
AS Bantah Statement China, Rupiah Jadi Tak Berdaya
Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
08 November 2019 17:06

Kesepakatan dagang AS dengan China mengalami pasang surut di pekan ini. Hal tersebut turut membawa rupiah naik turun melawan dolar AS.
Rabu (6/11/19) lalu, kabar penandatangan kesepakatan dagang AS-China akan ditunda hingga bulan Desember membuat sentimen pelaku pasar memburuk. Dampaknya rupiah mengalami tekanan.
Sebaliknya, Kamis kemarin China mengirim kabar bagus yang membuat sentimen pelaku pasar membaik.
Mengutip CNBC International, Juru Bicara Kementerian Perdagangan China Gao Feng mengatakan baik AS maupun China setuju untuk membatalkan rencana pengenaan berbagai bea masuk. Perundingan yang konstruktif dalam dua pekan terakhir membuat kedua negara sudah dekat dengan kesepakatan damai dagang fase I.
Rupiah langsung menguat ke bawah Rp 14.000/US$ merespon kabar tersebut.
Namun, hari ini pelaku pasar kembali dibuat gelisah. Reuters memberitakan penghapusan bea masuk menimbulkan pertentangan di internal pemerintahan AS. Beberapa sumber mengungkapkan bahwa terjadi penolakan terhadap rencana tersebut.
"Tidak ada kesepakatan yang spesifik soal pencabutan bea masuk. Pihak AS masih bersikap ambigu, sementara China memang sangat berharap (penghapusan bea masuk) bisa terwujud," tegas Michael Pillsbury, penasihat Presiden AS Donald Trump yang berada di luar pemerintahan.
Peter Navarro, Penasihat Perdagangan Gedung Putih, juga menegaskan bahwa belum ada kesepakatan soal penghapusan bea masuk. Dia menilai China melakukan klaim sepihak.
"Sampai saat ini belum ada kesepakatan mengenai pencabutan bea masuk sebagai syarat ditandatanganinya perjanjian damai dagang fase I. Mereka (China) mencoba bernegosiasi di ruang publik," tegas Navarro dalam wawancara bersama Fox Business Network, seperti dikutip dari Reuters.
Dampaknya rupiah harus putar balik lagi, dan kembali ke atas Rp 14.000/US$, padahal data dari dalam negeri cukup mendukung Mata Uang Garuda untuk menguat.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia di kuartal III-2019 mencapai 5,02%, di atas ekspektasi pelaku pasar yang disurvei Bloomberg sebesar 5%. Kemudian cadangan devisa per 31 Oktober 2019 tercatat sebesar US$ 126,7 miliar. Angka ini meningkat US$ 2,4 miliar dibandingkan bulan sebelumnya yang tercatat US$ 124,3 miliar.
Terbaru pada hari ini, Bank Indonesia (BI) melaporkan Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada triwulan III-2019.
Pada periode tersebut, NPI mencatatkan defisit US$ 46 juta lebih rendah dibandingkan dengan defisit pada triwulan sebelumnya sebesar US$ 2,0 miliar.
Sementara Defisit neraca transaksi berjalan (CAD/Current Account Deficit) membaik. CAD triwulan III tercatat sebesar US$ 7,7 miliar atau 2,7% dari produk domestik bruto (PDB), dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 2,9% dari PDB.
Data-data tersebut bisa memberikan momentum penguatan bagi rupiah, tetapi teredam oleh belum pastinya kapan kesepakatan dagang AS-China akan resmi diteken.
TIM RISET CNBC INDONESIA (pap/tas)
Rabu (6/11/19) lalu, kabar penandatangan kesepakatan dagang AS-China akan ditunda hingga bulan Desember membuat sentimen pelaku pasar memburuk. Dampaknya rupiah mengalami tekanan.
Sebaliknya, Kamis kemarin China mengirim kabar bagus yang membuat sentimen pelaku pasar membaik.
Mengutip CNBC International, Juru Bicara Kementerian Perdagangan China Gao Feng mengatakan baik AS maupun China setuju untuk membatalkan rencana pengenaan berbagai bea masuk. Perundingan yang konstruktif dalam dua pekan terakhir membuat kedua negara sudah dekat dengan kesepakatan damai dagang fase I.
Namun, hari ini pelaku pasar kembali dibuat gelisah. Reuters memberitakan penghapusan bea masuk menimbulkan pertentangan di internal pemerintahan AS. Beberapa sumber mengungkapkan bahwa terjadi penolakan terhadap rencana tersebut.
"Tidak ada kesepakatan yang spesifik soal pencabutan bea masuk. Pihak AS masih bersikap ambigu, sementara China memang sangat berharap (penghapusan bea masuk) bisa terwujud," tegas Michael Pillsbury, penasihat Presiden AS Donald Trump yang berada di luar pemerintahan.
Peter Navarro, Penasihat Perdagangan Gedung Putih, juga menegaskan bahwa belum ada kesepakatan soal penghapusan bea masuk. Dia menilai China melakukan klaim sepihak.
"Sampai saat ini belum ada kesepakatan mengenai pencabutan bea masuk sebagai syarat ditandatanganinya perjanjian damai dagang fase I. Mereka (China) mencoba bernegosiasi di ruang publik," tegas Navarro dalam wawancara bersama Fox Business Network, seperti dikutip dari Reuters.
Dampaknya rupiah harus putar balik lagi, dan kembali ke atas Rp 14.000/US$, padahal data dari dalam negeri cukup mendukung Mata Uang Garuda untuk menguat.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia di kuartal III-2019 mencapai 5,02%, di atas ekspektasi pelaku pasar yang disurvei Bloomberg sebesar 5%. Kemudian cadangan devisa per 31 Oktober 2019 tercatat sebesar US$ 126,7 miliar. Angka ini meningkat US$ 2,4 miliar dibandingkan bulan sebelumnya yang tercatat US$ 124,3 miliar.
Terbaru pada hari ini, Bank Indonesia (BI) melaporkan Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada triwulan III-2019.
Pada periode tersebut, NPI mencatatkan defisit US$ 46 juta lebih rendah dibandingkan dengan defisit pada triwulan sebelumnya sebesar US$ 2,0 miliar.
Sementara Defisit neraca transaksi berjalan (CAD/Current Account Deficit) membaik. CAD triwulan III tercatat sebesar US$ 7,7 miliar atau 2,7% dari produk domestik bruto (PDB), dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 2,9% dari PDB.
Data-data tersebut bisa memberikan momentum penguatan bagi rupiah, tetapi teredam oleh belum pastinya kapan kesepakatan dagang AS-China akan resmi diteken.
TIM RISET CNBC INDONESIA (pap/tas)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular