Bara Api Perang Dagang Memanas, IHSG Pasrah Terkoreksi

Dwi Ayuningtyas, CNBC Indonesia
04 December 2019 16:44
Bara Api Perang Dagang Memanas, IHSG Pasrah Terkoreksi
Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sepanjang perdagangan hari ini (4/12/2019) tidak dapat melepaskan diri dari perangkap zona merah dan harus pasrah mencatatkan koreksi 0,34% ke level 6.112,88 indeks poin.



Saham-saham yang turut menekan kinerja IHSG dari sisi nilai transaksi di antaranya PT Transcoal Pacific Tbk/TCPI (-2,98%), PT Matahari Department Store Tbk/LPPF (-2,67%), PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk/ICBP (-2,63%), PT United Tractors Tbk/UNTR (-2,13%), PT Bank Negara Indonesia Tbk/BBNI (-1,66%).

Performa IHSG berbanding lurus dengan kinerja bursa saham utama di kawasan Asia yang juga diterpa aksi jual. Indeks Hang Seng anjlok 1,25%, indeks Nikkei anjlok 1,05%, indeks Kospi melemah 0,73%, indeks Straits Times melemah 0,48%, indeks Shanghai melemah 0,23%.

Indeks Hang Seng mencatatkan koreksi paling dalam karena ditekan oleh sentimen rilis data ekonomi yang mengecewakan. Angka PMI versi Markit bulan November kembali terkontraksi ke level 38,5, dari sebelumnya 39,3 di bulan Oktober. Ini merupakan perolehan terendah sejak April 2003, dilansir Trading Economics.

Lebih lanjut, pelemahan di pasar saham Benua Kuning seiring dengan investor yang semakin pesimis atas perkembangan kesepakatan dagang Amerika Serikat (AS) dan China.

Pasalnya, Presiden AS Donald Trump mengatakan bahwa dirinya tidak akan terburu-buru untuk menekan kesepakatan dagang dengan China. Bahkan hal itu bisa menunggu hingga pemilihan umum (pemilu) presiden AS tahun depan. Padahal pergelaran Pemilu Presiden AS dijadwalkan berlangsung pada November 2020.

"Saya tidak punya tenggat waktu, tidak. Bahkan, saya senang dengan ide menunggu sampai setelah Pemilu untuk mencapai kesepakatan dengan China. Namun mereka (China) ingin ada kesepakatan sekarang, jadi kita lihat saja," ungkap Trump kepada para jurnalis di London, seperti diberitakan Reuters.

Dengan demikian besar kemungkinan friksi dagang kedua negara akan terus berlanjut dan bahkan terekskalasi lebih jauh. Pasalnya masih terdapat kemungkinan bahwa Washington akan mengenakan bea masuk lagi minggu depan.

Kemarin (3/12/2019) Kementerian Perdagangan AS Wilbur Ross mengatakan saat ini dialog dagang terus berlanjut di level staf, namun tidak di level tinggi. Ross menambahkan bahwa pengenaan bea masuk atas produk impor China senilai US$ 156 miliar pada 15 Desember 2019 akan berlaku efektif jika tidak ada perkembangan signifikan terkait perjanjian damai dagang, dilansir CNBC International.

Di lain pihak, merujuk pada pemberitaan tabloid yang berafiliasi dengan pemerintah China, Global Times, Negeri Tiongkok akan segera merilis daftar entitas yang tidak dapat diandalkan, di mana perusahaan atau institusi akan diberikan sanksi jika terbukti mengganggu kepentingan China, dikutip dari Reuters.

Sebelumnya, salah satu pejabat China menyampaikan kepada Reuters di bulan Oktober bahwa daftar tersebut akan diumumkan ketika situasi dagang dengan AS berada di kondisi "paling tegang."
Di lain pihak, pelaku pasar semakin dibuat cemas karena ada risiko perang dagang mengular, tidak hanya antara AS dan China, tetapi juga antara AS dengan Argentina, Brazil, dan Perancis.

Pada Senin (2/12/2019) malam waktu setempat, Presiden AS Donald Trump menegaskan segera memberlakukan bea masuk untuk impor baja dan aluminium dari Brasil dan Argentina. Trump berargumen bahwa selama ini mata uang dua negara tersebut terlalu lemah sehingga merugikan AS.

"Brasil dan Argentina telah melemahkan mata uang mereka, yang ini tidak bagus buat para petani kita. Oleh karena itu, berlaku efektif segera, saya akan mengenakan bea masuk bagi impor baja dan aluminium dari dua negara tersebut,” tegas Trump dalam cuitan Twitter lainnya.

Trump juga mengancam mengenakan tarif hingga 100% atas barang-barang Prancis senilai US$ 2,4 miliar. Produk yang terancam dikenai tarif itu termasuk anggur dan keju.

Ancaman ini diberikan karena Prancis dianggap telah melakukan diskriminasi atas pajak layanan digital bagi perusahaan asal AS. Untuk diketahui, Presiden Prancis Emmanuel Macron pada Juli 2019 memperkenalkan kenaikan pajak digital sebesar 3% untuk pendapatan yang didapat perusahaan di wilayah Negeri Mode tersebut, dilansir dari Reuters.

Meskipun Pemerintah Prancis menyampaikan bahwa ini berlaku untuk semua perusahaan, tetapi Menteri Keuangan Prancis, Bruno Le Maire diketahui berkali-kali menyebutkan bahwa kenaikan pajak akan diberikan pada perusahaan seperti Google, Apple, Facebook, dan Amazon.

Trump berpendapat bahwa tindakan tersebut tidak adil dan AS, sebagai negara asal adalah pihak yang paling berhak mengenakan pajak, bukan negara lain.

"Mereka adalah perusahaan AS, mereka adalah perusahaan teknologi. Mereka bukan orang-orang kesukaan saya, tetapi saya tidak peduli karena mereka adalah perusahaan AS. Kami ingin memajaki perusahaan AS, bukan orang lain yang membebankan pajak kepada mereka. Apalagi pajaknya akan tinggi," jelas Trump di sela-sela pertemuan Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) di London, seperti diberitakan Reuters.

Perang dagang antara AS-China saja sudah jelas-jelas terbukti menekan ekonomi kedua negara. Rilis data ekonomi China terbaru mencatat bahwa investasi modal pada perusahaan milik China tercatat tumbuh dengan laju paling lambat dalam tiga tahun, dilansir Reuters.

Dengan risiko perang dagang yang terekskalasi bahkan meluar, analis berekspektasi bahwa ekonomi global akan semakin melambat.

Alhasil, dengan berbagai sentimen negatif, wajar saha jika pelaku pasar memilih melipir bermain di aset-aset aman (safe haven) dan menjauh dari aset-aset berisiko seperti pasar saham.

TIM RISET CNBC INDONESIA
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular