Suasana Sedang Prihatin, Rupiah KO di Kurs Tengah BI dan Spot

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
29 November 2019 10:47
Suasana Sedang Prihatin, Rupiah KO di Kurs Tengah BI dan Spot
Ilustrasi Rupiah (REUTERS/Thomas White)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) melemah di kurs tengah Bank Indonesia (BI). Di pasar spot, rupiah yang dibuka stagnan kini 'nyaman' di zona merah.

Pada Jumat (29/11/2019), kurs tengah BI atau kurs acuan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate/Jisdor berada di Rp 14.102. Rupiah melemah tipis 0,02% dibandingkan posisi hari sebelumnya dan menyentuh titik terlemah sejak 21 Oktober.

Depresiasi ini membuat rupiah sudah tiga hari beruntun melemah di kurs tengah BI. Selama tiga hari tersebut, pelemahan rupiah tercatat 0,15%.

Sementara di pasar spot, rupiah pun berada di jalur merah. Pada pukul 10:19 WIB, US$ 1 dihargai Rp 14.102 di mana rupiah melemah 0,12%.

Kala pembukaan pasar, rupiah masih stagnan di Rp 14.085/US$. Seiring jalan, rupiah terpeleset ke zona merah dan dolar AS kembali menembus level Rp 14.100.

Sementara mata uang utama Asia lainnya bergerak variatif cenderung melemah terhadap dolar AS. Rupee India menjadi mata uang terlemah di Benua Kuning, dan won Korea Selatan menempati urutan kedua dari bawah.

Berikut perkembangan kurs dolar AS terhadap mata uang utama Asia pada pukul 10:21 WIB:

 


Rilis data ekonomi di Asia yang mengecewakan membuat pelaku pasar agak malas mampir. Pada Oktober 2019, produksi industri Jepang turun 7,4% year-on-year (YoY). Jauh memburuk ketimbang bulan sebelumnya yang naik 1,3%.

Secara month-on-month (MoM), produksi indsutri Negeri Matahari Terbit juga terkontraksi 4,2%. Padahal bulan sebelumnya masih naik 1,7%.

Beberapa produksi yang turun antara lain mesin untuk kebutuhan umum(-14,5% MoM), kendaraan bermotor (-7,8% MoM), mesin untuk kebutuhan bisnis (-6,5% MoM), dan mesin untuk kebutuhan produksi (-6,4% MoM). Sedangkan yang masih naik adalah suku cadang elektronik (0,9% MoM).

Korea Selatan juga membukukan penurunan produksi industri. Pada Oktober, produksi industri Negeri Ginseng turun 2,5% YoY. Pada September, produksi industri masih tumbuh 0,4%.

Tidak hanya negara maju, di negara berkembang pun terjadi perlambatan. Produksi industri Vietnam pada November 2019 tumbuh 5,4% YoY. Walau tumbuh, tetapi ini menjadi catatan terendah sejak Januari 2017.

Kemudian penjualan ritel di Negeri Paman Ho pada November 2019 tumbuh 12,6% YoY. Melambat dibandingkan bulan sebelumnya yang naik 13,3%.

Data-data ini menunjukkan bahwa 'suasana kebatinan' di Asia masih penuh keprihatinan. Walau belum resesi, tetapi perlambatan ekonomi terpampang nyata dan ini membuat investor menjauh untuk sementara.


Sentimen eksternal juga sedang kurang mendukung, terutama dinamika hubungan AS-China. Usai Presiden Donald Trump meneken Undang-undang (UU) penegakan demokrasi dan hak asasi manusia di Hong Kong, hubungan Washington-Beijing menegang.

China mulai menebar ancaman. Kementerian Luar Negeri China menegaskan Beijing pasti akan melakukan 'serangan balasan'.

"Anda lihat saja. Apa yang akan terjadi, terjadilah," tegas Geng Shuang, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China, seperti dikutip dari Reuters.

Hu Xijin, redaktur di taboid Global Times (yang berafiliasi dengan pemerintah China), mengungkapkan counter attack itu akan berupa larangan masuk ke wilayah China bagi orang-orang yang terlibat dalam penyusunan UU penegakan hak asasi manusia di Hong Kong. Larangan masuk itu tidak hanya berlaku di daerah China daratan.

"Menurut apa yang saya tahu, tanpa mengurangi rasa hormat kepada Presiden Trump dan rakyat AS, China sedang mempertimbangkan untuk melarang orang-orang menyusun UU hak asasi manusia dan demokrasi di Hong Kong ke daftar hitam. Mereka tidak bisa masuk ke China, Hong Kong, dan Makau," ungkap Hu dalam cuitan di Twitter.


Wakil Menteri Luar Negeri China Le Yucheng sudah memanggil Duta Besar AS Terry Branstad. Le menegaskan bahwa AS harus segera menghentikan upaya intervensi atas urusan rumah tangga China yang bisa membuat hubungan kedua negara menjadi buruk.

Kemesraan AS-China yang memudar membuat prospek damai dagang menjadi samar-samar. Kalau sampai kesepakatan dagang Fase I gagal dan api perang dagang kembali berkobar, maka rantai pasok global tidak akan pulih bahkan semakin parah. Perlambatan ekonomi bahkan resesi akan menjadi berita yang datang bertubi-tubi.

Kalau sudah begini, ada investor yang berani?



TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular