
Internasional
Ekonomi Global Kabarnya Pulih Pertengahan 2020?
Wangi Sinintya Mangkuto, CNBC Indonesia
06 December 2019 13:00

Jakarta, CNBC Indonesia - Amerika Serikat dan China saat ini masih berada dalam konflik perang dagang. Sejak awal 2018 konflik tersebut menjadi salah satu penyebab turunnya pertumbuhan global.
Meski demikian, ada secercah harapan bahwa ekonomi global akan membaik di pertengahan 2020 nanti. Setidaknya hal itu-lah yang dipercaya ekonom UBS.
Pejabat Asia Pasifik di UBS Global Wealth Management Adrian Zuercher menilai pemulihan datang bersamaan dengan meredanya perang dagang AS-China.
Perjanjian keduanya diperkirakan bisa segera terealisasi. Kebijakan moneter dari sejumlah bank sentral di dunia juga akan terlihat pengaruhnya tahun depan.
"Perbaikan yang signifikan akan terjadi mulai pertengahan 2020, tepatnya di kuartal IV-2019," katanya sebagaimana dilansir dari CNBC Internasional, Jumat (6/12/2019).
Berbeda dari kebanyakan pihak yang kerap tak percaya dengan kemungkinan damai dagang AS-China, ia mengaku yakin AS akan mempertimbangkan kembali pencabutan tarif pada barang China.
"Mungkin tarif Desember bisa dihilangkan. Itu akan baik untuk perbaikan ekonomi secara perlahan," katanya.
Sementara itu, China tutup mulut terkait ketidakpastian akhir perang dagang. Bahkan pemerintah terkesan enggan memastikan kapan poin-poin kesepakatan akan ditanda-tangani.
"China percaya jika kedua belah pihak mencapai kesepakatan 'Fase I', tarif-tarif yang relevan harus diturunkan," kata Juru Bicara Menteri Perdagangan China Gao Feng.
Pernyataan ini menegaskan kembali posisi China. Negara ini menekankan keharusan adanya pembatalan semua tarif yang ditetapkan AS.
Padahal AS sempat berujar sulit mengabulkan hal ini. Trump menginginkan deal yang lebih dari sekedar soal teknologi dan pembelian produk pangan, untuk menuruti keinginan China itu.
Meski demikian, di kesempatan itu Gao mengaku pihaknya masih terus melakukan komunikasi intensif. Tetapi menutup rapat detail tambahan tentang negosiasi.
Ia pun tidak menjawab saat ditanya wartawan soal dampak kenaikan tarif barang impor China di AS, 15 Desember nanti. Ia juga enggan memaparkan barang apa saja yang akan kena sanksi.
Sementara itu, dalam konferensi pers-nya di sela-sela pertemuan dengan negara NATO, Trump meminta semua orang bersabar untuk melihat ending perang dagang. Bahkan ia mengatakan bisa saja perdamaian baru terjadi 2020, setelah Pemilu Presiden AS dilakukan.
Hal ini mengundang komentar dari Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Hua Chunying. "Kita memang tidak menentukan deadline untuk mencapai sebuah kesepakatan atau tidak," tegasnya di media yang sama.
Ia mengatakan China selalu jelas. Pembicaraan damai harus didasarkan pada keadilan dan saling menghormati.
"Hasilnya pun harus sama-sama menguntungkan dan diterima dua belah pihak," katanya.
Dana Moneter Internasional I(MF) memproyeksi pertumbuhan global hanya sebesar 3% atau turun dari proyeksi sebelumnya di Juli 3,2%. Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) malah lebih parah. Lembaga ini menyebutkan ekonomi hanya tumbuh 2,9% di tahun ini.
(sef/sef) Next Article Fitch Ramal Ekonomi Global Stabil Tahun Depan, Ini Sebabnya
Meski demikian, ada secercah harapan bahwa ekonomi global akan membaik di pertengahan 2020 nanti. Setidaknya hal itu-lah yang dipercaya ekonom UBS.
Pejabat Asia Pasifik di UBS Global Wealth Management Adrian Zuercher menilai pemulihan datang bersamaan dengan meredanya perang dagang AS-China.
"Perbaikan yang signifikan akan terjadi mulai pertengahan 2020, tepatnya di kuartal IV-2019," katanya sebagaimana dilansir dari CNBC Internasional, Jumat (6/12/2019).
Berbeda dari kebanyakan pihak yang kerap tak percaya dengan kemungkinan damai dagang AS-China, ia mengaku yakin AS akan mempertimbangkan kembali pencabutan tarif pada barang China.
"Mungkin tarif Desember bisa dihilangkan. Itu akan baik untuk perbaikan ekonomi secara perlahan," katanya.
Sementara itu, China tutup mulut terkait ketidakpastian akhir perang dagang. Bahkan pemerintah terkesan enggan memastikan kapan poin-poin kesepakatan akan ditanda-tangani.
"China percaya jika kedua belah pihak mencapai kesepakatan 'Fase I', tarif-tarif yang relevan harus diturunkan," kata Juru Bicara Menteri Perdagangan China Gao Feng.
Pernyataan ini menegaskan kembali posisi China. Negara ini menekankan keharusan adanya pembatalan semua tarif yang ditetapkan AS.
Padahal AS sempat berujar sulit mengabulkan hal ini. Trump menginginkan deal yang lebih dari sekedar soal teknologi dan pembelian produk pangan, untuk menuruti keinginan China itu.
Meski demikian, di kesempatan itu Gao mengaku pihaknya masih terus melakukan komunikasi intensif. Tetapi menutup rapat detail tambahan tentang negosiasi.
Ia pun tidak menjawab saat ditanya wartawan soal dampak kenaikan tarif barang impor China di AS, 15 Desember nanti. Ia juga enggan memaparkan barang apa saja yang akan kena sanksi.
Sementara itu, dalam konferensi pers-nya di sela-sela pertemuan dengan negara NATO, Trump meminta semua orang bersabar untuk melihat ending perang dagang. Bahkan ia mengatakan bisa saja perdamaian baru terjadi 2020, setelah Pemilu Presiden AS dilakukan.
Hal ini mengundang komentar dari Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Hua Chunying. "Kita memang tidak menentukan deadline untuk mencapai sebuah kesepakatan atau tidak," tegasnya di media yang sama.
Ia mengatakan China selalu jelas. Pembicaraan damai harus didasarkan pada keadilan dan saling menghormati.
"Hasilnya pun harus sama-sama menguntungkan dan diterima dua belah pihak," katanya.
Dana Moneter Internasional I(MF) memproyeksi pertumbuhan global hanya sebesar 3% atau turun dari proyeksi sebelumnya di Juli 3,2%. Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) malah lebih parah. Lembaga ini menyebutkan ekonomi hanya tumbuh 2,9% di tahun ini.
(sef/sef) Next Article Fitch Ramal Ekonomi Global Stabil Tahun Depan, Ini Sebabnya
Most Popular