratama Capital Assets, Imakotama juga tercatat sebagai salah satu pemegang saham KIJA, dengan kepemilikan per Juni 2019 sebesar 6,65%.

Penertiban sedang dilakukan OJK kepada industri pengelolaan investasi dan perusahaan efek sejak akhir tahun lalu. Sebelum Pratama Capital, dua manajer investasi lain juga terkena perintah suspensi dari OJK terhadap penjualan produk reksa dananya dengan sebab yang berbeda.

Keduanya adalah PT Narada Aset Manajemen yang disebabkan kasus gagal bayar transaksi pembelian saham senilai Rp 177,78 miliar dan PT Minna Padi Aset Manajemen yang dinilai menjual produk reksa dana berbasis saham dengan menjanjikan hasil investasi pasti (fixed rate).

Suspensi penjualan yang diperintahkan OJK kepada Minna Padi Aset Manajemen telah berlanjut kepada perintah pembubaran enam produk reksa dana yang dikelola perseroan.

Seiring dengan aksi penertiban OJK, Ketua Asosiasi Penasihat Investasi Indonesia (APII) Ari Adil menilai dengan aksi tersebut maka ke depannya diharapkan keterbukaan pasar modal dan edukasi dapat lebih dilaksanakan, serta didukung tiga langkah. Ketiganya yaitu mempelajari investasi dan investasi reksa dana, kritis terhadap proses investasi, dan mengevaluasi prosesnya secara berkala.
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular