Danareksa: Efek Penurunan Suku Bunga Terasa Awal 2020

Monica Wareza, CNBC Indonesia
21 November 2019 12:38
RDG Bank Indonesia pada Rabu kemarin hingga Kamis ini (20-21 November) ini akan merilis suku bunga acuan.
Foto: Ist

Jakarta, CNBC Indonesia - Danareksa Research Institute (DRI) menyatakan dampak penurunan suku bunga Bank Indonesia atau BI 7-Day Reserve Repo Rate (BI-7DRR) baru akan dirasakan oleh industri sekitar awal tahun depan seiring dengan adanya transmisi yang membutuhkan waktu hingga 9 bulan.

Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada Rabu kemarin hingga Kamis ini (20-21 November) ini akan merilis keputusan suku bunga acuan yang terakhir diturunkan sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 5% pada 24 Oktober silam.

"Penurunan suku bunga BI harus di-adopt ke bank-bank, biasanya transmisinya butuh waktu hingga 9 bulan. Walaupun suku bunga acuan BI turun, namun bank tidak dapat serta merta langsung menurunkan bunga (sticky price)," katanya, dalam pernyataan resmi, dikutip CNBC Indonesia, Kamis (21/11/2019).


Selain itu, meskipun bank-bank memiliki uang berlebih untuk menyalurkan kreditnya namun saat ini mereka lebih berhati-hati untuk memberikan kredit lantaran sejak beberapa tahun lalu NPL atau tingkat kredit bermasalah di beberapa bank cukup tinggi.

Sebelumnya, BI sudah empat bulan beruntun menurunkan suku bunga acuan, masing-masing 25 basis poin (bps). Ini menjadi penurunan paling agresif sejak 2016.

Tak hanya suku bunga, Moekti juga menyoroti beberapa sektor di tengah belum kondusifnya pasar modal Tanah Air.


Sektor yang paling terdampak dengan adanya perlambatan ekonomi ialah sektor manufaktur dan komoditas.

Pada sektor komoditas, katanya, apabila harganya turun (harga komoditas dunia), maka akan berdampak ke sektor pendukung lain misalnya untuk minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO), akan berimbas ke petani sawit, pemilik kapal tongkang, logistik, serta dapat berdampak pula ke kredit macet di perbankan, dan lainnya.

"Di Q4 ini harga komoditas dunia masih turun jadi saat ini rasanya masih susah untuk dapat lebih baik. Dan untuk memperbaiki current account deficit [CAD, neraca transaksi berjalan] saat ini adalah dengan menaikkan investasi yang untuk sektor ekspor," katanya.


Dia menegaskan sektor consumer mikro tidak terlalu berpengaruh atas perlambatan ekonomi.

"Konsumen sektor mikro adalah kelas menengah ke bawah. Selama daya beli kelas menengah ke bawah tidak berkurang, maka sektor mikro tidak terlalu berpengaruh," katanya.

Moekti mengungkapkan, "apalagi, sektor mikro yang memproduksi makanan atau kebutuhan sehari-hari. Biasanya apabila terjadi perlambatan ekonomi, sektor makanan, minuman tidak banyak menurun karena sebagai kebutuhan pokok."

Simak kinerja IHSG di ASEAN

[Gambas:Video CNBC]

 


(tas) Next Article Beranikah BI Turunkan Suku Bunga?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular