
Sempat Dibuka Merah, IHSG Mulai Merangkak di Zona Hijau
Dwi Ayuningtyas, CNBC Indonesia
27 November 2019 09:59

Walau optimisme damai dagang AS-China terus menyeruak beberapa hari belakangan ini, masih banyak pihak yang meragukan bahwa kesepakatan dagang fase pertama dapat ditekan dalam waktu dekat.
Kepala Ekonom dan Riset Asia Pasifik di ING, Robert Carnell, menyampaikan dalam sebuah catatan bahwa pasar “tampaknya semakin terpikat” atas komentar positif Trump.
Namun dirinya juga memperingatkan bahwa besar kemungkinan isu yang signifikan belum terselesaikan mengingat hingga saat ini belum ada kesepakatan, hanya sebatas komentar positif.
“Fakta bahwa kita telah sering mendengar komentar positif tetai masih menunggu kesepakatan dapat ditafsirkan bahwa masah signifikan tetap ada,” ujar Cornell, dikutip dari CNBC International.
“Ini bukannya seperti mereka menyetujui kesepakatan fase pertama. Mereka hanya setuju untuk melanjutkan diskusi,” ujar Direktur Valas MUFG Bank, Singo Sato, seperti dikutip dari Reuters.
Sikap skeptis para analis tidak dapat disalahkan, terutama mengingat sebelumnya bahwa Trump menegaskan bahwa perjanjian damai dagang fase pertama antara AS dan China tidak bisa imbang karena kepentingan AS harus diutamakan.
Pasalnya, neraca perdagangan internasional Negeri Paman Sam telah menderita selama bertahun-tahun karena terus mengalami defisit atas transaksi dagang dengan Negeri Tiongkok.
Pada Januari-September 2019, AS mengalami defisit US$ 263,19 miliar kala berdagang dengan China. Tahun lalu, AS juga tekor US$ 419,53 miliar.
Hal ini tentu bertentangan dengan China yang beberapa kali menegaskan bahwa asas saling menghormati dan kesetaraan merupakan hal penting agar kesepakatan dapat ditekan.
“Kami ingin mengupayakan kesepakatan fase pertama atas dasar saling meghormati dan kesetaraan,” ujar Xi kepada reporter di forum New Economy di Beijing, dikutip dari Reuters.
Apalagi, meski Trump menyampaikan bahwa hubungannya dengan Xi baik-baik saja terutama terkait sikap AS pada Hong Kong patut dipertanyakan.
Hal ini mengingat, tindakan Beijing yang memanggil Duta Besar AS untuk China Terry Branstad dan dengan tegas meminta AS untuk berhenti mencampuri urusan di Hong Kong.
"Kami mendesak AS untuk memperbaiki kesalahannya. Berhentilah mengintervensi Hong Kong dan ikut campur dengan urusan dalam negeri China," tegas Zheng Zeguang, Wakil Menteri Luar Negeri China, seperti diberitakan Reuters.
Oleh karena itu, ketidakpastian masih menyelimuti prospek damai dagang AS-China. Meski Trump bilang kesepakatan sudah dekat, tetapi kapan waktu penandatanganannya masih belum jelas. Selama belum ada kabar soal itu, berbagai berita dan spekulasi akan berdatangan dan menjadi sentimen penggerak pasar.
TIM RISET CNBC INDONESIA (dwa/dwa)
Kepala Ekonom dan Riset Asia Pasifik di ING, Robert Carnell, menyampaikan dalam sebuah catatan bahwa pasar “tampaknya semakin terpikat” atas komentar positif Trump.
Namun dirinya juga memperingatkan bahwa besar kemungkinan isu yang signifikan belum terselesaikan mengingat hingga saat ini belum ada kesepakatan, hanya sebatas komentar positif.
“Ini bukannya seperti mereka menyetujui kesepakatan fase pertama. Mereka hanya setuju untuk melanjutkan diskusi,” ujar Direktur Valas MUFG Bank, Singo Sato, seperti dikutip dari Reuters.
Sikap skeptis para analis tidak dapat disalahkan, terutama mengingat sebelumnya bahwa Trump menegaskan bahwa perjanjian damai dagang fase pertama antara AS dan China tidak bisa imbang karena kepentingan AS harus diutamakan.
Pasalnya, neraca perdagangan internasional Negeri Paman Sam telah menderita selama bertahun-tahun karena terus mengalami defisit atas transaksi dagang dengan Negeri Tiongkok.
Pada Januari-September 2019, AS mengalami defisit US$ 263,19 miliar kala berdagang dengan China. Tahun lalu, AS juga tekor US$ 419,53 miliar.
Hal ini tentu bertentangan dengan China yang beberapa kali menegaskan bahwa asas saling menghormati dan kesetaraan merupakan hal penting agar kesepakatan dapat ditekan.
“Kami ingin mengupayakan kesepakatan fase pertama atas dasar saling meghormati dan kesetaraan,” ujar Xi kepada reporter di forum New Economy di Beijing, dikutip dari Reuters.
Apalagi, meski Trump menyampaikan bahwa hubungannya dengan Xi baik-baik saja terutama terkait sikap AS pada Hong Kong patut dipertanyakan.
Hal ini mengingat, tindakan Beijing yang memanggil Duta Besar AS untuk China Terry Branstad dan dengan tegas meminta AS untuk berhenti mencampuri urusan di Hong Kong.
"Kami mendesak AS untuk memperbaiki kesalahannya. Berhentilah mengintervensi Hong Kong dan ikut campur dengan urusan dalam negeri China," tegas Zheng Zeguang, Wakil Menteri Luar Negeri China, seperti diberitakan Reuters.
Oleh karena itu, ketidakpastian masih menyelimuti prospek damai dagang AS-China. Meski Trump bilang kesepakatan sudah dekat, tetapi kapan waktu penandatanganannya masih belum jelas. Selama belum ada kabar soal itu, berbagai berita dan spekulasi akan berdatangan dan menjadi sentimen penggerak pasar.
TIM RISET CNBC INDONESIA (dwa/dwa)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular