Resmi Dicaplok Bangkok Bank, Berapa Harga MTO Bank Permata?

Irvin Avriano Arief, CNBC Indonesia
16 December 2019 06:48
Resmi Dicaplok Bangkok Bank, Berapa Harga MTO Bank Permata?
Foto: Standard Chartered & Astra Teken Perjanjian Jual Beli Saham PermataBank Dengan Bangkok Bank (Dok. Astra International )
Jakarta, CNBC Indonesia - Pasca akuisisi PT Bank Parmata Tbk (BNLI) senilai Rp 37,43 triliun (US$ 2,67 miliar), Bangkok Bank public company limited (pcl) berkomitmen menggelar penawaran tender (mandatory tender offer/MTO) wajib saham bank swasta berlogo batu manikam itu.

Komitmen tender offer itu, atau menawar beli saham, ditetapkan untuk dieksekusi pada kuartal III-2020, tergantung dari beberapa variabel. Variabel utama tersebut adalah realisasi penyuntikan modal baru yang akan disusul menunggu persetujuan dari otoritas perbankan masing-masing negara.
titip mas tahir-pagiFoto: Dok Bangkok Bank

Dengan memperhitungkan Bangkok Bank akan melakukan tender offer,maka mereka akan tunduk pada peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) No.9/POJK.04/2018 tentang Pengambilalihan Perusahaan Terbuka.

Dalam aturan itu diatur bahwa harga tender offer wajib dilakukan pengendali baru. Arti dari tender offer wajib sendiri adalah langkah menawar sisa saham perusahaan yang dimiliki pemegang saham lain oleh pemilik baru sebuah perusahaan yang sahamnya tercatat di bursa.

Semangat aturan itu adalah memberi pilihan bagi pemegang saham publik. Pilihan yang disediakan adalah untuk memilih tetap menjadi pemegang saham perusahaan dengan keyakinan perusahaan akan lebih baik lagi dengan suntikan modal dan dengan kehadiran pemegang saham baru, atau keluar dengan mengambil tawaran yang di depan mata pemilik baru karena tidak yakin dengan prospek ke depannya.

Karena Bangkok Bank mendapatkan saham senilai 89,12% BNLI dalam aksi akuisisi yang diumumkan kemarin di harga Rp 1.498/saham, maka bank yang dipimpin Chartsiri Sophonpanich itu perlu menyediakan dana untuk menyerap sisa saham di pasaran. Jumlah maksimalnya adalah 3,05 miliar saham atau 10,88% dari seluruh modal disetor perseroan.

Aturan OJK tentang akuisisi perusahaan publik tersebut memiliki acuan penentuan harga yang harus disiapkan pemilik baru untuk menebus sisa saham publik dalam tender offer.

Pertama, minimal setara dengan rata-rata harga saham tertinggi dalam periode 90 hari sebelum pengumuman pengambilalihan. Pengambilalihan adalah tindakan baik langsung maupun tidak langsung, yang mengakibatkan perubahan pengendali.

Kedua, minimal setara dengan rata-rata harga saham tertinggi dalam periode 90 hari sebelum pengumuman negosiasi harga. Rencana pengambilalihan perusahaan tercatat dapat dilakukan meskipun masih dalam proses negosiasi.

Atau, ketiga, harga pengambilalihan, mana yang lebih tinggi.

Butuh Dana Berapa?
Berkaca dengan kondisi akuisisi bank yang dikenal dengan Permata Bank itu, maka ada dua kondisi yang dapat dijadikan acuan. Pertama adalah harga pengambilalihan yang sudah disepakati Rp 1.498/saham dan rerata harga saham tertinggi dalam 90 hari sebelum pengambilalihan (pengalihan saham) tahun depan.

Itupun harus menunggu Bangkok Bank mengantongi izin dari OJK di dalam negeri serta dari otoritas bank di Negeri Gajah Putih yaitu Bank of Thailand.

Harga pengambilalihan Rp 1.498/saham tentu akan membuat dana yang harus disiapkan Bangkok Bank untuk menyerap pemegang saham yang bersedia dibeli dapat mencapai Rp 4,57 triliun. Jumlah itu hasil perkalian harga dengan jumlah saham publik yaitu 3,05 miliar saham BNLI tadi.

Namun, perlu dipertimbangkan juga skenario 90 hari sebelum aksi pengalihan saham tahun depan. Hal itu kembali mengingat aturan OJK tadi yang menegaskan harga yang lebih tinggi adalah harga yang akan dipakai, antara harga pengambilalihan-dengan harga saham di pasar selama 90 hari setelah Standard Chartered Bank dan PT Astra International Tbk (ASII) resmi melepas sahamnya BNLI tahun depan


[Gambas:Video CNBC]


Tentunya, Bangkok Bank akan berharap harga saham Bank Permata tidak akan cuss signifikan ke depannya, agar nilai tender offer-nya tidak akan tinggi-tinggi amat.

Jangan lupa bahwa dari dua akuisisi bank lokal terakhir oleh bank asing yang besarannya lumayan, yakni PT Bank Danamon Indonesia Tbk (BDMN) dan PT Bank BTPN Tbk (BTPN), harga saham kedua perusahaan naik signifikan setelah adanya pengumuman resmi transaksi. Namun, harganya mendem dulu hingga menjelang pengumuman tender offer.

Padahal, secara fundamental, perubahan prospek kinerja akibat adanya pemegang saham baru dapat berdampak pada perusahaan minimal setahun ke depan setelah pengalihan saham terjadi, terutama setelah restrukturisasi perusahaan dan manajemen perusahaan rampung yang biasanya dimulai dari tender offer.

Jika kurang dari setahun itu, maka kemungkinan besar kinerja perusahaan masih akan flat ke depannya dan penguatan harga lebih dimungkinan didasari euforia menyambut momentum tender offer.

Hal itu terlihat dari kinerja BTPN yang kurang stabil pada medio 2013-2019 terutama dari sisi pertumbuhan laba per saham, dibanding medio 2008-2013.

Kinerja fundamental BDMN juga masih belum membaik pada 2013-2019 padahal akan segera diakusisi. Pertumbuhan pendapatan bunga berih dan laba per saham perseroan paling terlihat positif adalah pada 2008-2012.


Dalam akuisisi BTPN oleh Sumitomo Mitsui Financial Group, institusi pembeli itu mengumumkan harga pembelian Rp 6.500/saham pada 8 Mei 2013. Pada hari pengumuman, saham perseroan sempat naik 3,45% menjadi Rp 6.000/saham meskipun ditutup pada Rp 5.700/saham.

Esoknya kenaikan harga saham perseroan sempat tertahan liburnya pasar keuangan memperingati Kenaikan Isa Almasih. Baru pada 10 Mei 2013, kenaikan signifikan sempat terlihat pada saham perseroan yang naik 6,14% hingga Rp 6.050/saham, meskipun akhirnya ditutup naik 1,85% menjadi Rp 5.800/saham.

Dengan pola irama lama akuisisi bank oleh asing, yaitu diumumkan, diizinkan, akuisisi bank lain, ditambah porsi sahamnya, dimerger, baru tender offer. Saham BTPN pun melakukan pola yang sama.

Satu hal yang unik dari BTPN adalah perusahaan sudah mengakuisisi Bank Sahabat sejak Juni 2013, sebulan setelah pengumuman masuknya SMBC. Bank Sahabat akhirnya dijadikan PT Bank Tabungan Pensiunan Nasional Syariah Tbk (BTPS) dan dicatatkan di bursa sejak 12 Mei 2018.

Setelah 10 Mei 2013, saham BTPN terus tergerus dan akhirnya sempat turun di tahun yang sama hingga 5,25% menjadi Rp 3.600/saham pada 28 Agustus dan ditutup pada Rp 3.800/saham. Harga penutupan itu akhirnya menjadi titik terendah saham emiten sejak 25 Juni 2012.

Pada akhir 2015, saham perseroan anjlok bertahap hingga berada pada Rp 2.035/saham pada 2 Februari 2016. Efek ekuitas BTPN pun menyentuh titik terendahnya saat itu. Meskipun sempat naik hingga Rp 3.100 pada Agustus 2016, saham perseroan selanjutnya relatif stagnan pada kisaran Rp 2.500 hingga akhir 2017.

Baru pada awal 2018, ketika perusahaan menyampaikan visi-misi ke depannya dan masih tetap optimistis terhadap akusisi dan merger, maka saham perusahaan mulai diburu lagi dan menyebabkan harganya naik di pasaran.

Harga saham BTPN sempat ke Rp 4.070/saham pada 30 Januari 2018, lalu turun bertahap ke Rp 2.850/saham pada 27 April 2018 dan setelah tidak lama naik lagi ke Rp 4.140 pada 25 Juni 2018 menjelang pengumuman tender offer pada 2 Agustus 2018, yang diumumkan di harga Rp 4.282/saham. Setelah itu, tidak banyak yang terjadi dan saham pereroan secara bertahap melemah.

Saham perseroan menggeliat lagi ketika ada lampu hijau dari OJK terhadap mergernya BTPN dengan Sumitomo Mitsui Bank Corp Indonesia pada Februari 2019. Setelah itu, tidak sebentar harga sahamnya lemas lagi hingga pengumuman pengalihan saham disampaikan manajemen pada 12 Desember pekan lalu.





Hal serupa juga terjadi pada saham Bank Danamon. Saham perusahaan berniat dibeli MUFG pada akhir 2017. Di awal 2018, lembaga keuangan asal Jepang itu berkomitmen meningkatkan layanan Bank Danamon yang sebelumnya sempat berencana digabungkan dengan DBS Bank pada 2012 silam.

Pada Juli 2018, OJK beri lampu hijau terhadap rencana akuisisi. Pengumuman itu tidak banyak pada saham Danamon. Baru pada awal 2019, saham perseroan banyak diburu. MUFG mengumumkan harga tender offer pada Rp 9.590/saham pada 22 Maret 2019.

Tekanan beli semakin besar dan mendorong kenaikan harga saham BDMN hingga menyentuh Rp 10.000/saham pada 11 April. Tidak lama setelah itu, pada 25 April OJK mengeluarkan persetujuan merger antara Danamon dengan PT Bank Nusantara Parahyangan Tbk (BBNP) yang sudah dicicil MUFG sejak 2007. Kemudian, saham BDMN melemah bertahap hingga Rp 3.640 pada 12 Desember.

Melihat rangkaian itu semua, patut dicermati bahwa setelah pengumuman akuisisi, saham BTPN justru terkoreksi karena belum ada perkembangan berarti sejak 2013-2016. Setelah itupun saham perseroan masih relatif tidak bertenaga hingga 2018 dan 2019 ketika ada berita lanjutan. Proses BDMN juga lebih cepat, dan transaksi berlangsung lebih instan yaitu kurang dari 2 tahun.

Satu hal yang pasti, harga saham kedua perusahaan itu bergerak mencetak rekor baru tidak lama menjelang pengumuman tender offer, atau artinya setelah proses akuisisi disetujui pemegang saham dan mendapat lampu hijau dari otoritas.

Sebelum momen itu datang, jangan juga berharap akan terjadi kenaikan harga signifikan, apalagi mengingat kinerja BTPN dan BDMN ini justru belum berubah signifikan setelah diakuisisi bank Jepang itu.

Dengan tidak banyaknya kenaikan harga menjelang pengumuman harga tender offer BTPN dan Bank Danamon, maka besar keyakinan bahwa pada Bank Permata hal tersebut juga akan terjadi juga.

Harga saham justru akan melemah setelah pengumuman pengambilalihan, dan penguatan hanya akan terjadi sedikit menjelang tender offer. Karena itulah, rerata harga pasar 90 hari menjelang tender offer berpotensi tidak lebih tinggi daripada harga akuisisi yang disepakati Bangkok Bank sebagai pembeli, yakni Rp 1.498/saham.

Dan jangan lupa juga, meskipun kecil, masih ada kemungkinan negosiasi jual-beli ini batal juga. Knock on wood, na'udzubillaah, jika ini terjadi, maka harga saham BNLI malah dapat terperosok dari posisinya yang sekarang sudah naik lebih dari 105% dari posisi akhir tahun lalu.





TIM RISET CNBC INDONESIA

 

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular