
Siapa MPRO, Perusahaan yang Caplok Emiten Milik Bentjok?
Houtmand P Saragih, CNBC Indonesia
17 December 2019 14:17

Jakarta, CNBC Indonesia - PT Maha Properti Indonesia Tbk (MPRO) berencana akan mengakuisisi sebagian saham pada dua anak usaha perusahaan milik pengusaha Benny Tjokrosaputro atau Bentjok.
Dalam keterbukaan informasi yang disampaikan hari ini, MPRO mengumumkan akan membeli 49,99% saham PT Mandiri Mega Jaya (MMJ) milik PT Hanson International Tbk (MYRX). Lalu membeli 49,99% saham PT Hokindo Properti Investama (HPI) dari PT Rimo International Lestari Tbk (RIMO).
"Adapun tindak lanjut dari kesepakatan adalah penyusunan perjanjian pengikatan jual beli saham (PPJB), setelah ada dan berdasarkan atas hasil appraisal yang ditetapkan oleh Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP)," kata Suwandi, Direktur Maha Properti.
MAHA merupakan perusahaan properti milik keluarga Dato Sri Tahir. Perusahaan ini beberapa waktu lalu juga menyampaikan baru membeli tanah berstatus girik di daerah Maja, Lebak, Banten. Tanah seluas 318 hektare tersebut akan digunakan untuk pembangunan kawasan hunian.
Dalam penjelasannya kepada Bursa Efek Indonesia (BEI) manajemen MPRO menyampaikan lahan yang di Maja merupakan salah satu proyek jangka panjang perusahaan.
"Perseroan telah melunasi tanah seluas 318 hektare. Maja merupakan salah satu proyek dari jangka panjang perseroan. Oleh sebab itu, perseroan sedang berupaya dalam melakukan pembebasan tanah secara bertahap sesuai dengan rencana pengembangan," kata Direktur Utama MPRO Raymond, dalam surat yang disampaikan kepada BEI, Selasa (26/11/2019).
Lahan tersebut dimiliki MPRO melalui anak usaha PT Bintang Dwi Lestari dan punya waktu untuk membebaskan hingga 30 Mei 2021, seluruhnya tanah girik.
Dalam hal proses pembebasannya Bintang Dwi Lestari akan melakukan proses pengukuran dan permohonan hak ke Badan Pertanahan Nasional (BPN).
"Agar tanah-tanah tersebut bisa diproses lebih lanjut menjadi sertifikat (yang akan dilaksanakan sesuai dengan rencana pengembangan proyek secara bertahap)," tulis Raymond.
Sebagaimana diketahui, girik sebetulnya bukanlah sertifikat melainkan tanda kepemilikan tanah berdasarkan hukum adat.
Dari sisi harga saham, BEI saat ini sedang menghentikan perdagangan saham MPRO sejak 8 November 2019 karena peningkatan harga kumulatif yang signifikan.
Pemegang saham MPRO adalah keluarga Dato Sri Tahir, di mana Jonathan Tahir tercatat memiliki 34% kepemilikan saham perusahaan tersebut. Dato Sri Tahir memiliki 17% saham, Jane Dewi Tahir memiliki 8,5%, Dewi Riady 8,5%, Grace Dewi Riady 8,5% serta beberapa pihak lainnya. Publik tercatat hanya memilik 1,15% saham di perusahaan ini.
MPRO juga baru merilis kinerja keuangan selama 9 bulan pertama 2019. Perseroan masih membukukan kerugian Rp 18 miliar, turun dibandingkan periode yang sama 2018 senilai Rp 30,76 miliar.
Sementara itu, pendapatan perseroan tercatat naik 198,76% menjadi Rp 89,56 miliar dari Rp 29,98 miliar. Beban pokok penjualan dan pendapatan naik 65,43% menjadi Rp 32,57 miliar dari Rp 19,69 miliar.
(hps/dob) Next Article Masih Rugi tapi Saham Properti Tahir Melesat 24%, Ada Apa?
Dalam keterbukaan informasi yang disampaikan hari ini, MPRO mengumumkan akan membeli 49,99% saham PT Mandiri Mega Jaya (MMJ) milik PT Hanson International Tbk (MYRX). Lalu membeli 49,99% saham PT Hokindo Properti Investama (HPI) dari PT Rimo International Lestari Tbk (RIMO).
"Adapun tindak lanjut dari kesepakatan adalah penyusunan perjanjian pengikatan jual beli saham (PPJB), setelah ada dan berdasarkan atas hasil appraisal yang ditetapkan oleh Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP)," kata Suwandi, Direktur Maha Properti.
MAHA merupakan perusahaan properti milik keluarga Dato Sri Tahir. Perusahaan ini beberapa waktu lalu juga menyampaikan baru membeli tanah berstatus girik di daerah Maja, Lebak, Banten. Tanah seluas 318 hektare tersebut akan digunakan untuk pembangunan kawasan hunian.
"Perseroan telah melunasi tanah seluas 318 hektare. Maja merupakan salah satu proyek dari jangka panjang perseroan. Oleh sebab itu, perseroan sedang berupaya dalam melakukan pembebasan tanah secara bertahap sesuai dengan rencana pengembangan," kata Direktur Utama MPRO Raymond, dalam surat yang disampaikan kepada BEI, Selasa (26/11/2019).
Lahan tersebut dimiliki MPRO melalui anak usaha PT Bintang Dwi Lestari dan punya waktu untuk membebaskan hingga 30 Mei 2021, seluruhnya tanah girik.
Dalam hal proses pembebasannya Bintang Dwi Lestari akan melakukan proses pengukuran dan permohonan hak ke Badan Pertanahan Nasional (BPN).
"Agar tanah-tanah tersebut bisa diproses lebih lanjut menjadi sertifikat (yang akan dilaksanakan sesuai dengan rencana pengembangan proyek secara bertahap)," tulis Raymond.
Sebagaimana diketahui, girik sebetulnya bukanlah sertifikat melainkan tanda kepemilikan tanah berdasarkan hukum adat.
Dari sisi harga saham, BEI saat ini sedang menghentikan perdagangan saham MPRO sejak 8 November 2019 karena peningkatan harga kumulatif yang signifikan.
Pemegang saham MPRO adalah keluarga Dato Sri Tahir, di mana Jonathan Tahir tercatat memiliki 34% kepemilikan saham perusahaan tersebut. Dato Sri Tahir memiliki 17% saham, Jane Dewi Tahir memiliki 8,5%, Dewi Riady 8,5%, Grace Dewi Riady 8,5% serta beberapa pihak lainnya. Publik tercatat hanya memilik 1,15% saham di perusahaan ini.
Tahir jadi Anggota DPP Presiden Jokowi
[Gambas:Video CNBC]
MPRO juga baru merilis kinerja keuangan selama 9 bulan pertama 2019. Perseroan masih membukukan kerugian Rp 18 miliar, turun dibandingkan periode yang sama 2018 senilai Rp 30,76 miliar.
Sementara itu, pendapatan perseroan tercatat naik 198,76% menjadi Rp 89,56 miliar dari Rp 29,98 miliar. Beban pokok penjualan dan pendapatan naik 65,43% menjadi Rp 32,57 miliar dari Rp 19,69 miliar.
(hps/dob) Next Article Masih Rugi tapi Saham Properti Tahir Melesat 24%, Ada Apa?
Most Popular