Ada Potensi AS-China Bertikai, IHSG Pilih Undur Diri

Dwi Ayuningtyas, CNBC Indonesia
25 November 2019 17:06
Masih Ada Potensi AS-China Cerai
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Meskipun terdapat hawa positif kedekatan hubungan dagang AS-China, tampaknya pelaku pasar di bursa saham acuan Indonesia lebih memilih untuk memantau secara keseluruhan semua informasi yang beredar.

Hal  ini mengingat dalam pernyataan Trump pada wawancara dengan Fox News tersebut, dirinya lagi-lagi menegaskan bahwa kesepakatan dagang dengan China tidak bisa bersifat win-win. Kepentingan AS harus diutamakan, karena selama ini China dinilai telah berlaku tidak adil, terutama berkaitan dengan AS yang pada Januari -September 2019 mengalami defisit US$ 263,19 miliar kala berdagang dengan China. Tahun lalu, AS juga tekor US$ 419,53 miliar.

Selain itu, Presiden ke-45 Negeri Adidaya tersebut juga mengatakan AS tetap mendukung kebebasan Hong Kong. "Begini, kita harus bersama dengan Hong Kong tetapi saya juga bersama Presiden Xi. Saya mendukung Hong Kong, saya mendukung kebebasan, tetapi saya juga ingin mendukung hal yang sedang kita perjuangkan (kesepakatan dagang),” tegas Trump.

Robert O'Brien, Penasihat Pertahanan Gedung Putih, mengungkapkan AS tidak akan abai terhadap isu hak asasi manusia di Hong Kong.

"… kami juga tidak bisa menutup mata atas apa yang terjadi di Hong Kong atau Laut China Selatan atau wilayah lainnya di mana aktivitas China dinilai mengkhawatirkan," papar O'Brien, seperti diwartakan Reuters.

Sikap Washington yang secara terang-terangan mengintervensi Hong Kong tentu membuat Beijing tidak nyaman. Kementerian Luar Negeri China menegaskan bahwa Hong Kong adalah urusan dalam negeri mereka.

Seperti diketahui, Kongres AS sudah menyetujui aturan soal penegakan hak asasi manusia di Hong Kong dan tinggal menunggu persetujuan dari Trump untuk segera berlaku efektif.

"Kami mendesak AS untuk menghentikan aktivitas ini, hentikan sebelum terlambat. Berhentilah ikut campur dalam urusan Hong Kong dan China. AS harus berhenti melakukan hal-hal yang bisa mengundang balasan dari China," tegas Geng Shuang, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China, seperti diberitakan Reuters.

Salah satu Penasihat Luar Negeri China, Wang Yi, dalam pertemuan menteri luar negeri G20 di Jepang juga mengatakan AS telah menggunakan hukumnya untuk “secara kasar mencampuri” urusan dalam negeri China, dan berusaha merusak kebijakan “satu negara, dua sistem” yang berlaku di Hong Kong, dikutip dari Reuters.

"Memang ada pernyataan bahwa ada perkembangan positif AS-China akan mampu menyelesaikan masalah-masalah yang ada. Namun ada risiko, seperti dinamika di Hong Kong. Harapan memang belum sirna, tetapi kita harus mencermati bagaimana perkembangannya," kata Shusuke Yamada, Head of FX and Japan Equity Strategy di Merrill Lynch Japan Securities yang berbasis di Tokyo, seperti dikutip dari Reuters.

Oleh karena itu, wajar saja investor belum berani bermain ofensif karena masih ada resiko AS-China tidak bisa dipertemukan. Aset-aset berisiko di negara berkembang Asia belum menjadi pilihan utama di tengah tingginya ketidakpastian.

Terlebih lagi, rilis data ekonomi terbaru AS yang mengalahkan ekspektasi membuat pelaku pasar melipir menggelontorkan dana investasi di aset berbasis dolar AS.

Akhir pekan lalu, IHS Markit merilis angka pembacaan awal Purchasing Managers' Index (PMI) manufaktur AS periode November yang sebesar 52,2. Naik dibandingkan Oktober yaitu 51,3, dilansir dari Trading Economics.

Kemudian, pembacaan awal PMI sektor jasa periode November menunjukkan angka 51,6. Juga naik dibandingkan Oktober yang sebesar 50,6.

PMI menggunakan angka 50 sebagai titik mula. Jika di atas 50, maka artinya dunia usaha cenderung ekspansif.

Data-data ini semakin meyakinkan pasar bahwa The Fed bakal menghentikan siklus penurunan suku bunga acuan untuk sementara waktu. Mengutip CME Fedwatch, probabilitas Federal Funds Rate bertahan di 1,5-1,75% pada pertemuan The Fed 11 Desember mencapai 93,4%.

TIM RISET CNBC INDONESIA
(dwa/dwa)

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular