
Bursa Saham Asia Kompak Menghijau, IHSG Malah ke Zona Merah

Dari dalam negeri, sentimen negatif bagi bursa saham tanah air datang dari hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI).
Untuk diketahui, pada hari Rabu (20/11/2019) BI mulai menggelar RDG dan hasilnya diumumkan kemarin siang (21/11/2019). Pasca menggelar RDG selama dua hari tersebut, BI memutuskan untuk mempertahankan tingkat suku bunga acuan.
Keputusan tersebut sesuai dengan konsensus yang dihimpun CNBC Indonesia yang memperkirakan 7-Day Reverse Repo Rate akan ditahan di level 5% oleh bank sentral. Dari sebanyak 10 ekonom yang berpartisipasi dalam pembentukan konsensus, hanya terdapat satu yang memperkirakan BI akan memangkas tingkat suku bunga acuan, sementara sembilan lainnya memperkirakan bahwa 7-Day Reverse Repo Rate tak akan diutak-atik.
Keputusan BI tersebut menandai kali pertama dalam lima bulan di mana tingkat suku bunga acuan tak dipangkas. Dalam empat bulan sebelumnya, BI selalu menginjak gas dengan memangkas 7-Day Reverse Repo Rate sebesar 25 bps. Jika ditotal, dalam periode empat bulan tersebut tingkat suku bunga acuan sudah dipangkas sebesar 100 bps.
Walaupun tingkat suku bunga acuan tak dipangkas, BI tetap memberikan stimulus moneter. Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi persnya mengumumkan bahwa rasio Giro Wajib Minimum (GWM) dipangkas sebesar 50 bps.
“GWM diturunkan untuk bank umum dan syariah sebesar 50 bps sehingga masing-masing menjadi 5,5% dan 4%,” kata Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi pers di Gedung BI, Jakarta, Kamis (21/11/2019).
Untuk diketahui, rasio GWM mengatur besaran Dana Pihak Ketiga (DPK) milik bank yang harus dititipkan di bank sentral. Jika rasio GWM dilonggarkan, praktis besaran dana yang harus dititipkan di bank sentral menjadi berkurang dan menambah likuiditas perbankan.
BI mengungkapkan bahwa penurunan rasio GWM yang diumumkan kemarin dan akan berlauk efektif pada 2 Januari 2020 tersebut akan membebaskan dana senilai Rp 24,1 triliun bagi bank umum, sementara untuk bank syariah likuiditas akan bertambah Rp 1,9 triliun.
Namun, pelonggaran rasio GWM belum bisa meyakinkan pelaku pasar bahwa hal tersebut akan efektif dalam mendongkrak laju perekonomian.
TIM RISET CNBC INDONESIA (ank/ank)
