
Tertatih Seharian, IHSG Berhasil Ditutup Menguat Tipis
Dwi Ayuningtyas, CNBC Indonesia
03 December 2019 16:46

Jakarta, CNBC Indonesia - Mengawali perdagangan hari ini (3/12/2019) di zona merah, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berhasil mencatatkan penguatan di akhir perdagangan dengan naik tipis 0,06% ke level 6.133,9 indeks poin.
Dari grafik di bawah ini, terlihat bahwa penguatan IHSG terjadi di detik-detik terakhir, setelah hampir sepanjang perdagangan hari ini bergerak di zona merah.
Saham-saham yang turut menopang kinerja IHSG dari sisi nilai transaksi termasuk PT Smartfren Telecom Tbk/FREN (13,01%), PT Matahari Department Store Tbk/LPPF (5,04%), PT MNC Vision Networks Tbk/IPTV (4,85%), PT Media Nusantara Citra Tbk/MNCN (3,91%), PT Gudang Garam Tbk/GGRM (3,24%).
Performa IHSG berbanding terbalik dengan mayoritas bursa saham utama kawasan Asia yang juga melemah. Indeks Nikkei anjlok 0,64%, indeks Strait Times turun 0,51%, indeks Kospi turun 0,38%, indeks Hang Seng melemah 0,2%. Hanya indeks Shanghai yang mencatatkan penguatan 0,31%.
Bursa saham acuan Benua Kuning diterpa aksi jual seiring dengan awan kelabu yang menyelimuti kesepakatan dagang Amerika Serikat (AS) dan China fase pertama.
Pasalnya, informasi terbaru menyebutkan China telah melakukan serangan balasan ke AS karena dianggap ikut campur soal demonstrasi yang terjadi di Hong Kong.
Beijing memutuskan untuk melarang kapal dan pesawat militer milik Negeri Paman Sam untuk mengunjungi Hong Kong dan memberikan sanksi kepada lembaga swadaya masyarakat (LSM) asal AS. Sanksi ini berlaku mulai hari Senin (2/12/2019).
"Sebagai respons dari kelakuan yang tidak berdasar dari AS, pemerintah China telah memutuskan tidak memberi izin pada kapal perang AS untuk berlabuh di Hong Kong," kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Hau Chunying, dikutip dari AFP.
Keputusan tersebut merupakan respon dari tindakan Presiden AS Donald Trump yang mengesahkan undang-undang (UU) penegakan hak asasi manusia dan demonstrasi di Hong Kong, di mana salah satu pasalnya memungkinkan dijatuhkannya sanksi terhadap individu yang dianggap melakukan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) di Hong Kong. Sanksi ii tidak tertutup juga berlaku bagi aparat dan pejabat China.
Larangan dan sanksi yang ditetapkan Beijing berisiko memantik amarah Washington dan bisa saja berujung pada gagalnya penandatangan perjanjian dagang tahap satu.
Sebelumnya investor sudah cukup pesimis bahwa perjanjian dapat ditekan karena tabloid Global Times (yang berafiliasi dengan pemerintah China) pada Minggu (1/12/2019), mengungkapkan prioritas utama Beijing dalam kesepakatan dagang adalah penghapusan keseluruhan tarif yang berlaku pada produk impor asal China, dilansir dari CNBC International.
Akan tetapi, laporan yang sama menyebutkan bahwa pihak Washington telah menolak permintaan tersebut karena tarif merupakan satu-satunya senjata AS dalam perang dagang dan merelakan amunisi tersebut sama artinya dengan "menyerah." Pada dasarnya IHSG terbilang cukup beruntung dapat finis di zona hijau pada perdagangan hari ini. Hal ini dikarenakan, perang dagang AS dengan China belum usai, tapi Trump justru menginisiasi babak perang dagang baru dengan negara di kawasan Amerika Latin dan Eropa.
Malam tadi waktu Indonesia, Presiden AS Donald Trump menegaskan segera memberlakukan bea masuk untuk impor baja dan aluminium dari Brasil dan Argentina. Sang presiden ke-45 Negeri Adidaya beralasan selama ini mata uang dua negara tersebut terlalu lemah sehingga merugikan AS.
"Brasil dan Argentina telah melemahkan mata uang mereka, yang ini tidak bagus buat para petani kita. Oleh karena itu, berlaku efektif segera, saya akan mengenakan bea masuk bagi impor baja dan aluminium dari dua negara tersebut.
The Federal Reserve (Bank Sentral AS) seharusnya bertindak sehingga negara-negara seperti itu tidak lagi memanfaatkan penguatan dolar AS untuk melemahkan mata uangnya. Situasi ini membuat manufaktur dan petani kita kesulitan untuk mengekspor. Turunkan bunga dan longgarkan, Fed!" tegas Trump dalam cuitan Twitter lainnya.
Selain dengan kedua negara Amerika Latin tersebut, Trump juga menabuh genderang perang dagang dengan Prancis. Trump mengancam mengenakan tarif hingga 100% atas barang-barang Prancis senilai US$ 2,4 miliar. Produk yang terancam dikenai tarif itu termasuk anggur dan keju.
Ancaman ini diberikan karena Prancis dianggap telah melakukan diskriminasi atas pajak layanan digital bagi perusahaan asal AS, dilansir dari AFP.
Hal ini berdasarkan fakta yang ditemukan Perwakilan Dagang AS, di mana Negeri Mode tersebut memberi pajak yang tinggi pada perusahaan teknologi asal AS, seperti Google, Apple, Facebook, dan Amazon.
Menteri Keuangan Prancis, Bruno Le Maire, mengatakan bahwa ancaman bea masuk AS atas produk impor asal Prancis “tidak bisa diterima” dan Uni Eropa siap untuk mengajukan serangan balasan.
“Pada kasus sanksi baru (bea masuk) AS, Uni Eropa akan siap untuk melakukan tindakan balasan,” ujar Le Maire kepada Radio Classique seperti diwartakan Reuters.
Selain itu, AS juga diketahui tengah melakukan penyelidikan pada Austria, Italia, dan Turki. Jika ketiga negara tersebut ditemukan melakukan kecurangan, maka Washington tidak segan melayangkan bea masuk.
Risiko perang dagang yang meluas akan semakin menyakiti industri manufaktur global. Sebab, perang dagang terbukti telah merusak rantai pasok dan menurunkan produksi industri.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(dwa/dwa) Next Article Jelang Musim Laporan Keuangan, Ini Emiten Yang Mulai Diborong
Dari grafik di bawah ini, terlihat bahwa penguatan IHSG terjadi di detik-detik terakhir, setelah hampir sepanjang perdagangan hari ini bergerak di zona merah.
Performa IHSG berbanding terbalik dengan mayoritas bursa saham utama kawasan Asia yang juga melemah. Indeks Nikkei anjlok 0,64%, indeks Strait Times turun 0,51%, indeks Kospi turun 0,38%, indeks Hang Seng melemah 0,2%. Hanya indeks Shanghai yang mencatatkan penguatan 0,31%.
Bursa saham acuan Benua Kuning diterpa aksi jual seiring dengan awan kelabu yang menyelimuti kesepakatan dagang Amerika Serikat (AS) dan China fase pertama.
Pasalnya, informasi terbaru menyebutkan China telah melakukan serangan balasan ke AS karena dianggap ikut campur soal demonstrasi yang terjadi di Hong Kong.
Beijing memutuskan untuk melarang kapal dan pesawat militer milik Negeri Paman Sam untuk mengunjungi Hong Kong dan memberikan sanksi kepada lembaga swadaya masyarakat (LSM) asal AS. Sanksi ini berlaku mulai hari Senin (2/12/2019).
"Sebagai respons dari kelakuan yang tidak berdasar dari AS, pemerintah China telah memutuskan tidak memberi izin pada kapal perang AS untuk berlabuh di Hong Kong," kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Hau Chunying, dikutip dari AFP.
Keputusan tersebut merupakan respon dari tindakan Presiden AS Donald Trump yang mengesahkan undang-undang (UU) penegakan hak asasi manusia dan demonstrasi di Hong Kong, di mana salah satu pasalnya memungkinkan dijatuhkannya sanksi terhadap individu yang dianggap melakukan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) di Hong Kong. Sanksi ii tidak tertutup juga berlaku bagi aparat dan pejabat China.
Larangan dan sanksi yang ditetapkan Beijing berisiko memantik amarah Washington dan bisa saja berujung pada gagalnya penandatangan perjanjian dagang tahap satu.
Sebelumnya investor sudah cukup pesimis bahwa perjanjian dapat ditekan karena tabloid Global Times (yang berafiliasi dengan pemerintah China) pada Minggu (1/12/2019), mengungkapkan prioritas utama Beijing dalam kesepakatan dagang adalah penghapusan keseluruhan tarif yang berlaku pada produk impor asal China, dilansir dari CNBC International.
Akan tetapi, laporan yang sama menyebutkan bahwa pihak Washington telah menolak permintaan tersebut karena tarif merupakan satu-satunya senjata AS dalam perang dagang dan merelakan amunisi tersebut sama artinya dengan "menyerah." Pada dasarnya IHSG terbilang cukup beruntung dapat finis di zona hijau pada perdagangan hari ini. Hal ini dikarenakan, perang dagang AS dengan China belum usai, tapi Trump justru menginisiasi babak perang dagang baru dengan negara di kawasan Amerika Latin dan Eropa.
Malam tadi waktu Indonesia, Presiden AS Donald Trump menegaskan segera memberlakukan bea masuk untuk impor baja dan aluminium dari Brasil dan Argentina. Sang presiden ke-45 Negeri Adidaya beralasan selama ini mata uang dua negara tersebut terlalu lemah sehingga merugikan AS.
"Brasil dan Argentina telah melemahkan mata uang mereka, yang ini tidak bagus buat para petani kita. Oleh karena itu, berlaku efektif segera, saya akan mengenakan bea masuk bagi impor baja dan aluminium dari dua negara tersebut.
The Federal Reserve (Bank Sentral AS) seharusnya bertindak sehingga negara-negara seperti itu tidak lagi memanfaatkan penguatan dolar AS untuk melemahkan mata uangnya. Situasi ini membuat manufaktur dan petani kita kesulitan untuk mengekspor. Turunkan bunga dan longgarkan, Fed!" tegas Trump dalam cuitan Twitter lainnya.
Selain dengan kedua negara Amerika Latin tersebut, Trump juga menabuh genderang perang dagang dengan Prancis. Trump mengancam mengenakan tarif hingga 100% atas barang-barang Prancis senilai US$ 2,4 miliar. Produk yang terancam dikenai tarif itu termasuk anggur dan keju.
Ancaman ini diberikan karena Prancis dianggap telah melakukan diskriminasi atas pajak layanan digital bagi perusahaan asal AS, dilansir dari AFP.
Hal ini berdasarkan fakta yang ditemukan Perwakilan Dagang AS, di mana Negeri Mode tersebut memberi pajak yang tinggi pada perusahaan teknologi asal AS, seperti Google, Apple, Facebook, dan Amazon.
Menteri Keuangan Prancis, Bruno Le Maire, mengatakan bahwa ancaman bea masuk AS atas produk impor asal Prancis “tidak bisa diterima” dan Uni Eropa siap untuk mengajukan serangan balasan.
“Pada kasus sanksi baru (bea masuk) AS, Uni Eropa akan siap untuk melakukan tindakan balasan,” ujar Le Maire kepada Radio Classique seperti diwartakan Reuters.
Selain itu, AS juga diketahui tengah melakukan penyelidikan pada Austria, Italia, dan Turki. Jika ketiga negara tersebut ditemukan melakukan kecurangan, maka Washington tidak segan melayangkan bea masuk.
Risiko perang dagang yang meluas akan semakin menyakiti industri manufaktur global. Sebab, perang dagang terbukti telah merusak rantai pasok dan menurunkan produksi industri.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(dwa/dwa) Next Article Jelang Musim Laporan Keuangan, Ini Emiten Yang Mulai Diborong
Most Popular