Ada Perang Segitiga AS-Brasil-Argentina, Rupiah Wajib Waspada

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
03 December 2019 08:29
Ada Perang Segitiga AS-Brasil-Argentina, Rupiah Wajib Waspada
Ilustrasi Rupiah dan Dolar AS (CNBC Indonesia)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) dibuka menguat tipis di perdagangan pasar spot haru ini. Namun rupiah tetap harus waspada karena hawa perang dagang yang menguat.

Pada Selasa (3/12/2019), US$ 1 setara dengan Rp 14.110 kala pembukaan pasar spot. Rupiah menguat 0,07% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya.

Namun, sepertinya apresiasi rupiah disebabkan oleh intervensi Bank Indonesia (BI). Pagi ini, pasar Domestic Non-Deliverable Forwards (DNDF) sudah aktif sebelum pukul 08:00 WIB tepatnya jam 07:06 WIB. Ini sudah menjadi pertanda bahwa MH Thamrin melakukan penjagaan ketat kepada rupiah.


Seiring perjalanan pasar, penguatan rupiah yang tipis itu pun habis. Pada pukul 08:12 WIB, US$ 1 sudah dihargai Rp 14.120, sama persis dengan posisi penutupan perdagangan kemarin alias stagnan.

Rupiah memang harus ekstra waspada hari ini karena berbagai uang utama Asia melemah di hadapan dolar AS. Berikut 'klasemen' mata uang utama Asia pada pukul 08:13 WIB:

 


Sentimen eksternal memang sedang tidak mendukung pelaku pasar untuk masuk ke Asia. Investor khawatir terhadap genderang perang dagang yang kembali terdengar. Masih melibatkan AS, tetapi kali ini lawannya bukan China.

Presiden AS Donald Trump menegaskan segera memberlakukan bea masuk untuk impor baja dan aluminium dari Brasil dan Argentina. Sang presiden ke-45 Negeri Adidaya beralasan selama ini mata uang dua negara tersebut terlalu lemah sehingga merugikan AS.


"Brasil dan Argentina telah melemahkan mata uang mereka, yang ini tidak bagus buat para petani kita. Oleh karena itu, berlaku efektif segera, saya akan mengenakan bea masuk bagi impor baja dan aluminium dari dua negara tersebut. The Federal Reserve (Bank Sentral AS) seharusnya bertindak sehingga negara-negara seperti itu tidak lagi memanfaatkan penguatan dolar AS untuk melemahkan mata uangnya. Situasi ini membuat manufaktur dan petani kita kesulitan untuk mengekspor. Turunkan bunga dan longgarkan, Fed!" tegas Trump dalam cuitan di Twitter.


Sebenarnya kalau mau dilihat lebih dalam, alasan Trump kurang tepat. Memang mata uang real Brasil dan peso Argentina melemah. Sejak awal tahun, depresiasi mata uang Negeri Lionel Messi dan Negeri Neymar Jr mencapai masing-masing 59,17% dan 8,84%.

Pergerakan peso Argentina (ARS) dan real Brasil (BRL)
Sumber: Refinitiv
 
Namun bukan berarti Argentina dan Brasil happy-happy saja mata uangnya melemah. Bank Sentral Brasil, misalnya, sudah menurunkan suku bunga acuan tiga kali. Argentina, yang tahun lalu mengalami krisis mata uang, sampai meminta bantuan ke Dana Moneter Internasional (IMF) untuk membantu menopang neraca pembayaran mereka yang tertekan akibat depresiasi peso.


Maklum, Argentina dan Brasil adalah negara-negara berkembang. Berbeda dengan negara-negara maju yang mendambakan inflasi, Argentina dan Brasil malah mau menekan inflasi serendah-rendahnya.

Pada Oktober, inflasi Brasil sudah terkendali yaitu di 2,54% year-on-year (YoY). Jauh melambat dibandingkan posisi puncak tahun ini yaitu pada April yang sebesar 4,94% YoY.

Argentina yang masih menyedihkan. Inflasi Argentina pada Oktober memang merupakan yang terendah sejak Januari. Namun angkanya masih luar biasa yakni 50,5% YoY!

Laju inflasi Argentina dan Brasil (Refinitiv)

Upaya pengendalian inflasi tentu membutuhkan nilai tukar yang kondusif. Mata uang yang terlalu lemah membuat barang impor semakin mahal sehingga inflasi impor (imported inflation) membengkak. Bukan sebuah kondisi yang ideal.


Oleh karena itu, berbagai kalangan agak bingung dengan keputusan Trump. Sampai-sampai ada kesimpulan bahwa Argentina dan Brasil menjadi korban pelampiasan AS yang sedang terlibat perang dagang dengan China.

"Bagi orang-orang Brasil, langkah Trump kali ini seperti balas dendam urusan kedelai. China mengimpor kedelai dari Brasil karena kedelai AS lebih mahal akibat pengenaan bea masuk. Mungkin AS tidak suka Brasil menggantikan mereka di pasar China," tutur Kim Catechis, Head of Investment Strategy di Martin Currie, seperti diberitakan Reuters.


Pemerintahan kedua negara mencoba menepis anggapan tersebut. Jair Bolsonero, Presiden Brasil, tidak melihat kebijakan Trump sebagai langkah balas dendam. "Saya tidak melihat ini sebagai balas dendam. Saya akan menghubungi beliau sehingga tidak menghukum kami. Saya hampir yakin beliau akan mendengarkan kami," kata Bolsonero, seperti diwartakan Reuters.

Perang dagang yang memanas membuat investor memilih untuk bermain aman. Akibatnya, arus modal masuk ke negara-negara berkembang menjadi seret. Hasilnya jelas, mata uang Asia terjebak di jalur merah.


TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular