
Harga Batu Bara Masih Tertekan, Siapa yang Nekan sih?
Tirta Citradi, CNBC Indonesia
10 December 2019 11:29

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga batu bara kembali ditutup melemah pada perdagangan Senin kemarin (9/12/2019). Secara mingguan harga batu bara memang masih terkoreksi tetapi ada sentimen positif dari China dan Jepang yang berpotensi membuat harga batu bara naik pekan ini.
Senin kemarin harga batu bara kontrak berjangka ICE Newcastle ditutup di level US$ 67,05/ton atau turun 0,81% dibanding harga penutupan Jumat pekan lalu. Sejak awal Desember hingga kemarin, harga batu bara sudah terkoreksi 3,18%.
China sebagai negara dengan konsumsi batu bara terbesar di dunia tercatat mengimpor batu bara sebanyak 20,8 juta ton batu bara di bulan November. Jumlah tersebut turun 19,1% jika dibanding Oktober yang mencapai 25,6 juta ton. Namun sebenarnya jumlah tersebut naik 8,5% dibanding periode yang sama tahun lalu.
Dalam beberapa hal, mengejutkan bahwa impor batu bara tidak turun signifikan mengingat pemerintah China mulai membatasi total impor tahunan pada 2019 ke level yang sama seperti pada 2018.
Namun, target itu telah terlampaui dengan impor dalam 11 bulan pertama yang mencapai 299,3 juta ton, di atas jumlah setahun penuh 281,2 juta pada 2018.
Untuk 11 bulan pertama tahun 2019, impor batu bara 10,2% (yoy) lebih tinggi dari pada periode yang sama tahun lalu, Impor batu bara tumbuh 9,6% (yoy) untuk 10 bulan pertama dan naik 9,5% (yoy) sepanjang sembilan bulan pertama tahun ini.
Mengutip riset Mirae Asset Sekuritas yang bertajuk weekly commodities alert, impor batu bara Jepang bulan Oktober secara tak terduga naik 2,5% (yoy) menjadi 15,6 juta ton.
Kenaikan impor batu bara Jepang ditopang oleh kenaikan impor batu bara kokas menjadi 5,8 juta ton atau naik 5,9% (yoy). Kenaikan batu bara kokas diakibatkan oleh produksi baja yang lebih tinggi dibanding bulan sebelumnya.
Persediaan batu bara China pada 6 Desember juga diramal lebih rendah dari persediaan seminggu sebelumnya yang mencapai 16,7 juta ton. Sementara pembakaran batu bara untuk enam pembangkit listrik utama China naik 24,9% (yoy) menjadi 7 juta ton. Dua hal di atas berpotensi menjadi sentimen positif untuk batu bara yang harganya terus tertekan.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(twg/tas) Next Article Sampai Akhir 2019, Harga Batu Bara Tak Kunjung Beranjak
Senin kemarin harga batu bara kontrak berjangka ICE Newcastle ditutup di level US$ 67,05/ton atau turun 0,81% dibanding harga penutupan Jumat pekan lalu. Sejak awal Desember hingga kemarin, harga batu bara sudah terkoreksi 3,18%.
Dalam beberapa hal, mengejutkan bahwa impor batu bara tidak turun signifikan mengingat pemerintah China mulai membatasi total impor tahunan pada 2019 ke level yang sama seperti pada 2018.
Namun, target itu telah terlampaui dengan impor dalam 11 bulan pertama yang mencapai 299,3 juta ton, di atas jumlah setahun penuh 281,2 juta pada 2018.
Untuk 11 bulan pertama tahun 2019, impor batu bara 10,2% (yoy) lebih tinggi dari pada periode yang sama tahun lalu, Impor batu bara tumbuh 9,6% (yoy) untuk 10 bulan pertama dan naik 9,5% (yoy) sepanjang sembilan bulan pertama tahun ini.
Mengutip riset Mirae Asset Sekuritas yang bertajuk weekly commodities alert, impor batu bara Jepang bulan Oktober secara tak terduga naik 2,5% (yoy) menjadi 15,6 juta ton.
Kenaikan impor batu bara Jepang ditopang oleh kenaikan impor batu bara kokas menjadi 5,8 juta ton atau naik 5,9% (yoy). Kenaikan batu bara kokas diakibatkan oleh produksi baja yang lebih tinggi dibanding bulan sebelumnya.
Persediaan batu bara China pada 6 Desember juga diramal lebih rendah dari persediaan seminggu sebelumnya yang mencapai 16,7 juta ton. Sementara pembakaran batu bara untuk enam pembangkit listrik utama China naik 24,9% (yoy) menjadi 7 juta ton. Dua hal di atas berpotensi menjadi sentimen positif untuk batu bara yang harganya terus tertekan.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(twg/tas) Next Article Sampai Akhir 2019, Harga Batu Bara Tak Kunjung Beranjak
Most Popular