
IHSG Sempat di Bawah 6.000, Terlemah Kedua Asia Pekan Ini
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
30 November 2019 13:00

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melemah tajam sepanjang pekan ini. Bahkan IHSG jadi salah satu indeks saham terlemah di Asia.
Sepanjang minggu ini, IHSG melorot 1,45%. Bahkan IHSG sempat berada di bawah level 6.000, terendah sejak Mei lalu.
IHSG bergerak searah dengan indeks saham utama lainnya yang mayoritas terkoreksi. Namun pelemahan IHSG adalah salah satu yang terdalam, tepatnya di posisi kedua terbawah setelah KLCI Malaysia.
Berikut perkembangan indeks saham Asia sepanjang minggu ini:
Hubungan Amerika Serikat (AS)-China yang memburuk menjadi penyebab minimnya minat investor untuk masuk ke pasar keuangan negara-negara berkembang Asia. Usai Presiden AS Donald Trump menandatangani Undang-undang (UU) penegakan demokrasi dan hak asasi manusia di Hong Kong, relasi dua perekonomian terbesar di planet bumi merenggang.
"Saya meneken UU ini sebagai bentuk respek kepada Presiden Xi (Jinping), China, dan rakyat Hong Kong. UU ini disahkan dengan harapan pemimpin dan perwakilan China di Hong Kong dapat mengatasi perbedaan serta menciptakan perdamaian dan kemakmuran bagi semua," kata Trump melalui keterangan tertulis.
Seperti diduga, China pun murka. Kementerian Luar Negeri China menegaskan Beijing pasti akan melakukan 'serangan balasan'.
"Anda lihat saja. Apa yang akan terjadi, terjadilah," tegas Geng Shuang, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China, seperti dikutip dari Reuters.
Kemesraan AS-China yang memudar membuat prospek damai dagang menjadi samar-samar. Kalau sampai kesepakatan dagang Fase I gagal dan api perang dagang kembali berkobar, maka rantai pasok global tidak akan pulih bahkan semakin parah. Perlambatan ekonomi bahkan resesi akan menjadi berita yang datang bertubi-tubi.
Ini tentu membuat investor enggan masuk ke instrumen-instrumen berisiko di negara berkembang. Selama pekan ini, investor asing membukukan jual bersih Rp 2,68 triliun di Bursa Efek Indonesia.
Selain risiko perang dagang AS-China, investor juga mencemaskan data-data ekonomi di Asia yang mengecewakan. Misalnya, produksi industri Jepang pada Oktober 2019 turun 7,4% year-on-year (YoY). Jauh memburuk ketimbang bulan sebelumnya yang naik 1,3%.
Secara month-on-month (MoM), produksi industri Negeri Matahari Terbit juga terkontraksi 4,2%. Padahal bulan sebelumnya masih naik 1,7%.
Beberapa produksi yang turun antara lain mesin untuk kebutuhan umum (-14,5% MoM), kendaraan bermotor (-7,8% MoM), mesin untuk kebutuhan bisnis (-6,5% MoM), dan mesin untuk kebutuhan produksi (-6,4% MoM). Sedangkan yang masih naik adalah suku cadang elektronik (0,9% MoM).
Korea Selatan juga membukukan penurunan produksi industri. Pada Oktober, produksi industri Negeri Ginseng turun 2,5% YoY. Pada September, produksi industri masih tumbuh 0,4%.
Tidak hanya negara maju, di negara berkembang pun terjadi perlambatan. Produksi industri Vietnam pada November 2019 tumbuh 5,4% YoY. Walau tumbuh, tetapi ini menjadi catatan terendah sejak Januari 2017.
Kemudian penjualan ritel di Negeri Paman Ho pada November 2019 tumbuh 12,6% YoY. Melambat dibandingkan bulan sebelumnya yang naik 13,3%.
Data-data ini menunjukkan bahwa 'suasana kebatinan' di Asia masih penuh keprihatinan. Walau belum resesi, tetapi perlambatan ekonomi terpampang nyata dan ini membuat investor menjauh untuk sementara.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Kamis Kelabu! Asing Kabur Rp 668 M, IHSG Jatuh 5% Lebih
Sepanjang minggu ini, IHSG melorot 1,45%. Bahkan IHSG sempat berada di bawah level 6.000, terendah sejak Mei lalu.
IHSG bergerak searah dengan indeks saham utama lainnya yang mayoritas terkoreksi. Namun pelemahan IHSG adalah salah satu yang terdalam, tepatnya di posisi kedua terbawah setelah KLCI Malaysia.
Berikut perkembangan indeks saham Asia sepanjang minggu ini:
Hubungan Amerika Serikat (AS)-China yang memburuk menjadi penyebab minimnya minat investor untuk masuk ke pasar keuangan negara-negara berkembang Asia. Usai Presiden AS Donald Trump menandatangani Undang-undang (UU) penegakan demokrasi dan hak asasi manusia di Hong Kong, relasi dua perekonomian terbesar di planet bumi merenggang.
"Saya meneken UU ini sebagai bentuk respek kepada Presiden Xi (Jinping), China, dan rakyat Hong Kong. UU ini disahkan dengan harapan pemimpin dan perwakilan China di Hong Kong dapat mengatasi perbedaan serta menciptakan perdamaian dan kemakmuran bagi semua," kata Trump melalui keterangan tertulis.
Seperti diduga, China pun murka. Kementerian Luar Negeri China menegaskan Beijing pasti akan melakukan 'serangan balasan'.
"Anda lihat saja. Apa yang akan terjadi, terjadilah," tegas Geng Shuang, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China, seperti dikutip dari Reuters.
Kemesraan AS-China yang memudar membuat prospek damai dagang menjadi samar-samar. Kalau sampai kesepakatan dagang Fase I gagal dan api perang dagang kembali berkobar, maka rantai pasok global tidak akan pulih bahkan semakin parah. Perlambatan ekonomi bahkan resesi akan menjadi berita yang datang bertubi-tubi.
Ini tentu membuat investor enggan masuk ke instrumen-instrumen berisiko di negara berkembang. Selama pekan ini, investor asing membukukan jual bersih Rp 2,68 triliun di Bursa Efek Indonesia.
Selain risiko perang dagang AS-China, investor juga mencemaskan data-data ekonomi di Asia yang mengecewakan. Misalnya, produksi industri Jepang pada Oktober 2019 turun 7,4% year-on-year (YoY). Jauh memburuk ketimbang bulan sebelumnya yang naik 1,3%.
Secara month-on-month (MoM), produksi industri Negeri Matahari Terbit juga terkontraksi 4,2%. Padahal bulan sebelumnya masih naik 1,7%.
Beberapa produksi yang turun antara lain mesin untuk kebutuhan umum (-14,5% MoM), kendaraan bermotor (-7,8% MoM), mesin untuk kebutuhan bisnis (-6,5% MoM), dan mesin untuk kebutuhan produksi (-6,4% MoM). Sedangkan yang masih naik adalah suku cadang elektronik (0,9% MoM).
Korea Selatan juga membukukan penurunan produksi industri. Pada Oktober, produksi industri Negeri Ginseng turun 2,5% YoY. Pada September, produksi industri masih tumbuh 0,4%.
Tidak hanya negara maju, di negara berkembang pun terjadi perlambatan. Produksi industri Vietnam pada November 2019 tumbuh 5,4% YoY. Walau tumbuh, tetapi ini menjadi catatan terendah sejak Januari 2017.
Kemudian penjualan ritel di Negeri Paman Ho pada November 2019 tumbuh 12,6% YoY. Melambat dibandingkan bulan sebelumnya yang naik 13,3%.
Data-data ini menunjukkan bahwa 'suasana kebatinan' di Asia masih penuh keprihatinan. Walau belum resesi, tetapi perlambatan ekonomi terpampang nyata dan ini membuat investor menjauh untuk sementara.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Kamis Kelabu! Asing Kabur Rp 668 M, IHSG Jatuh 5% Lebih
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular