
Euro Kehabisan Tenaga Usai Naik Empat Hari Beruntun
Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
20 November 2019 20:02

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar euro melemah melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Rabu (20/11/19) setelah mencatat penguatan empat hari berturut-turut. Pada pukul 19:43 WIB, euro melemah 0,16% di pasar spot, melansir data Refinitiv. Dalam empat hari sebelumnya, total euro menguat 0,65%
Penguatan mata uang 19 negara ini dimulai saat Jerman berhasil terhindar dari resesi. Badan Statistik Jerman (Destatis) Kamis pekan lalu melaporkan produk domestik bruto (PDB) tumbuh 0,1% quarter-on-quarter (QoQ) di kuartal III-2019. Pada kuartal II-2019, PDB Jerman mengalami kontraksi 0,1%, sehingga terhindar dari resesi di periode Juli-September.
Dengan terhindarnya Jerman dari resesi, muncul optimisme akan bangkitnya perekonomian Benua Biru. Optimisme membaiknya perekonomian Eropa terlihat dari kucuran modal yang masuk ke bursa saham Eropa dalam dua pekan terakhir.
Berdasarkan data EPFR, dalam dua pekan terakhir investor menyuntikkan modalnya (inflow) ke pasar saham Eropa senilai US$ 3 miliar, sekaligus menghentikan outflow dalam 85 pekan sebelumnya, sebagaimana dilansir CNBC International.
Setelah menguat empat hari beruntun, euro kehabisan "bensin" dan kini berbalik melemah. Tanda-tanda mata uang 19 negara ini kehabisan tenaga sudah terlihat Selasa kemarin yang hanya menguat 0,07%.
Perlu momentum lebih besar lagi untuk terus mendongkrak kinerja euro. Apalagi hari ini pasar global malah dihantui kegagalan perundingan kesepakatan dagang Amerika Serikat (AS) dengan China.
Retaknya hubungan AS-China dimulai saat CNBC International mengutip seorang sumber pemerintah China melaporkan Mood di Beijing mengenai kesepakatan dagang saat ini pesimistis akibat keengganan Presiden Trump dalam menghapus bea masuk, di mana sebelumnya China percaya AS sudah sepakat akan adanya penghapusan.
Sumber itu juga mengatakan China kini mengamati dengan seksama situasi politik di AS, termasuk sidang pemakzulan dan pemilihan presiden 2020. Para pejabat China dikatakan mulai mempertimbangkan apakah lebih rasional untuk menunggu hingga semua urusan politik tersebut selesai akibat kemungkinan Trump tidak lagi menjabat sebagai presiden.
Merespons kabar tersebut, euro masih cukup tenaga untuk menguat Selasa kemarin, tetapi hari ini berbeda. Hubungan kedua negara semakin panas setelah Presiden AS Donald Trump mengancam akan menaikkan lagi bea masuk.
"Jika kita tidak membuat kesepakatan dengan China, saya akan menaikkan bea masuk, bahkan lebih tinggi lagi" kata Trump sebagaimana dilansir CNBC International.
Sejauh ini, AS telah mengenakan bea masuk produk dari China senilai US$ 500 miliar, dan China membalas dengan menaikkan bea masuk terhadap produk made in USA senilai US$ 110 miliar.
Jika kedua belah pihak tidak mencapai kesepakatan dagang, Trump berencana akan menaikkan bea masuk lagi pada tanggal 15 Desember nanti. Gagalnya kesepakatan dagang AS-China, atau bahkan ada kenaikan bea masuk lagi tentunya menjadi kabar buruk bagi perekonomian global, termasuk perekonomian Eropa yang sedang berusaha bangkit.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap) Next Article Ekonomi AS Makin Terpuruk, Euro Berbalik Menguat 0,5%
Penguatan mata uang 19 negara ini dimulai saat Jerman berhasil terhindar dari resesi. Badan Statistik Jerman (Destatis) Kamis pekan lalu melaporkan produk domestik bruto (PDB) tumbuh 0,1% quarter-on-quarter (QoQ) di kuartal III-2019. Pada kuartal II-2019, PDB Jerman mengalami kontraksi 0,1%, sehingga terhindar dari resesi di periode Juli-September.
Berdasarkan data EPFR, dalam dua pekan terakhir investor menyuntikkan modalnya (inflow) ke pasar saham Eropa senilai US$ 3 miliar, sekaligus menghentikan outflow dalam 85 pekan sebelumnya, sebagaimana dilansir CNBC International.
Setelah menguat empat hari beruntun, euro kehabisan "bensin" dan kini berbalik melemah. Tanda-tanda mata uang 19 negara ini kehabisan tenaga sudah terlihat Selasa kemarin yang hanya menguat 0,07%.
Perlu momentum lebih besar lagi untuk terus mendongkrak kinerja euro. Apalagi hari ini pasar global malah dihantui kegagalan perundingan kesepakatan dagang Amerika Serikat (AS) dengan China.
Retaknya hubungan AS-China dimulai saat CNBC International mengutip seorang sumber pemerintah China melaporkan Mood di Beijing mengenai kesepakatan dagang saat ini pesimistis akibat keengganan Presiden Trump dalam menghapus bea masuk, di mana sebelumnya China percaya AS sudah sepakat akan adanya penghapusan.
Sumber itu juga mengatakan China kini mengamati dengan seksama situasi politik di AS, termasuk sidang pemakzulan dan pemilihan presiden 2020. Para pejabat China dikatakan mulai mempertimbangkan apakah lebih rasional untuk menunggu hingga semua urusan politik tersebut selesai akibat kemungkinan Trump tidak lagi menjabat sebagai presiden.
Merespons kabar tersebut, euro masih cukup tenaga untuk menguat Selasa kemarin, tetapi hari ini berbeda. Hubungan kedua negara semakin panas setelah Presiden AS Donald Trump mengancam akan menaikkan lagi bea masuk.
"Jika kita tidak membuat kesepakatan dengan China, saya akan menaikkan bea masuk, bahkan lebih tinggi lagi" kata Trump sebagaimana dilansir CNBC International.
Sejauh ini, AS telah mengenakan bea masuk produk dari China senilai US$ 500 miliar, dan China membalas dengan menaikkan bea masuk terhadap produk made in USA senilai US$ 110 miliar.
Jika kedua belah pihak tidak mencapai kesepakatan dagang, Trump berencana akan menaikkan bea masuk lagi pada tanggal 15 Desember nanti. Gagalnya kesepakatan dagang AS-China, atau bahkan ada kenaikan bea masuk lagi tentunya menjadi kabar buruk bagi perekonomian global, termasuk perekonomian Eropa yang sedang berusaha bangkit.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap) Next Article Ekonomi AS Makin Terpuruk, Euro Berbalik Menguat 0,5%
Most Popular