Hong Kong Bikin Perry Warjiyo Effect Pudar, Rupiah Terkapar

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
22 November 2019 08:43
Hong Kong Bikin Perry Warjiyo Effect Pudar, Rupiah Terkapar
Ilustrasi Rupiah (CNBC Indonesia/Arie Pratama)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) dibuka stagnan di perdagangan pasar spot hari ini. Namun seiring perjalanan pasar, rupiah berbalik melemah.

Pada Jumat (22/11/2019), US$ 1 setara dengan Rp 14.080 kala pembukaan pasar spot. Sama persis dengan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya.

Namun seiring jalan, rupiah masuk jalur merah. Pada pukul 08:16 WIB, US$ 1 dihargai Rp 14.090 di mana rupiah melemah 0,07%.

Kemarin, rupiah ditutup menguat 0,08% di hadapan dolar AS. Penguatan rupiah baru terjadi jelang tutup lapak.

Dari dalam negeri, rupiah terbantu oleh hasil Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia (BI) kemarin. Gubernur Perry Warjiyo dan kolega memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuan di 5%. Namun Giro Wajib Minimum (GWM) diturunkan 50 basis poin (bps).


Penurunan GWM tersebut diperkirakan mampu menambah likuiditas perbankan sebesar Rp 26 triliun. Likuiditas tersebut diharapkan mampu merangsang perbankan untuk lebih getol menyalurkan kredit.

Maklum, pertumbuhan kredit memang terus melambat. Pada September, penyaluran kredit hanya tumbuh 7,89% year-on-year (YoY) dan sepanjang 2019 diperkirakan cuma 8%.

Apabila penyaluran kredit semakin kencang, maka dampaknya adalah percepatan pertumbuhan ekonomi. Ada harapan pertumbuhan ekonomi 2020, seiring dengan pelonggaran GWM, bisa lebih baik dari 2019 yang oleh BI diperkirakan sebesar 5,1%.


Prospek perekonomian Indonesia yang lebih baik ini mampu memancing arus modal untuk datang. Pasokan 'darah' yang bertambah membuat rupiah menguat.

Akan tetapi, pagi ini sepertinya Perry Warijyo effect sudah kurang bertaji. Rupiah terbawa arus kebimbangan mata uang Asia.

Ya, mata uang utama Benua Kuning bergerak mixed terhadap greenback. Berikut perkembangan kurs dolar AS terhadap mata uang utama Asia pada pukul 08:19 WIB:

 


Lagi-lagi isu hubungan AS-China menjadi perhatian pelaku pasar. Investor terus memantau kabar terbaru soal proses kesepakatan damai dagang Fase I.

Kini ada faktor lain yang mempengaruhi kesepakatan tersebut. Hong Kong. House of Representatives AS (bagian dari Kongres) mengesahkan aturan yang meminta penegakan hak asasi manusia di wilayah otonom China tersebut.

Aturan itu tinggal menunggu tanda tangan Presiden AS Donald Trump untuk segera berlaku efektif. Salah satu poinnya adalah AS bisa mengenakan sanksi bagi aparat pemerintah China yang terbukti melakukan pelanggaran hak asasi manusia di Hong Kong.


Trump sendiri pernah mengemukakan kekhawatirannya soal Hong Kong. Dalam cuitan di Twitter beberapa waktu lalu, Trump mengajak Presiden China Xi Jingping untuk merumuskan solusi yang manusiawi.

"Saya kenal sangat dekat dengan Presiden Xi. Beliau adalah pemimpin luar biasa yang sangat menghormati rakyatnya. Beliau juga mampu melakukan hal-hal tegas. Saya tidak punya keraguan bahwa Presiden Xi ingin ada solusi yang cepat dan manusiawi atas permasalahan di Hong Kong," cuit Trump pada 15 Agustus lalu.


Sikap Washington yang mulai terang-terangan mengintervensi Hong Kong tentu membuat Beijing tidak nyaman. Kementerian Luar Negeri China menegaskan bahwa Hong Kong adalah urusan dalam negeri mereka.

"Kami mendesak AS untuk menghentikan aktivitas ini, hentikan sebelum terlambat. Berhentilah ikut campur dalam urusan Hong Kong dan China. AS harus berhenti melakukan hal-hal yang bisa mengundang balasan dari China," tegas Geng Shuang, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China, seperti diberitakan Reuters.

Hong Kong yang sudah dibawa-bawa membuat urusan damai dagang AS-China menjadi semakin rumit. Hubungan kedua negara bisa merenggang dan bukan tidak mungkin kesepakatan menjadi molor bahkan batal.

Ketidakpastian merebak di pasar keuangan Asia. Akibatnya, investor lebih memilih mencari aman sambil menunggu perkembangan selanjutnya. Perry Warjiyo effect pun pudar, dan rupiah bergerak ke selatan.



TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular