
Perang Dagang & Risalah The Fed Bikin Gemetar, IHSG Melemah

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengawali perdagangan ketiga di pekan ini, Rabu (20/11/2019), di zona merah.
Pada pembukaan perdagangan, IHSG melemah 0,26% ke level 6.136,25. Pada pukul 09:20 WIB, koreksi indeks saham acuan di Indonesia tersebut sudah bertambah lebar menjadi 0,33% ke level 6.131,57.
Kinerja IHSG senada dengan seluruh bursa saham utama kawasan Asia yang sedang kompak melaju di zona merah. Hingga berita ini diturunkan, indeks Nikkei turun 0,81%, indeks Shanghai melemah 0,34%. indeks Hang Seng jatuh 0,91%, indeks Straits Times terkoreksi 0,49%, dan indeks Kospi berkurang 0,95%.
![]() |
Memudarnya optimisme bahwa AS dan China akan segera meneken kesepakatan dagang tahap satu menjadi faktor yang memantik aksi jual di bursa saham Benua Kuning. Kini, prospek ditekennya kesepakatan dagang tahap satu yang begitu dinanti-nantikan oleh pelaku pasar menjadi berwarna abu-abu.
CNBC International melaporkan bahwa pejabat pemerintahan China kini pesimistis terkait prospek kesepakatan dagang tahap satu.
Penyebabnya, China dibuat kesal dengan pernyataan Presiden AS Donald Trump bahwa AS belum menyepakati penghapusan bea masuk tambahan yang sebelumnya dibebankan terhadap produk impor asal China. Padahal, pihak China menganggap bahwa mereka telah mencapai kesepakatan terkait dengan hal tersebut dengan AS.
Pemberitaan tersebut lantas membuat mood pelaku pasar menjadi kurang mengenakan. Untuk diketahui, sebelumnya ada perkembangan yang positif terkait negosiasi dagang AS-China.
Menurut kantor berita Xinhua, Wakil Perdana Menteri China Liu He menggelar perbincangan via sambungan telepon dengan Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin dan Kepala Perwakilan Dagang AS Robert Lighthizer pada akhir pekan kemarin terkait dengan kesepakatan dagang tahap satu, seperti dilansir dari CNBC International.
Xinhua melaporkan bahwa kedua belah pihak mengadakan diskusi yang konstruktif terkait dengan kekhawatiran di bidang perdagangan yang dimiliki masing-masing pihak. Kedua pihak disebut setuju untuk tetap berdialog secara intens. Xinhua juga melaporkan bahwa pembicaraan via sambungan telepon antar negosiator dagang tingkat tinggi dari AS dan China tersebut merupakan permintaan dari pihak AS.
Sejauh ini, bea masuk tambahan yang dikenakan oleh masing-masing negara terbukti sudah menghantam perekonomiannya masing-masing.
Belum lama ini, pembacaan awal untuk angka pertumbuhan ekonomi AS periode kuartal III-2019 diumumkan di level 1,9% (QoQ annualized), jauh melambat dibandingkan pertumbuhan pada periode yang sama tahun lalu (kuartal III-2018) yang mencapai 3,4%.
Beralih ke China, belum lama ini Beijing mengumumkan bahwa perekonomiannya hanya tumbuh di level 6% secara tahunan pada kuartal III-2019, lebih rendah dari konsensus yang sebesar 6,1%, seperti dilansir dari Trading Economics. Pertumbuhan ekonomi pada kuartal III-2019 juga lebih rendah dibandingkan capaian pada kuartal II-2019 yang sebesar 6,2%.
Lebih lanjut, rilis risalah dari pertemuan The Federal Reserve (The Fed) edisi Oktober 2019 ikut menjadi faktor yang memanti aksi jual di bursa saham Asia. Risalah tersebut dijadwalkan dirilis pada dini hari nanti (21/11/2019) waktu Indonesia.
Untuk diketahui, pada bulan lalu The Fed memutuskan untuk memangkas federal funds rate sebesar 25 bps ke rentang 1,5%-1,75%. Lemahnya pertumbuhan ekonomi global dan rendahnya tingkat inflasi menjadi faktor yang mendasari keputusan tersebut. Pemangkasan tingkat suku bunga acuan pada bulan lalu menandai pemangkasan yang ketiga di tahun 2019.
Namun, pasca mengumumkan tingkat suku bunga acuan pada bulan lalu, The Fed memberi sinyal bahwa mereka akan menahan diri dari memangkas tingkat suku bunga acuan lebih lanjut.
Mengutip situs resmi CME Group yang merupakan pengelola bursa derivatif terkemuka di dunia, berdasarkan harga kontrak fed fund futures per 19 November 2019, probabilitas The Fed akan kembali memangkas tingkat suku bunga acuan di sisa tahun 2019 hanya berada di level 0,7%.
Dikhawatirkan, rilis risalah dari pertemuan edisi Oktober 2019 akan mengonfirmasi stance The Fed yang kini cenderung hawkish.
Dari dalam negeri, tekanan bagi IHSG pada hari ini datang dari ekspektasi terkait hasil Rapat Dewan gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI).
Pada hari ini, BI dijadwalkan untuk memulai RDG yang akan berakhir pada hari Kamis (21/11/2019). Konsensus yang dihimpun oleh CNBC Indonesia memproyeksikan bahwa bank sentral akan menahan tingkat suku bunga acuan di level 5%.
Untuk diketahui, dalam empat RDG terakhir BI selalu memangkas tingkat suku bunga acuan dengan besaran 25 basis poin (bps). Lantas jika ditotal, BI sudah memangkas tingkat suku bunga acuan hingga 100 bps dalam empat bulan terakhir.
Saat ini, perekonomian Indonesia jelas membutuhkan suntikan energi yang salah satunya bisa datang dari pemangkasan tingkat suku bunga acuan. Belum lama ini, Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan bahwa perekonomian Indonesia hanya tumbuh sebesar 5,02% secara tahunan (year-on-year/YoY) pada kuartal III-2019.
Pada kuartal I-2019 perekonomian Indonesia tercatat tumbuh sebesar 5,07% secara tahunan, diikuti pertumbuhan sebesar 5,05% secara tahunan pada kuartal II-2019.
Angka pertumbuhan ekonomi pada tiga bulan pertama tahun ini sedikit berada di atas capaian periode yang sama tahun sebelumnya (kuartal I-2018) yang sebesar 5,06%. Sementara untuk periode kuartal-II 2019, pertumbuhan ekonomi jauh lebih rendah jika dibandingkan capaian kuartal II-2018 yang mencapai 5,27%.
Pada kuartal III-2019, angka pertumbuhan ekonomi yang hanya mencapai 5,02% tersebut lantas berada di bawah capaian periode kuartal I-2019 dan kuartal II-2019. Capaian tersebut juga jauh lebih rendah dari capaian pada kuartal III-2018 kala perekonomian Indonesia mampu tumbuh 5,17% secara tahunan.
Jika tingkat suku bunga acuan dipangkas lebih lanjut oleh BI, bank akan semakin terdorong untuk menurunkan tingkat suku bunga kredit sehingga memacu dunia usaha untuk melakukan ekspansi. Selain itu, masyarakat juga akan terdorong untuk meningkatkan konsumsinya. Pada akhirnya, roda perekonomian akan berputar lebih kencang.
Praktis, absennya ekspektasi bahwa BI akan memangkas tingkat suku bunga acuan pada pekan ini menjadi sentimen negatif bagi IHSG.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/tas) Next Article Besok AS-China Deal! IHSG Nyaman di Zona Hijau
