
Walau Sudah Banting Tulang, IHSG Tetap Ditutup Melemah
Anthony Kevin, CNBC Indonesia
18 November 2019 16:35

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengawali perdagangan pertama di pekan ini, Senin (18/11/2019), di zona merah.
Pada pembukaan perdagangan, IHSG melemah 0,03% ke level 6.126,41 Per akhir sesi satu, koreksi indeks saham acuan di Indonesia tersebut bertambah menjadi sebesar 0,28% ke level 6.111,46. Per akhir sesi dua, koreksi IHSG tersisa 0,09% ke level 6.122,63.
Walau sudah banting tulang untuk merangsek ke zona hijau, IHSG tetap harus puas mengakhiri hari di teritori negatif.
Saham-saham yang berkontribusi signifikan dalam menekan kinerja IHSG di antaranya PT Telekomunikasi Indonesia Tbk/TLKM (-1,96%), PT HM Sampoerna Tbk/HMSP (-0,96%), PT Bank Pan Indonesia Tbk/PNBN (-6,23%), PT United Tractors Tbk/UNTR (-2,12%), dan PT Renuka Coalindo Tbk/SQMI (-24,73%).
Kinerja IHSG berbanding terbalik dengan mayoritas bursa saham utama kawasan Asia yang justru melaju di zona hijau: indeks Nikkei naik 0,49%, indeks Shanghai menguat 0,62%, indeks Hang Seng melejit 1,35%, dan indeks Straits Times terapresiasi 0,44%.
Bursa saham Benua Kuning berhasil membalikkan keadaan pasca dibuka melemah pada pagi hari tadi. Pada pembukaan perdagangan, indeks Shanghai melemah 0,06%, indeks Straits Times jatuh 0,22%, dan indeks Kospi terkoreksi 0,01%. Sementara itu, indeks Hang Seng dibuka menguat 0,44% dan indeks Nikkei dibuka flat.
Bursa saham Benua Kuning menguat seiring dengan perkembangan yang positif terkait negosiasi dagang AS-China. Menurut kantor berita Xinhua, Wakil Perdana Menteri China Liu He menggelar perbincangan via sambungan telepon dengan Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin dan Kepala Perwakilan Dagang AS Robert Lighthizer pada akhir pekan kemarin terkait dengan kesepakatan dagang tahap satu, seperti dilansir dari CNBC International.
Xinhua melaporkan, kedua belah pihak mengadakan diskusi yang konstruktif terkait dengan kekhawatiran di bidang perdagangan yang dimiliki masing-masing pihak. Kedua pihak disebut setuju untuk tetap berdialog secara intens. Xinhua juga melaporkan, pembicaraan via sambungan telepon antar negosiator dagang tingkat tinggi dari AS dan China tersebut merupakan permintaan dari pihak AS.
Perkembangan ini lantas memberikan kelegaan bagi para pelaku pasar. Sebelumnya, pemberitaan terkait negosiasi dagang kedua negara terbilang negatif sehingga membuat pelaku pasar khawatir bahwa kesepakatan dagang tahap satu belum akan bisa diteken dalam waktu dekat.
CNBC International melaporkan pada pekan lalu bahwa AS sedang berusaha mendapatkan konsesi yang lebih besar dari China terkait dengan perlindungan kekayaan intelektual dan penghentian praktik transfer teknologi secara paksa.
Di sisi lain, Beijing dikabarkan enggan untuk memasukkan komitmen untuk membeli produk agrikultur asal AS dalam jumlah tertentu dalam teks kesepakatan dagang tahap satu. Sebelumnya, Presiden AS Donald Trump mengungkapkan bahwa China setuju untuk membeli produk agrikultur asal AS senilai US$ 50 miliar setiap tahunnya sebagai bagian dari kesepakatan dagang tahap satu.
Kemudian, Beijing kembali menegaskan bahwa AS harus menghapuskan bea masuk tambahan yang sudah dibebankan terhadap produk impor asal China jika ingin kesepakatan dagang tahap satu tercapai, sebuah hal yang masih enggan disetujui oleh pihak AS.
Sejauh ini, bea masuk tambahan yang dikenakan oleh masing-masing negara terbukti sudah menghantam perekonomiannya masing-masing. Belum lama ini, pembacaan awal untuk angka pertumbuhan ekonomi AS periode kuartal III-2019 diumumkan di level 1,9% (QoQ annualized), jauh melambat dibandingkan pertumbuhan pada periode yang sama tahun lalu (kuartal III-2018) yang mencapai 3,4%.
Beralih ke China, belum lama ini Beijing mengumumkan bahwa perekonomiannya hanya tumbuh di level 6% secara tahunan pada kuartal III-2019, lebih rendah dari konsensus yang sebesar 6,1%, seperti dilansir dari Trading Economics. Pertumbuhan ekonomi pada kuartal III-2019 juga lebih rendah dibandingkan capaian pada kuartal II-2019 yang sebesar 6,2%.
Jika kesepakatan dagang tahap satu bisa diteken, roda perekonomian AS dan China, berikut dengan roda perekonomian dunia, bisa dipacu untuk berputar lebih kencang.
Selain karena penghapusan bea masuk, kesepakatan dagang tahap satu AS-China diharapkan bisa mengerek laju perekonomian keduanya lantaran ada kemungkinan bahwa kesepakatan tersebut akan membuat AS melunak terhadap perusahaan-perusahaan asal China.
Pada Mei 2019, Trump mendeklarasikan kondisi darurat nasional di sektor teknologi melalui sebuah perintah eksekutif. Dengan aturan itu, Menteri Perdagangan Wilbur Ross menjadi memiliki wewenang untuk memblokir transaksi dalam bidang teknologi informasi atau komunikasi yang menimbulkan risiko bagi keamanan nasional AS.
Bersamaan kebijakan ini, Huawei Technologies dan 68 entitas yang terafiliasi dengan Huawei Technologies dimasukkan ke dalam daftar perusahaan yang dilarang membeli perangkat dan komponen dari perusahaan AS tanpa persetujuan pemerintah.
Dalam keterangan resmi yang diperoleh CNBC Indonesia dari halaman Federal Register, pemerintah AS beralasan bahwa terdapat dasar yang cukup untuk mengambil kesimpulan bahwa Huawei telah terlibat dalam aktivitas-aktivitas yang bertentangan dengan keamanan nasional atau arah kebijakan luar negeri dari AS.
Bukan hanya keamanan nasional, Hak Asasi Manusia (HAM) juga dijadikan alasan oleh pihak AS untuk memblokir perusahaan asal China dalam upayanya untuk memenangkan perang dagang. Per tanggal 9 Oktober 2019, AS resmi memasukkan 28 entitas asal China ke dalam daftar hitam, di mana sebanyak delapan di antaranya merupakan perusahaan teknologi raksasa.
Dimasukkan delapan perusahaan teknologi raksasa asal China tersebut membuat mereka tak bisa melakukan bisnis dengan perusahaan asal AS tanpa adanya lisensi khusus. AS beralasan bahwa kedelapan perusahaan tersebut terlibat dalam pelanggaran HAM terhadap kaum Muslim di Xinjiang, China.
Pada pembukaan perdagangan, IHSG melemah 0,03% ke level 6.126,41 Per akhir sesi satu, koreksi indeks saham acuan di Indonesia tersebut bertambah menjadi sebesar 0,28% ke level 6.111,46. Per akhir sesi dua, koreksi IHSG tersisa 0,09% ke level 6.122,63.
Walau sudah banting tulang untuk merangsek ke zona hijau, IHSG tetap harus puas mengakhiri hari di teritori negatif.
Kinerja IHSG berbanding terbalik dengan mayoritas bursa saham utama kawasan Asia yang justru melaju di zona hijau: indeks Nikkei naik 0,49%, indeks Shanghai menguat 0,62%, indeks Hang Seng melejit 1,35%, dan indeks Straits Times terapresiasi 0,44%.
Bursa saham Benua Kuning berhasil membalikkan keadaan pasca dibuka melemah pada pagi hari tadi. Pada pembukaan perdagangan, indeks Shanghai melemah 0,06%, indeks Straits Times jatuh 0,22%, dan indeks Kospi terkoreksi 0,01%. Sementara itu, indeks Hang Seng dibuka menguat 0,44% dan indeks Nikkei dibuka flat.
Bursa saham Benua Kuning menguat seiring dengan perkembangan yang positif terkait negosiasi dagang AS-China. Menurut kantor berita Xinhua, Wakil Perdana Menteri China Liu He menggelar perbincangan via sambungan telepon dengan Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin dan Kepala Perwakilan Dagang AS Robert Lighthizer pada akhir pekan kemarin terkait dengan kesepakatan dagang tahap satu, seperti dilansir dari CNBC International.
Xinhua melaporkan, kedua belah pihak mengadakan diskusi yang konstruktif terkait dengan kekhawatiran di bidang perdagangan yang dimiliki masing-masing pihak. Kedua pihak disebut setuju untuk tetap berdialog secara intens. Xinhua juga melaporkan, pembicaraan via sambungan telepon antar negosiator dagang tingkat tinggi dari AS dan China tersebut merupakan permintaan dari pihak AS.
Perkembangan ini lantas memberikan kelegaan bagi para pelaku pasar. Sebelumnya, pemberitaan terkait negosiasi dagang kedua negara terbilang negatif sehingga membuat pelaku pasar khawatir bahwa kesepakatan dagang tahap satu belum akan bisa diteken dalam waktu dekat.
CNBC International melaporkan pada pekan lalu bahwa AS sedang berusaha mendapatkan konsesi yang lebih besar dari China terkait dengan perlindungan kekayaan intelektual dan penghentian praktik transfer teknologi secara paksa.
Di sisi lain, Beijing dikabarkan enggan untuk memasukkan komitmen untuk membeli produk agrikultur asal AS dalam jumlah tertentu dalam teks kesepakatan dagang tahap satu. Sebelumnya, Presiden AS Donald Trump mengungkapkan bahwa China setuju untuk membeli produk agrikultur asal AS senilai US$ 50 miliar setiap tahunnya sebagai bagian dari kesepakatan dagang tahap satu.
Kemudian, Beijing kembali menegaskan bahwa AS harus menghapuskan bea masuk tambahan yang sudah dibebankan terhadap produk impor asal China jika ingin kesepakatan dagang tahap satu tercapai, sebuah hal yang masih enggan disetujui oleh pihak AS.
Sejauh ini, bea masuk tambahan yang dikenakan oleh masing-masing negara terbukti sudah menghantam perekonomiannya masing-masing. Belum lama ini, pembacaan awal untuk angka pertumbuhan ekonomi AS periode kuartal III-2019 diumumkan di level 1,9% (QoQ annualized), jauh melambat dibandingkan pertumbuhan pada periode yang sama tahun lalu (kuartal III-2018) yang mencapai 3,4%.
Beralih ke China, belum lama ini Beijing mengumumkan bahwa perekonomiannya hanya tumbuh di level 6% secara tahunan pada kuartal III-2019, lebih rendah dari konsensus yang sebesar 6,1%, seperti dilansir dari Trading Economics. Pertumbuhan ekonomi pada kuartal III-2019 juga lebih rendah dibandingkan capaian pada kuartal II-2019 yang sebesar 6,2%.
Jika kesepakatan dagang tahap satu bisa diteken, roda perekonomian AS dan China, berikut dengan roda perekonomian dunia, bisa dipacu untuk berputar lebih kencang.
Selain karena penghapusan bea masuk, kesepakatan dagang tahap satu AS-China diharapkan bisa mengerek laju perekonomian keduanya lantaran ada kemungkinan bahwa kesepakatan tersebut akan membuat AS melunak terhadap perusahaan-perusahaan asal China.
Pada Mei 2019, Trump mendeklarasikan kondisi darurat nasional di sektor teknologi melalui sebuah perintah eksekutif. Dengan aturan itu, Menteri Perdagangan Wilbur Ross menjadi memiliki wewenang untuk memblokir transaksi dalam bidang teknologi informasi atau komunikasi yang menimbulkan risiko bagi keamanan nasional AS.
Bersamaan kebijakan ini, Huawei Technologies dan 68 entitas yang terafiliasi dengan Huawei Technologies dimasukkan ke dalam daftar perusahaan yang dilarang membeli perangkat dan komponen dari perusahaan AS tanpa persetujuan pemerintah.
Dalam keterangan resmi yang diperoleh CNBC Indonesia dari halaman Federal Register, pemerintah AS beralasan bahwa terdapat dasar yang cukup untuk mengambil kesimpulan bahwa Huawei telah terlibat dalam aktivitas-aktivitas yang bertentangan dengan keamanan nasional atau arah kebijakan luar negeri dari AS.
Bukan hanya keamanan nasional, Hak Asasi Manusia (HAM) juga dijadikan alasan oleh pihak AS untuk memblokir perusahaan asal China dalam upayanya untuk memenangkan perang dagang. Per tanggal 9 Oktober 2019, AS resmi memasukkan 28 entitas asal China ke dalam daftar hitam, di mana sebanyak delapan di antaranya merupakan perusahaan teknologi raksasa.
Dimasukkan delapan perusahaan teknologi raksasa asal China tersebut membuat mereka tak bisa melakukan bisnis dengan perusahaan asal AS tanpa adanya lisensi khusus. AS beralasan bahwa kedelapan perusahaan tersebut terlibat dalam pelanggaran HAM terhadap kaum Muslim di Xinjiang, China.
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular