Ada Potensi AS-China Bertikai, IHSG Pilih Undur Diri

Dwi Ayuningtyas, CNBC Indonesia
25 November 2019 17:06
Ada Potensi AS-China Bertikai, IHSG Pilih Undur Diri
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Mengawali perdagangan hari ini (22/11/2019) dengan pelemahan terbatas 0,09%, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terperosok semakin dalam, di mana pada pada akhir penutupan perdagangan Bursa Efek Indonesia (BEI) IHSG membukukan koreksi 0,48% ke level 6.070,76 indeks poin.



Saham-saham yang turut menekan kinerja bursa saham acuan Indonesia dari sisi nilai transaksi termasuk PT Media Nusantara Citra Tbk/MNCN (-2,52%), PT Telekomunikasi Indonesia Tbk/TLKM (-2,47%), PT Gudang Garam Tbk/GGRM (-2,02%), PT Bank Negara Indonesia Tbk/BBNI (-1,96%), PT Bank Rakyat Indonesia Tbk/BBRI (-1,9%).

Performa IHSG berbanding terbalik dengan mayoritas bursa saham utama di kawasan Asia yang membukukan penguatan. Indeks Hang Seng melesat 1,5%, indeks Kospi menguat 1,02%, indeks Nikkei naik 0,78%, indeks Shanghai naik 0,72%.

Hanya indeks Straits Times yang melemah 0,15% karena ditekan sentime rilis data ekonomi terbaru, di mana inflasi Singapura di bulan Oktober dilaporkan tumbuh 0,4% year-on-year (YoY), melambat dari pertumbuhan bulan sebelumnya 0,5%.

Indeks Hang Seng memimpin penguatan setelah hasil sementara pemilihan umum distrik memenangkan kandidat dari kubu pro demokrasi. Pemilu dilakukan hampir tanpa hambatan. Sekitar 3 juta orang dikabarkan mengikuti pemilu, atau hampir dua kali lipat dari pemilu sebelumnya.

"Saya kira tidak seorang pun yang mengharapkan ini," ujar Fraser Howie, analis independen, di acara 'Street Signs', dilansir dari CNBC International. Howie menambahkan bahwa hasil tersebut menunjukkan seberapa tidak percaya dan frustasinya masyarakat Hong Kong terhadap pemerintah.

Lebih lanjut, katalis utama yang menopang kompaknya penguatan di bursa saham Asia adalah perkembangan kesepakatan dagang interim antara Amerika Serikat (AS) dan China yang diperkirakan dapat ditekan dalam waktu dekat.

Presiden AS Donald Trump dalam wawancara dengan Fox News Channel baru-baru ini memberi sinyal bahwa kesepakatan dagang fase pertama sudah dekat.

"Kita akan segera memperoleh kesepakatan dengan China, mungkin sudah dekat," kata Trump dalam acara tersebut, seperti diberitakan Reuters.

Kemudian, salah satu media milik pemerintah Negeri Tiongkok, Global Times, hari ini menyampaikan bahwa kedua negara "sangat dekat" dengan kesepakatan fase pertama dan China berkomitmen melanjutkan kesepakatan dagang fase kedua atau bahkan ketiga, dilansir dari Reuters.

Sebelumnya, Presiden China Xi Jinping mengatakan dirinya menginginkan adanya penandatanganan kesepakatan damai dagang dengan AS berdasar asas saling menghormati dan kesetaraan.

Untuk segera mencapai hal tersebut, pihak Negeri Tiongkok diketahui telah mengundang perwakilan dagang AS Robert Lighthizer dan Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin untuk bertandang ke Beijing dan mengadakan diskusi lanjutan, dilansir CNBC International.
Meskipun terdapat hawa positif kedekatan hubungan dagang AS-China, tampaknya pelaku pasar di bursa saham acuan Indonesia lebih memilih untuk memantau secara keseluruhan semua informasi yang beredar.

Hal  ini mengingat dalam pernyataan Trump pada wawancara dengan Fox News tersebut, dirinya lagi-lagi menegaskan bahwa kesepakatan dagang dengan China tidak bisa bersifat win-win. Kepentingan AS harus diutamakan, karena selama ini China dinilai telah berlaku tidak adil, terutama berkaitan dengan AS yang pada Januari -September 2019 mengalami defisit US$ 263,19 miliar kala berdagang dengan China. Tahun lalu, AS juga tekor US$ 419,53 miliar.

Selain itu, Presiden ke-45 Negeri Adidaya tersebut juga mengatakan AS tetap mendukung kebebasan Hong Kong. "Begini, kita harus bersama dengan Hong Kong tetapi saya juga bersama Presiden Xi. Saya mendukung Hong Kong, saya mendukung kebebasan, tetapi saya juga ingin mendukung hal yang sedang kita perjuangkan (kesepakatan dagang),” tegas Trump.

Robert O'Brien, Penasihat Pertahanan Gedung Putih, mengungkapkan AS tidak akan abai terhadap isu hak asasi manusia di Hong Kong.

"… kami juga tidak bisa menutup mata atas apa yang terjadi di Hong Kong atau Laut China Selatan atau wilayah lainnya di mana aktivitas China dinilai mengkhawatirkan," papar O'Brien, seperti diwartakan Reuters.

Sikap Washington yang secara terang-terangan mengintervensi Hong Kong tentu membuat Beijing tidak nyaman. Kementerian Luar Negeri China menegaskan bahwa Hong Kong adalah urusan dalam negeri mereka.

Seperti diketahui, Kongres AS sudah menyetujui aturan soal penegakan hak asasi manusia di Hong Kong dan tinggal menunggu persetujuan dari Trump untuk segera berlaku efektif.

"Kami mendesak AS untuk menghentikan aktivitas ini, hentikan sebelum terlambat. Berhentilah ikut campur dalam urusan Hong Kong dan China. AS harus berhenti melakukan hal-hal yang bisa mengundang balasan dari China," tegas Geng Shuang, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China, seperti diberitakan Reuters.

Salah satu Penasihat Luar Negeri China, Wang Yi, dalam pertemuan menteri luar negeri G20 di Jepang juga mengatakan AS telah menggunakan hukumnya untuk “secara kasar mencampuri” urusan dalam negeri China, dan berusaha merusak kebijakan “satu negara, dua sistem” yang berlaku di Hong Kong, dikutip dari Reuters.

"Memang ada pernyataan bahwa ada perkembangan positif AS-China akan mampu menyelesaikan masalah-masalah yang ada. Namun ada risiko, seperti dinamika di Hong Kong. Harapan memang belum sirna, tetapi kita harus mencermati bagaimana perkembangannya," kata Shusuke Yamada, Head of FX and Japan Equity Strategy di Merrill Lynch Japan Securities yang berbasis di Tokyo, seperti dikutip dari Reuters.

Oleh karena itu, wajar saja investor belum berani bermain ofensif karena masih ada resiko AS-China tidak bisa dipertemukan. Aset-aset berisiko di negara berkembang Asia belum menjadi pilihan utama di tengah tingginya ketidakpastian.

Terlebih lagi, rilis data ekonomi terbaru AS yang mengalahkan ekspektasi membuat pelaku pasar melipir menggelontorkan dana investasi di aset berbasis dolar AS.

Akhir pekan lalu, IHS Markit merilis angka pembacaan awal Purchasing Managers' Index (PMI) manufaktur AS periode November yang sebesar 52,2. Naik dibandingkan Oktober yaitu 51,3, dilansir dari Trading Economics.

Kemudian, pembacaan awal PMI sektor jasa periode November menunjukkan angka 51,6. Juga naik dibandingkan Oktober yang sebesar 50,6.

PMI menggunakan angka 50 sebagai titik mula. Jika di atas 50, maka artinya dunia usaha cenderung ekspansif.

Data-data ini semakin meyakinkan pasar bahwa The Fed bakal menghentikan siklus penurunan suku bunga acuan untuk sementara waktu. Mengutip CME Fedwatch, probabilitas Federal Funds Rate bertahan di 1,5-1,75% pada pertemuan The Fed 11 Desember mencapai 93,4%.

TIM RISET CNBC INDONESIA
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular