Hawa Negatif Bertebaran, IHSG Masih Bisa Bangkit

Dwi Ayuningtyas, CNBC Indonesia
28 November 2019 09:55
Hawa Negatif Bertebaran, IHSG Masih Bisa Bangkit
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dibuka melemah pada pembukaan perdagangan hari ini (27/11/2019) dengan mencatatkan koreksi 0,16% ke level 6.013,27 indeks poin.

Kemudian seiring berjalannya waktu, IHSG terlihat sudah dapat masuk ke zona hijau di mana pada pukul 09:23 WIB berhasil mencatatkan penguatan 0,17% menjadi 6.033,68. Penguatan yang dicatatkan IHSG besar kemungkinan didorong oleh bargain hunting karena bursa saham acuan Indonesia telah mencatatkan koreksi 5 hari beruntun. 



Pergerakan IHSG berbanding terbalik dengan mayoritas bursa saham utama kawasan Asia yang mencatatkan pelemahan. Indeks Straits Times anjlok 0,35%, indeks Hang Seng melemah 0,35%, indeks Kospi dan indeks Shanghai terkoreksi tipis masing-masing 0,06 dan 0,07%. Sedangkan Nikkei menguat sebesar 0,04%

Bursa saham acuan Benua Kuning kompak bergerak ke selatan karena keputusan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dianggap berisiko memberikan tensi atas hubungan dagang antara AS dan China yang dalam beberapa hari belakangan ini penuh dengan kabar positif.

Kemarin (27/11/2019) Trump baru saja menandatangani Undang-undang (UU) penegakan hak asasi manusia dan demokrasi di Hong Kong yang diusulkan oleh Kongres pekan lalu.

"Saya meneken UU ini sebagai bentuk rasa hormat kepada Presiden Xi (Jinping), China, dan rakyat Hong Kong. UU ini disahkan dengan harapan pemimpin dan perwakilan China di Hong Kong dapat mengatasi perbedaan serta menciptakan perdamaian dan kemakmuran bagi semua," kata Trump melalui keterangan tertulis yang dirilis Gedung Putih, dilansir dari CNBC International.

Sejak UU ini disahkan, maka akan ada perwakilan dari Negeri Paman Sam yang melakukan tinjauan secara berkala (tahunan) terhadap otonomi Hong Kong, di mana hal ini menjadi pertimbangan untuk perdagangan khusus dengan AS, yakni tidak ada pengenaan bea masuk seperti yang dibebankan ke China.

UU tersebut juga akan mengatur sanksi bagi pihak yang bertanggung jawab terhadap pelanggaran hak asasi manusia di Hong Kong.

China sangat tidak setuju dengan UU tersebut. Menurut Beijing, beleid tersebut adalah bentuk nyata intervensi Washington terhadap urusan dalam negeri mereka.

"Kami menyarankan AS untuk tidak bertindak sewenang-wenang atau China harus dengan tegas melawan, dan AS harus menanggung segala konsekuensi yang dihasilkan," tulis Kementerian Luar Negeri China dalam situs resminya, merujuk pada terjemahan CNBC International.

Oleh karena itu, langkah Trump yang mengesahkan UU tersebut besar kemungkinan menimbulkan amarah pihak China, dan apabila Beijing ngambek risiko proses negosiasi dagang terhambat sangat besar. Bisa saja AS-China gagal menyepakati perjanjian damai dagang Fase I dan ini bukan berita baik bagi pelaku pasar.
Bursa saham acuan Ibu Pertiwi tidak hanya mendapat tekanan dari pesimisme hubungan dagang AS, tapi juga dari potensi penguatan dolar AS (greenback) yang mengakibatkan instrument keuangan berbasis rupiah menjadi kurang menarik di hadapan investor.

Greenback berpeluang menguat ditopang oleh data pertumbuha ekonomi kuartal III-2019 Negeri Paman Sam yang lebih baik dari perkiraan sebelumnya.

Pembacaan kedua angka pertumbuhan ekonomi kuartal III-2019 direvisi ke atas menjadi 2,1% secara kuartalan yang disetahunkan (annualized). Lebih baik ketimbang pembacaan pertama yaitu 1,9% dan kuartal sebelumnya yang sebesar 2%.

Revisi ke atas cukup mengejutkan, dan membuat pelaku pasar lebih optimistis menghadapi kuartal IV-2019. "Kuartal IV sepertinya lebih baik," ujar Michael Feroli, Ekonom JP Morgan yang berbasis di New York, seperti dikutip dari Reuters.

Belum lagi pemesanan produk tahan lama (durable goods) buatan AS naik 0,6% MoM pada Oktober. Membaik dibandingkan September yang turun 1,4%.

Data ini mendukung perkiraan pasar bahwa The Fed akan menghentikan siklus penurunan suku bunga acuan untuk sementara waktu. Mengutip CME Fedwatch, kans Federal Funds Rate bertahan di 1,5-1,75% dalam rapat The Fed 11 Desember mencapai 94,8%. Naik dari sehari sebelumnya yaitu 94,1%.

"Sudah sangat jelas, kekuatan dolar AS ditopang oleh data-data yang ada. The Fed sudah memberi sinyal bahwa siklus penurunan suku bunga sudah selesai untuk tahun ini, dan data-data yang positif memberi validasi ke arah sana," kata Alfonso Esparza, Senior Currency Analyst di OANDA yang berbasis di Toronto (Kanada), seperti dikutip dari Reuters.

Suku bunga AS yang kemungkinan besar tidak akan dipangkas, membuat greenback kembali menarik perhatian investor terutama mengingat investasi pada aset keungan berbasis dolar termasuk safe haven.

Alhasil aset-aset keuangan berbasis rupiah menjadi sepi peminat yang aksi beli di pasar saham domestik menjadi tertekan.

TIM RISET CNBC INDONESIA
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular