
Analisis
Eksternal dan Internal Mendukung, Saatnya Rupiah Tancap Gas
Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
15 November 2019 12:42

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah menguat melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Jumat (15/11/19) kali ini mendapat mendapat sentimen positif dari eksternal dan internal.
Rupiah langsung menguat 0,21% ke 14.050/US$ begitu perdagangan hari ini dibuka. Selepas itu rupiah memangkas penguatan tetapi masih tetap berada di zona hijau.
Kabar baik datang dari AS setelah sejak pekan lalu pelaku pasar dibuat bingung oleh hubungan AS dengan China. Pemerintah Negeri Tiongkok mengklaim AS telah sepakat untuk membatalkan beberapa bea masuk, sementara AS membantah tersebut dan menyebut China melakukan propaganda.
Presiden Donald Trump juga menegaskan jika ia tidak menyetujui untuk mencabut bea masuk produk dari China. Dampaknya, sentimen pelaku pasar pun memburuk dan rupiah kesulitan untuk menguat. Kabar bagus akhirnya datang diperdagangkan terakhir pekan ini.
Mengutip Reuters pada Kamis waktu AS, penasihat ekonomi Gedung Putih, Larry Kudlow memberikan keterangan bahwa negosiasi dengan Beijing berjalan konstruktif. Larry mengatakan dua raksasa ekonomi dunia ini akan mencapai kesepakatan dalam waktu dekat setelah melakukan perundingan intensif melalui telepon.
Laporan dari Reuters tersebut membuat sentimen pelaku pasar langsung membaik, rupiah punya modal untung menguat.
Modal bagi rupiah bertambah setelah Badan Pusat Statistik (BPS) secara mengejutkan melaporkan surplus neraca perdagangan RI. BPS mengumumkan ekspor Oktober 2019 terkontraksi atau turun 6,13% year-on-year (YoY) dan impor turun 16,39% YoY. Ini membuat neraca perdagangan surplus US$ 160 juta.
Padahal pelaku pasar memperkirakan neraca perdagangan bakal defisit. Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia menghasilkan angka defisit neraca perdagangan sebesar US$ 300 juta. Sementara konsensus dari Reuters dan Bloomberg juga meramal terjadi defisit masing-masing US$ 280 juta dan US$ 240 juta.
Sejak awal pekan hingga Kamis kemarin, rupiah sudah melemah 0,5% dan mencapai level terlemah sejak 21 Oktober. Dengan kondisi eksternal dan internal yang mendukung, rupiah kini berpeluang terus memangkas pelemahan tersebut.
Rupiah langsung menguat 0,21% ke 14.050/US$ begitu perdagangan hari ini dibuka. Selepas itu rupiah memangkas penguatan tetapi masih tetap berada di zona hijau.
Kabar baik datang dari AS setelah sejak pekan lalu pelaku pasar dibuat bingung oleh hubungan AS dengan China. Pemerintah Negeri Tiongkok mengklaim AS telah sepakat untuk membatalkan beberapa bea masuk, sementara AS membantah tersebut dan menyebut China melakukan propaganda.
Mengutip Reuters pada Kamis waktu AS, penasihat ekonomi Gedung Putih, Larry Kudlow memberikan keterangan bahwa negosiasi dengan Beijing berjalan konstruktif. Larry mengatakan dua raksasa ekonomi dunia ini akan mencapai kesepakatan dalam waktu dekat setelah melakukan perundingan intensif melalui telepon.
Laporan dari Reuters tersebut membuat sentimen pelaku pasar langsung membaik, rupiah punya modal untung menguat.
Modal bagi rupiah bertambah setelah Badan Pusat Statistik (BPS) secara mengejutkan melaporkan surplus neraca perdagangan RI. BPS mengumumkan ekspor Oktober 2019 terkontraksi atau turun 6,13% year-on-year (YoY) dan impor turun 16,39% YoY. Ini membuat neraca perdagangan surplus US$ 160 juta.
Padahal pelaku pasar memperkirakan neraca perdagangan bakal defisit. Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia menghasilkan angka defisit neraca perdagangan sebesar US$ 300 juta. Sementara konsensus dari Reuters dan Bloomberg juga meramal terjadi defisit masing-masing US$ 280 juta dan US$ 240 juta.
Sejak awal pekan hingga Kamis kemarin, rupiah sudah melemah 0,5% dan mencapai level terlemah sejak 21 Oktober. Dengan kondisi eksternal dan internal yang mendukung, rupiah kini berpeluang terus memangkas pelemahan tersebut.
Next Page
Analisis Teknikal
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular