
Internasional
Utang Korporasi Negara-negara Ini Terancam Gagal Bayar
Rehia Sebayang, CNBC Indonesia
18 November 2019 17:01

Jakarta, CNBC Indonesia - Dana Moneter Internasional (IMF) memperingatkan bahwa hampir 40%, atau sekitar US$ 19 triliun, utang korporasi di negara-negara ekonomi utama dunia terancam mengalami gagal bayar (default).
Jumlah itu sekitar Rp 266 ribu triliun (estimasi kurs Rp 14.000/dolar).
Negara-negara yang termasuk terancam gagal membayar utang korporasi yang membengkak itu termasuk Amerika Serikat (AS), China, Jepang, Jerman, Inggris, Prancis, Italia, dan Spanyol.
"Kondisi keuangan yang mudah telah memperpanjang siklus kredit perusahaan, dengan pengambilan risiko keuangan lebih lanjut oleh perusahaan dan penumpukan utang yang berkelanjutan. Kerentanan sektor korporasi sudah meningkat di beberapa ekonomi penting secara sistemik, yang mencerminkan peningkatan utang dan seringkali kapasitas layanan utang yang lemah," kata Laporan Stabilitas Keuangan Global IMF.
"Imbal hasil yang lebih rendah untuk waktu yang lebih lama dapat mendorong investor institusi untuk mencari investasi yang lebih berisiko dan tidak likuid untuk mendapatkan pengembalian yang ditargetkan."
IMF menyebut meningkatnya utang ini disebabkan oleh suku bunga rendah yang terus-menerus diterapkan berbagai bank sentral di dunia. Salah satunya adalah Federal Reserve AS yang telah memangkas suku bunga beberapa kali tahun ini. Bank Sentral Eropa (ECB) juga terus mempertahankan suku bunga negatif dan memperkenalkan paket stimulus besar-besaran.
Sementara itu, menurut International Institute of Finance (IIF) angka utang dunia telah melonjak US$ 7,5 triliun atau Rp 105 ribu triliun (kurs Rp 14.000/dolar) selama enam bulan awal 2019. Total utang dunia saat ini mencapai US$ 250 triliun atau Rp 3,5 juta triliun.
Lembaga ini juga mengatakan bahwa jumlah utang diperkirakan akan meningkat melebihi US$ 255 triliun pada akhir 2019. Lebih dari setengah kenaikan utang ini disumbang oleh negara dengan perekonomian terbesar di dunia, yaitu Amerika Serikat (AS) dan China.
"China dan AS menyumbang lebih dari 60% kenaikan. Demikian pula, utang negara berkembang (emerging market/EM) juga mencapai rekor baru US$ 71,4 triliun (220% dari PDB). Dengan beberapa tanda perlambatan dalam laju akumulasi utang, kami memperkirakan bahwa utang global akan melampaui US$ 255 triliun tahun ini," kata IIF dalam laporan tersebut.
(sef/sef) Next Article Waspada, Ekonomi China Diprediksi Hanya Tumbuh 5,8% di 2020
Jumlah itu sekitar Rp 266 ribu triliun (estimasi kurs Rp 14.000/dolar).
Negara-negara yang termasuk terancam gagal membayar utang korporasi yang membengkak itu termasuk Amerika Serikat (AS), China, Jepang, Jerman, Inggris, Prancis, Italia, dan Spanyol.
"Imbal hasil yang lebih rendah untuk waktu yang lebih lama dapat mendorong investor institusi untuk mencari investasi yang lebih berisiko dan tidak likuid untuk mendapatkan pengembalian yang ditargetkan."
IMF menyebut meningkatnya utang ini disebabkan oleh suku bunga rendah yang terus-menerus diterapkan berbagai bank sentral di dunia. Salah satunya adalah Federal Reserve AS yang telah memangkas suku bunga beberapa kali tahun ini. Bank Sentral Eropa (ECB) juga terus mempertahankan suku bunga negatif dan memperkenalkan paket stimulus besar-besaran.
Sementara itu, menurut International Institute of Finance (IIF) angka utang dunia telah melonjak US$ 7,5 triliun atau Rp 105 ribu triliun (kurs Rp 14.000/dolar) selama enam bulan awal 2019. Total utang dunia saat ini mencapai US$ 250 triliun atau Rp 3,5 juta triliun.
Lembaga ini juga mengatakan bahwa jumlah utang diperkirakan akan meningkat melebihi US$ 255 triliun pada akhir 2019. Lebih dari setengah kenaikan utang ini disumbang oleh negara dengan perekonomian terbesar di dunia, yaitu Amerika Serikat (AS) dan China.
"China dan AS menyumbang lebih dari 60% kenaikan. Demikian pula, utang negara berkembang (emerging market/EM) juga mencapai rekor baru US$ 71,4 triliun (220% dari PDB). Dengan beberapa tanda perlambatan dalam laju akumulasi utang, kami memperkirakan bahwa utang global akan melampaui US$ 255 triliun tahun ini," kata IIF dalam laporan tersebut.
(sef/sef) Next Article Waspada, Ekonomi China Diprediksi Hanya Tumbuh 5,8% di 2020
Most Popular