
Urusan Muamalat, Mending Swasta yang Selamatkan Jangan BUMN!
Anthony Kevin, CNBC Indonesia
17 November 2019 08:12

Lebih lanjut, jika pemerintah nekat memaksa bank-bank BUMN untuk menyelamatkan Bank Muamalat dan jika kinerja dari bank-bank BUMN menjadi terganggu karenanya, penerimaan negara bisa menipis.
Sebagai bank pelat merah, Bank Mandiri, BRI, dan BNI setiap tahunnya rutin menyetor dividen ke pemerintah. Pada tahun 2018, secara total pemerintah meraup penerimaan senilai Rp 45,06 triliun dari pembayaran dividen perusahaan-perusahaan pelat merah.
Dari jumlah tersebut, senilai Rp 15,9 triliun atau setara dengan 35,3% disumbang oleh Bank Mandiri, BRI, dan juga BNI.
Pada awal bulan ini tepatnya tanggal 5 November, Badan Pusat Statistik (BPS) merilis angka pertumbuhan ekonomi untuk periode kuartal III-2019. Sepanjang tiga bulan ketiga tahun ini, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa perekonomian Indonesia tumbuh sebesar 5,02% secara tahunan (year-on-year/YoY).
Untuk diketahui, pada kuartal I-2019 perekonomian Indonesia tercatat tumbuh sebesar 5,07% secara tahunan, disusul oleh pertumbuhan sebesar 5,05% secara tahunan pada kuartal II-2019.
Angka pertumbuhan ekonomi pada tiga bulan pertama tahun ini sedikit berada di atas capaian periode yang sama tahun sebelumnya (kuartal I-2018) yang sebesar 5,06%. Sementara untuk periode kuartal-II 2019, pertumbuhan ekonomi jauh lebih rendah jika dibandingkan capaian kuartal II-2018 yang mencapai 5,27%.
Pada kuartal III-2019, angka pertumbuhan ekonomi yang hanya mencapai 5,02% tersebut lantas berada di bawah capaian periode kuartal I-2019 dan kuartal II-2019. Capaian tersebut juga jauh lebih rendah dari capaian pada kuartal III-2018 kala perekonomian Indonesia mampu tumbuh 5,17% secara tahunan.
Lantas, secara keseluruhan laju perekonomian di sepanjang tahun 2019 terbilang mengecewakan, hampir mustahil untuk mampu tumbuh sesuai dengan target pemerintah yang sebesar 5,3%.
Di tengah perekonomian yang sedang lesu seperti ini, tentu pemerintah memerlukan amunisi untuk menggenjot pembangunan, yang salah satunya bisa datang dari dividen.
Kalau sampai bank-bank BUMN ‘diganggu’ dengan dipaksa untuk menyelamatkan Bank Muamalat dan jika kinerja keuangan mereka menjadi tertekan karenanya, praktis penerimaan dividen bisa turun dan membatasi ruang gerak pemerintah.
Lebih lanjut, pemaksaan terhadap bank-bank BUMN untuk menyelamatkan Bank Muamalat bisa mengganggu kondisi pasar saham tanah air. Seperti yang sudah disebutkan di halaman pertama, saham-saham bank BUMN sudah ‘dihukum’ oleh pelaku pasar seiring dengan isu bahwa mereka akan dipaksa untuk menyelamatkan Bank Muamalat.
Kalau ternyata isu ini benar menjadi kenyataan, aksi jual yang menerpa saham-saham bank BUMN bisa semakin besar. Hal ini tentu menjadi ancaman yang besar bagi pasar saham tanah air.
Pasalnya, sektor jasa keuangan merupakan sektor dengan kontribusi terbesar dalam pembentukan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang merupakan indeks saham acuan di Indonesia. Per penutupan perdagangan hari Jumat, sektor jasa keuangan menyumbang sebesar 33,19% dari total kapitalisasi pasar IHSG.
Kala tekanan jual terhadap saham-saham bank BUMN tak bisa diredam, tentu IHSG akan mendapatkan tekanan yang besar pula. Tekanan yang besar terhadap IHSG bisa mengurangi minat dari perusahaan-perusahaan untuk mencari pendanaan lewat pasar modal. Ujung-ujungnya, lagi-lagi perekonomian Indonesia yang menjadi taruhan.
Jadi, ada risiko yang begitu besar yang dihadapi pemerintah jika ingin menyelamatkan Bank Muamalat melalui tangan-tangan bank pelat merah. Opsi yang paling aman adalah membiarkan pihak swasta yang turun tangan.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/ank)
Pages
Most Popular