Indonesia Mau jadi Raja Lithium, Angan-angan atau Kenyataan?

Anisatul Umah, CNBC Indonesia
10 December 2019 09:26
Direktur Utama PT Inalum (Persero) atau Mind ID Orias Petrus Moedak memastikan pasokan nikel Indonesia sangat cukup membangun industri baterai lithium.
Foto: Bijih Besi (REUTERS/Beawiharta)
Jakarta, CNBC Indonesia - Indonesia tengah fokus untuk mengembangkan mobil listrik. Demi menyukseskan rencana ini Indonesia butuh industri baterai lithium yang akan menyokong mobil-mobil listrik. Direktur Utama PT Inalum (Persero) atau Mind ID Orias Petrus Moedak memastikan pasokan nikel Indonesia sangat cukup membangun industri baterai lithium.

Peluang ini menurutnya tidak boleh dilewatkan, Indonesia harus bersiap mengambil peluang industri tersebut, jangan sampai ketinggalan. "Untuk baterai lithium kita mesti terlibat jangan sampai ketinggalan zaman. Bahan bakunya di kita kok," ujar Dirut Mind ID Orias Petrus Moedak saat dijumpai di Kantor Kemenko Kemaritiman dan Investasi usai rapat koordinasi, Senin (09/12/2019).

Orias menjelaskan pembahasan rapat terkait soal pasokan nikel, yang jadi salah satu bahan utama baterai lithium yang bisa dipastikan masih sangat cukup untuk dioptimalkan.

"Kita memastikan aja bahwa yang direncanakan progresnya bagaimana, kalau kami kan siapkan nikelnya. Itu saja, kita pastikan kita siap bantu lah," tegasnya.

Tidak hanya bahan baku yang tercukupi, investor yang berniat investasi ke industri baterai lithium juga bertambah. Setalah produsen material baterai terbesar di China untuk kendaraan listrik, yakni Zhejiang Huayou Cobalt Company Ltd yang masih penjajakan. Kini ada lagi investor China yang tertarik investasi.

Hal tersebut disampaikan Direktur Utama PT Antam Tbk Arie Prabowo Ariotedjo. "Yang Huayo masih belum final, tapi kalau tadi beda lagi dengan investor lain lagi dari China. Iya (ada yang tertarik lagi) kita harus lihat yang terbaik," ungkapnya di lokasi sama.

Lebih lanjut dirinya mengatakan tugas Antam adalah menyiapkan sumber dayanya saja berupa ORE. Dirinya belum bisa menyampaikan berapa detail yang akan terserap. "Nggak (kerjasama tidak hanya dengan Antam) nanti macam-macam dukungannya ada dari Pertamina, ada dari PLN, ada Inalum," imbuhnya.

Sebelumnya, menurut mantan Direktur Utama PT Inalum (Persero) Budi Gunadi Sadikin mengatakan Huayo siap investasi hingga US$ 1,83 miliar atau setara Rp 25,6 triliun dan sedang mencari rekan lokal. Budi menyampaikan, memang sejak pertengahan tahun lalu, Huayou berencana untuk membangun smelter nikel di Indonesia.

"Huayou merupakan salah satu mitra strategis yang ingin kami ajak kerja sama karena telah berpengalaman di industri hilirisasi tambang dan juga pernah bekerja sama dengan berbagai perusahaan kelas dunia," jelasnya (17/5/2019).

Lebih lanjut, Holding Industri Pertambangan melalui Inalum dan ANTAM juga berencana untuk membangun pabrik berteknologi High Pressure Acid Leaching (HPAL) dan Rotary Kiln-Electric Furnace (RKEF) lewat kerja sama dengan Huayou. Kedua pabrik ini bisa mendorong hilirisasi nikel menjadi bahan baku baterai litium. (*)
(hps/hps) Next Article Vale Bangun Smelter HPAL, Produknya Bakal Diekspor ke Jepang?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular