
Sampai Akhir 2019, Harga Batu Bara Tak Kunjung Beranjak
Tirta Citradi, CNBC Indonesia
02 January 2020 10:56

Jakarta, CNBC Indonesia - Menutup akhir tahun 2019, harga batu bara melemah di akhir perdagangan 31 Desember 2019 setelah reli di 10 hari terakhir bulan Desember tahun ini. Sejak September hingga akhir tahun harga batu bara nyatanya masih berada di zona nyaman di rentang US$ 66 - US$ 71 per ton.
Pada 31 Desember 2019, harga batu bara berjangka ICE Newcastle ditutup di posisi US$ 69,05/ton. Harga baru bara turun dari perdagangan sebelumnya yang ditutup di level US$ 69,4/ton atau setara dengan terkoreksi sebesar 0,5%.
Nasib malang memang menghampiri komoditas batu bara di tahun ini. Harga batu bara melorot tajam lebih dari 30% sejak awal tahun hingga akhir Agustus. Setelah harga bergerak sideways.
Walau Amerika Serikat dan China telah mencapai kesepakatan fase pertama setelah terlibat dalam kisruh dagang selama 18 bulan terakhir, nyatanya harga batu bara tak banyak terdongkrak. Hal tersebut tercermin dari kinerja impor batu bara di berbagai negara dengan konsumsi batu bara terbesar di kawasan Asia.
Berdasarkan data Refinitiv, impor batu bara China bulanan pada Desember 5,7 juta ton lebih rendah dibanding periode yang sama tahun lalu. Sementara persediaan batu bara di pelabuhan utama China bagian utara yaitu Caofeidian, Qinhuagndao dan Jingtang berada di posisi 14,3 juta ton per 27 Desember lalu. Jumlah tersebut jauh lebih rendah dibanding periode yang sama tahun lalu sebesar 16,67 juta ton.
Beralih ke Jepang dan Korea, impor batu Negeri Sakura dan Negeri Ginseng sejak awal bulan tercatat masing-masing 14,8 juta ton dan 10,3 juta ton. Jumlah tersebut lebih rendah dibanding periode yang sama tahun 2018. Impor batu bara Jepang mencapai 14.9 juta ton dan Korea Selatan mencapai 10,3 juta ton.
Impor batu bara India di bulan Desember tahun ini mencapai 14,5 juta ton, menurun dibanding tahun lalu yang mencapai 16,1 juta ton. Total persediaan batu bara di berbagai pembangkit listrik di India naik menjadi 31,5 juta ton atau setara dengan 18 hari penggunaan.
Saat ini India sebagai negara dengan konsumsi batu bara terbesar kedua setelah China tengah bergulat dengan kebijakan pemerintah yang mewajibkan adanya instalasi fasilitas pengendali polusi sulfur oksida.
Dari 11 pembangkit listrik yang menggunakan bahan bakar batu bara, baru satu yang memiliki fasilitas pengendali polutan tersebut. Sementara sisanya belum. Jika tidak segera melakukan instalasi fasilitas tersebut, maka pemerintah India tak segan untuk menutup unit operasi pembangkit listrik. Pengetatan kebijakan yang pro lingkungan di India menjadi faktor lain yang juga memberatkan harga batu bara di akhir tahun ini.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(twg/twg) Next Article Awal Tahun Harga Batu Bara Naik 1%, Tanda Kebangkitan?
Pada 31 Desember 2019, harga batu bara berjangka ICE Newcastle ditutup di posisi US$ 69,05/ton. Harga baru bara turun dari perdagangan sebelumnya yang ditutup di level US$ 69,4/ton atau setara dengan terkoreksi sebesar 0,5%.
Walau Amerika Serikat dan China telah mencapai kesepakatan fase pertama setelah terlibat dalam kisruh dagang selama 18 bulan terakhir, nyatanya harga batu bara tak banyak terdongkrak. Hal tersebut tercermin dari kinerja impor batu bara di berbagai negara dengan konsumsi batu bara terbesar di kawasan Asia.
Berdasarkan data Refinitiv, impor batu bara China bulanan pada Desember 5,7 juta ton lebih rendah dibanding periode yang sama tahun lalu. Sementara persediaan batu bara di pelabuhan utama China bagian utara yaitu Caofeidian, Qinhuagndao dan Jingtang berada di posisi 14,3 juta ton per 27 Desember lalu. Jumlah tersebut jauh lebih rendah dibanding periode yang sama tahun lalu sebesar 16,67 juta ton.
Beralih ke Jepang dan Korea, impor batu Negeri Sakura dan Negeri Ginseng sejak awal bulan tercatat masing-masing 14,8 juta ton dan 10,3 juta ton. Jumlah tersebut lebih rendah dibanding periode yang sama tahun 2018. Impor batu bara Jepang mencapai 14.9 juta ton dan Korea Selatan mencapai 10,3 juta ton.
Impor batu bara India di bulan Desember tahun ini mencapai 14,5 juta ton, menurun dibanding tahun lalu yang mencapai 16,1 juta ton. Total persediaan batu bara di berbagai pembangkit listrik di India naik menjadi 31,5 juta ton atau setara dengan 18 hari penggunaan.
Saat ini India sebagai negara dengan konsumsi batu bara terbesar kedua setelah China tengah bergulat dengan kebijakan pemerintah yang mewajibkan adanya instalasi fasilitas pengendali polusi sulfur oksida.
Dari 11 pembangkit listrik yang menggunakan bahan bakar batu bara, baru satu yang memiliki fasilitas pengendali polutan tersebut. Sementara sisanya belum. Jika tidak segera melakukan instalasi fasilitas tersebut, maka pemerintah India tak segan untuk menutup unit operasi pembangkit listrik. Pengetatan kebijakan yang pro lingkungan di India menjadi faktor lain yang juga memberatkan harga batu bara di akhir tahun ini.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(twg/twg) Next Article Awal Tahun Harga Batu Bara Naik 1%, Tanda Kebangkitan?
Most Popular