Mau Tahu Modus Beli Saham Gorengan di Skandal Jiwasraya?

Sorotan ketiga dalam dokumen tersebut adalah rekayasa harga saham (window dressing).
Menurut Investoword, window dresssing biasanya diasosiasikan dengan manuver yang seringkali dilakukan oleh perusahaan terbuka (emiten), bank, pengelola reksa dana, serta perusahaan finansial lainnya untuk memoles portofolio mereka. Misalnya,beberapa pengelola reksa dana, saham yang melemah dijual dan saham yang sedang menguat dibeli, untuk mengesankan mereka telah memegang saham yang berkinerja baik.
Window dressing juga bisa diartikan sebagai upaya mempercantik laporan keuangan, dengan trik akuntansi untuk membuat neraca perusahaan dan laporan laba rugi tampak lebih baik dari sebenarnya.
Dalam dokumen Jiwasraya itu, rekayasa harga saham dilakukan yakni, misalnya, jual-beli saham dengan dressing reksa dana.
![]() |
Modusnya dilakukan dengan cara saham yang overprice (kemahalan), dibeli oleh Jiwasraya, kemudian dijual pada harga negosiasi (di atas harga perolehan) kepada perusahaan manajer investasi (MI) untuk kemudian dibeli kembali oleh Jiwasraya.
"Hal ini dibuktikan dengan aset investasi Jiwasraya yang dominan pada saham dan reksa dana saham yang underlying asset-nya sama dengan portofolio saham langsung," tulis dokumen tersebut.
Adapun sorotan keempat ialah tekanan likuiditas dari produk Saving Plan. Tekanan ini terjadi arena penurunan kepercayaan nasabah terhadap produk Saving Plan menyebabkan penurunan penjualan produk ini.
Selain itu, tidak ada backup asset yang cukup untuk memenuhi kewajiban, dan tekanan ini membuat terjadi gagal bayar polis JS Saving Plan senilai Rop 12,4 triliun saat ini.
"Disebabkan oleh penurunan kepercayaan nasabah, lapse rate [klaim] secara signifikan meningkat ke 51% dan terus meningkat hingga 85%. Hal tersebut menyebabkan tekanan likuiditas pada Jiwasraya."
