Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah berhasil menguat melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Jumat (15/11/19).
Rupiah langsung menguat 0,21% ke level 14.050/US$ begitu perdagangan hari ini dibuka. Selepas itu rupiah memangkas penguatan tetapi masih tetap berada di zona hijau.
Sayangnya mata uang Garuda tidak mampu menambah penguatan, Rp 14.050/US$ menjadi level terkuat bagi rupiah pada hari ini. Di penutupan perdagangan rupiah berada di level US$ 14.068/US$ atau menguat 0,09% di pasar spot, melansir data Refinitiv.
Mayoritas mata uang utama Asia menguat melawan dolar AS pada perdagangan hari ini. Hingga pukul 16:45 WIB, won Korea Selatan menjadi yang terbaik dengan menguat 0,25%. Yuan China dan peso Filipina melengkapi tiga besar dengan menguat masing-masing 0,15% dan 0,14%.
Yen Jepang menjadi mata uang dengan kinerja terburuk pada hari ini setelah melemah 0,21%.
Berikut pergerakan dolar AS melawan mata uang utama Asia hari ini.
Kabar baik datang dari AS setelah sejak pekan lalu pelaku pasar kebingungan. Pemerintah Negeri Tiongkok mengklaim AS telah sepakat membatalkan beberapa bea masuk, sementara AS membantah dan menyebut China melakukan propaganda.
Presiden Donald Trump juga membantah telah menyetujui pencabutan bea masuk produk dari China.
Hubungan AS-China terlihat semakin merenggang setelah CNBC International melaporkan AS sedang berusaha mendapatkan konsesi lebih kuat dari China untuk membuat regulasi kekayaan intelektual dan menghentikan praktik transfer paksa teknologi, sebagai gantinya AS akan membatalkan bea masuk yang seharusnya berlaku mulai 15 Desember nanti.
Di sisi lain, China kini dikabarkan ragu untuk membeli produk pertanian AS, padahal pada bulan lalu Presiden Trump mengklaim Negeri Tiongkok akan membeli produk pertanian Paman Sam senilai US$ 50 miliar sebagai bagian dari kesepakatan dagang fase satu.
Selain itu pemerintah Tiongkok masih kukuh ingin agar sebagian bea masuk dicabut sebagai bagian dari kesepakatan dagang fase satu.
"Perang dagang dimulai dengan pengenaan bea masuk, dan harus diakhiri dengan pembatalan bea masuk. Ini kondisi yang penting bagi kedua negara untuk mencapai kesepatan" kata juru bicara Kementerian Perdagangan China Gao Feng dalam konferensi pers mingguan Kamis kemarin, sebagaimana dilansir CNBC International.
Dampaknya sentimen pelaku pasar memburuk, dan rupiah kesulitan untuk menguat. Kabar bagus akhirnya datang diperdagangkan terakhir pekan ini.
Mengutip Reuters pada Kamis waktu AS, penasihat ekonomi Gedung Putih, Larry Kudlow memberikan keterangan bahwa negosiasi dengan Beijing berjalan konstruktif. Larry mengatakan dua raksasa ekonomi dunia ini akan mencapai kesepakatan dalam waktu dekat setelah melakukan perundingan intensif melalui telepon.
Laporan dari Reuters tersebut membuat sentimen pelaku pasar langsung membaik, rupiah punya modal untung menguat.
Modal bagi rupiah bertambah setelah Badan Pusat Statistik (BPS) secara mengejutkan melaporkan surplus neraca perdagangan RI. BPS mengumumkan ekspor Oktober 2019 terkontraksi atau turun 6,13% year-on-year (YoY) dan impor turun 16,39% YoY. Ini membuat neraca perdagangan surplus US$ 160 juta.
Padahal pelaku pasar memperkirakan neraca perdagangan bakal defisit. Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia menghasilkan angka defisit neraca perdagangan sebesar US$ 300 juta. Sementara konsensus dari Reuters dan Bloomberg juga meramal terjadi defisit masing-masing US$ 280 juta dan US$ 240 juta.
Meski mendapat sentimen positif dari dalam dan luar negeri, rupiah hanya mampu menguat tipis 0,09%, dan sepanjang pekan ini masih mencatat pelemahan 0,41%.
TIM RISET CNBC INDONESIA