Jakarta, CNBC Indonesia - Menjelang tutup pekan, kinerja pasar keuangan dalam negeri kembali bervariatif. Rupiah mampu menguat, sementara Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melemah, dan Obligasi Pemerintah rata-rata mengalami kenaikan yield.
Rupiah di pasar spot akhirnya berhasil memukul balik dolar Amerika Serikat (AS) yang sedang kembali garang. Pada akhir perdagangan rupiah ditutup pada level Rp 14.070/$AS atau menguat 0,07%.
Penguatan rupiah juga terbilang impresif melihat mayoritas mata uang utama Asia melemah. Rupiah bahkan menjadi mata uang terbaik kedua di Asia, hanya peso Filipina yang lebih baik dengan menguat 0,16%.
Dari Pasar Obligasi Pemerintah rata-rata mengalami penurunan atau kenaikan yield. Di pasar obligasi, pergerakan harga dan yield saling bertolak belakang, ketika harga naik maka yield turun. Namun, yield yang dijadikan acuan transaksi obligasi di pasar sekunder karena mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka.
Seri acuan yang paling melemah adalah FR0077 yang bertenor 5 tahun dengan kenaikan yield 4,1 basis poin (bps) menjadi 6,53%. Besaran 100 bps setara dengan 1%.
Yield Obligasi Negara Acuan 21 Nov'19 |
Seri | Jatuh tempo | Yield 20 Nov'19 (%) | Yield 21 Nov'19 (%) | Selisih (basis poin) | Yield wajar IBPA 21 Nov'19 (%) |
FR0077 | 5 tahun | 6.494 | 6.535 | 4.10 | 6.4953 |
FR0078 | 10 tahun | 7.049 | 7.085 | 3.60 | 7.0779 |
FR0068 | 15 tahun | 7.447 | 7.469 | 2.20 | 7.4599 |
FR0079 | 20 tahun | 7.634 | 7.654 | 2.00 | 7.6576 |
Sumber: Refinitiv
Sementara dari pasar saham, IHSG berakhir dengan koreksi 0,61% ke level 6.117. Indeks tenggelam bersama dengan bursa utama Asia lainnya seperti: Nikkei 225 turun 0,48%, Hang seng anjlok 1,57%, Shang Hai Composite tergelincir 0,25%, Kospi amblas 1,35%, Straits Times terkoreksi 1,16%.
Secara teknikal, IHSG sedang dalam tekanan jangka pendek karena bergerak di bawah rata-rata harganya dalam lima hari terakhir (Moving Average/MA5). Level 6.100 masih menjadi penahan koreksi (support level) yang cukup kuat, meski sempat tertembus, namun index dengan cepat berbalik arah.
Meski tanda tanya masih menggelayuti perjanjian dagang AS-China, bursa Asia dan dalam negeri diperkirakan akan membaik hari ini.
Semua berita-berita penting dalam negeri seperti Balance of Payment, trade balance, inflasi, pertumbuhan ekonomi, suku bunga sudah keluar, hasilnya cukup lumayan. Meski terjadi penurunan, tetapi masih dalam harapan para pelaku pasar sehingga tekanan pada pasar keuangan dalam negeri tidak terlalu besar.
Dari bursa Wall Street AS, tiga indeks utama pagi tadi ditutup rata-rata melemah. Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) melemah 0,20%, indeks S&P 500 juga turun 0,16%, dan Nasdaq merosot 0,24%.
Jumlah orang Amerika yang mencari tunjangan pengangguran sebanyak 227 ribu orang, tidak berubah dari bulan lalu atau berada pada level tertingginya dalam lima bulan yang menunjukkan adanya pelemahan pada pasar tenaga kerja AS.
Sementara penjualan rumah AS meningkat pada bulan Oktober 1,9%, lebih dari yang diharapkan, dan survei atas harga rumah juga naik pada laju tercepat dalam dua tahun.
Dari perang dagang antara AS-China, berita negatif masih akan berseliweran menghampiri. Namun ada sedikit harapan, membaiknya hubungan kedua negara.
Seperti dilaporkan The Wall Street Journal (WSJ), dikabarkan bahwa Wakil Perdana Menteri China Liu He mengundang Perwakilan Dagang AS Robert Lighthizer dan Menteri Keuangan Steven Mnuchin datang ke Beijing untuk duduk bersama melanjutkan negosiasi.
Belum diketahui dengan jelas apakah AS menerima undangan Liu. Namun WSJ mengatakan bahwa pejabat AS tersebut bersedia untuk berdiskusi di Beijing.
"AS dan China belum tahu satu sama lain mengenai apa yang akan mereka sepakatkan," menurut Randy Frederick, wakil presiden perdagangan dan derivatif di Charles Schwab. “Setiap hari ada sesuatu yang berbeda. Kadang mereka sudah dekat dengan kesepakatan, kemudian mereka menjauh dari kesepakatan. "
“Selama rumor ini bolak-balik, bagaimana pasar tahu apa yang harus dilakukan? Ini membingungkan, "kata Frederick.
Untuk perdagangan hari ini, investor patut mencermati sejumlah sentimen. Pertama, tentu kabar dari ensi perang dagang yang sedikit mengendur,
hal ini membuat investor menunda untuk memburu aset pengaman harta (save haven) emas, hingga pukul 6:33 emas global berada pada level 1.465/troy ounce atau turun 0,6%.
Sentimen kedua, meski demikian rupiah berpotensi tertekan karena dolar AS masih garang berkat survei data penjualan dan harga rumah yang membaik. Hingga berita ini dimuat, Dolar Index (DXY) yang mencerminkan posisi dolar dihadapan mata uang kuat dunia lainnya, terapresiasi 0,06% pada level 97,99.
Sentimen ketiga, tekanan pada rupiah juga berpotensi datang dari harga minyak minyak mentah (crude oil) yang naik. Hingga pukul 6:35 WIB, harga minyak jenis brent dan light sweet di pasar spot masing-masing naik 2,20%.
Bagi rupiah, penurunan harga minyak menjadi sebuah berkah, pasalnya Indonesia adalah negara net importir minyak, yang mau tidak mau harus mengimpor demi memenuhi kebutuhan dalam negeri. Saat harga minyak turun, maka biaya importasinya menjadi lebih murah.
Sentimen keempat, menunggu kelanjutan efek positif dari penurunan Giro Wajib Minimum (GWM) oleh Bank Indonesia (BI) sebanyak 25 basis poin kemarin. Sebelumnya Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) sudah menurunkan suku bunga penjaminannya juga 25 basis poin.
Efek positif dari kebijakan suku bunga yang lebih longgar membuat sektor keuangan positif dalam dua hari perdagangan terakhir hingga Kamis (21/11/2019).
Sentimen keempat, technical reobound di bursa saham, beberapa sektor tertekan cukup dalam, sektor konsumer bahkan kinerjanya amblas 20,31% sejak awal tahun. Disusul pertambangan 16%, dan Aneka industri 15,55%.
Berikut adalah rilis data yang akan terjadi hari ini:
- Inflation rate Oct - Japan (6:30 WIB);
- GDP Growth rate Q3 – Germany (14:00 WIB);
- ECB President Lagarde Speech (15:30 WIB);
Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:
Indikator | Tingkat |
Pertumbuhan ekonomi (3Q-2019 YoY) | 5,02% |
Inflasi (Oktober 2019 YoY) | 3,13% |
BI 7-Day Reverse Repo Rate (Oktober 2019) | 5% |
Defisit anggaran (APBN 2019) | -1,84% PDB |
Transaksi berjalan (3Q-2019) | -2,7% PDB |
Neraca pembayaran (3Q-2019) | -US$ 46 juta |
Cadangan devisa (Oktober 2019) | US$ 126,7 miliar |
Untuk mendapatkan informasi seputar data-data pasar, silakan klik di sini.
TIM RISET CNBC INDONESIA