Sudah 4 Hari Mager, Rupiah Tunggu 15 Desember?

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
28 November 2019 15:35
Sudah 4 Hari Mager, Rupiah Tunggu 15 Desember?
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki
Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah malas bergerak (mager) sepanjang pekan ini. Hingga perdagangan Kamis (28/11/19) Mata Uang Garuda bolak-balik di rentang Rp 14.070-14.100/US$.

Jika melihat lebih ke belakang, pergerakan tipis-tipis rupiah terjadi setelah Bank Indonesia (BI) mengumumkan kebijakan moneter pada Kamis (21/11/19) pekan lalu. Kala itu rupiah berhasil memukul balik dolar Amerika Serikat (AS), tetapi sehari setelahnya berakhir stagnan.

BI saat itu mengumumkan mempertahankan suku bunga acuan (7 Day Reverse Repo Rate) sebesar 5%. Dengan demikian BI mengakhiri rentetan penurunan suku bunga dalam empat bulan berturut-turut.


Tetapi BI bukan tanpa stimulus kali ini, Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi persnya mengumumkan bahwa rasio Giro Wajib Minimum (GWM) dipangkas sebesar 50 basis poin, yang mulai berlaku pada 2 Januari 2020.

"GWM diturunkan untuk bank umum dan syariah sebesar 50 bps sehingga masing-masing menjadi 5,5% dan 4%," kata Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi pers di Gedung BI, Jakarta, Kamis (21/11/2019).



Dengan dilonggarkannya rasio GWM, maka likuiditas di bank akan bertambah dan bisa digunakan oleh mereka guna menggenjot penyaluran kredit. 

Berbagai kebijakan sudah dikeluarkan BI di tahun ini untuk memacu pertumbuhan ekonomi RI. Keputusan penurunan GWM seperti Kamis pekan lalu juga bukan yang pertama. Pada Juni, BI sudah menurunkan GWM sebesar 50 bps yang berlaku efektif mulai 1 Juli.

Tidak cuma itu, BI juga sudah mengeluarkan berbagai 'peluru' lainnya. Pada Maret, BI menaikkan batasan Rasio Intermediasi Maroprudensial (RIM) dari 80-92% menjadi 84-94% untuk mendorong pembiayaan perbankan bagi dunia usaha.

'Amunisi' lain yang sudah dimuntahkan MH Thamrin adalah pelonggaran rasio pembiayaan kredit perbankan untuk properti dan kendaraan bermotor. Pada September, BI melonggarkan rasio Loan to Value/Loan to Financing (LTV/LTF) untuk kredit properti sebesar 5%, kredit kendaraan bermotor 5-10%, serta tambahan untuk kredit properti dan kendaraan bermotor yang berwawasan lingkungan masing-masing 5%. Stimulus ini akan berlaku efektif pada 2 Desember.

Harapannya tentu saja pertumbuhan ekonomi RI bisa lebih terakselerasi lagi.

Jika melihat pergerakan rupiah sejak awal Juli ketika BI mulai memberikan stimulus, Mata Uang Garuda masih terapresiasi 0,2% melawan dolar AS. Ini berarti pasar menyambut baik berbagai kebijakan yang sudah diambil BI.

Sentimen dari dalam negeri membuat rupiah masih cukup bertaji, tinggal melihat eksternal apakah mampu membuat rupiah makin garang atau justru melempem lagi.

Presiden AS Donald Trump bersama Wakil Perdana Menteri China Liu He pada awal Oktober mengumumkan kesepakatan dagang akan dilakukan dalam beberapa fase, dan fase satu akan ditandatangani dalam beberapa pekan kemudian. 

Harapan akan berakhirnya perang dagang AS-China menguat sejak saat itu. Ketika perang dagang berakhir, arus perdagangan internasional akan kembali lancar, perekonomian global diharapkan akan bangkit. Ketika perekonomian bangkit, para pelaku pasar akan kembali masuk ke aset-aset berisiko yang memberikan imbal hasil tinggi, rupiah pun akan mendapat rezeki. 

Namun, hingga saat ini kesepakatan fase satu tidak kunjung diteken, hubungan kedua negara justru mengalami tarik-ulur, panas-dingin. Hal tersebut membuat pelaku pasar lelah, dan lebih memilih sikap wait and see

"Pasar lelah dengan permainan ping-pong perundingan dagang. Pasar saham terlihat masih ingin menguat dan optimistis kesepakatan dagang akan tercapai, tetapi pasar forex dan pasar obligasi sudah menyerah dengan permainan itu" kata Ray Attrill, kepala ahli strategi forex di National Australia Bank, sebagaimana dilansir CNBC International.


Di pekan ini saja, harapan akan adanya kesepakatan dagang kembali dibuat naik-turun. Pada hari Selasa waktu AS, Presiden AS Trump menyatakan Washington berada di "pembahasan terakhir" kesepakatan dengan China yang akan menghentikan perang dagang yang sudah berlangsung selama 16 bulan.

Pernyataan tersebut menyusul laporan CNBC International yang menyebutkan Wakil Perdana Menteri China, Liu He, sudah berbicara dengan Perwakilan Dagang AS Robert Lighthizer dan Menteri Keuangan Steven Mnuchin.

"Kedua belah pihak membahas penyelesaian masalah-masalah inti yang menjadi perhatian bersama, mencapai konsensus bagaimana masalah tersebut diselesaikan dan setuju untuk terus berdiskusi mengenai isu-isu untuk kesepakatan fase satu" tulis rilis Kementerian Perdagangan China, sebagaimana dilansir CNBC International.

Tetapi kini hubungan mesra kedua negara terancam retak lagi Sebabnya adalah Hong Kong. 


Presiden AS Donald Trump pada Rabu waktu setempat menandatangani Undang-Undang (UU) penegakan hak asasi manusia dan demokrasi Hong Kong yang sebelumnya telah disetujui oleh Kongres AS. 

Salah satu poin dalam UU tersebut adalah pemberian sanksi bagi pejabat China yang terbukti melakukan pelanggaran hak asasi manusia di Hong Kong.
Pemerintah Beijing sebelumnya sudah berulang kali mengingatkan AS agar tidak mencampuri urusan Hong Kong yang merupakan bagian dari China. 

Menteri Luar Negeri China pagi ini memberikan pernyataan yang keras. "Pemerintah China akan membalas jika AS terus melakukan hal semacam ini. AS adalah pihak yang harus bertanggung jawab," tegas pernyataan tertulis Kementerian Luar Negeri China, seperti diberitakan Reuters.

Keputusan AS ikut campur masalah di Hong Kong bisa jadi membuat China mempertimbangkan kembali kesepakatan dagang dengan AS. Apalagi beberapa pejabat China sebelumnya mengatakan meski ingin adanya kesepakatan dagang, tetapi China siap untuk perang dagang lebih lanjut.

Untuk diketahui, Presiden Trump sampai saat ini masih berencana menaikkan bea masuk importasi produk dari China dengan total nilai US$ 160 miliar pada 15 Desember. Jika sampai batas waktu tersebut AS-China belum meneken kesepakatan fase satu, maka bea masuk akan berlaku perang dagang bukannya berakhir malah bisa tereskalasi.


Sejak pekan lalu data-data ekonomi AS dirilis cukup apik, yang menunjukkan perekonomian Negeri Paman Sam mulai bangkit.

Pada Kamis (21/11/19 indeks aktivitas manufaktur wilayah Philadelphia dilaporkan naik menjadi 10,4 di bulan ini, jauh lebih tinggi dari bulan Oktober lalu sebesar 5,6. Sehari setelahnya Markit melaporkan indeks aktivitas manufaktur AS naik menjadi 52,2 di bulan ini, tertinggi dalam tujuh bulan terakhir. 

Kemudian Rabu kemarin, pembacaan kedua produk domestik bruto (PDB) AS dirilis sebesar 2,1% lebih tinggi dari pembacaan awal 1,9%.


Data lain menunjukkan pesanan barang tahan lama tumbuh 0,6% di bulan Oktober secara bulanan atau month-on-month (MoM). Di bulan sebelumnya, data ini turun 1,2%. Sementara pesanan barang tahan lama inti, yang tidak memasukkan sektor transportasi dalam perhitungan, juga tumbuh 0,6% MoM, dari bulan sebelumnya yang turun 0,4%.

Serangkaian data tersebut memperkuat sikap bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) yang lebih optimis terhadap kondisi ekonomi AS saat ini dibandingkan beberapa pekan lalu. Bank sentral paling powerful di dunia ini juga berencana untuk tidak lagi menurunkan suku bunga, kecuali jika perekonomian AS memburuk.

Hal itu tentunya membuat dolar AS perkasa, sejak pekan lalu Rabu kemarin, indeks dolar sudah menguat 0,6% dan mencapai level tertinggi satu setengah bulan terakhir. Indeks dibentuk dari pergerakan dolar AS terhadap enam mata uang, dan dijadikan tolak ukur kekuatan the greenback.

Di kala indeks dolar menguat, rupiah masih cukup stabil, hal ini bisa memberikan gambaran jika pelaku pasar memang sedang menunggu kepastian kesepakatan dagang AS-China.

15 Desember menjadi tenggat waktu untuk mencapai kesepakatan fase satu semakin menipis, sementara hubungan AS-China masih panas-dingin. Sampai ada kejelasan apakah kesekapatan dagang akhirnya diteken atau tidak, rupiah sepertinya masih akan bergerak tipis-tipis saja.


TIM RISET CNBC INDONESIA 



(pap/pap) Next Article Belum Berhenti Menguat, Rupiah Tembus 13.500-an Per Dolar AS

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular