
Ekonomi RI Sedang Berat, Tengok Saja Kinerja Emiten Ritel
Dwi Ayuningtyas, CNBC Indonesia
07 November 2019 14:32

Jakarta, CNBC Indonesia - Tren perlambatan ekonomi Indonesia semakin nyata setelah Badan Pusat Statistik (BPS) menyampaikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal III-2019 hanya tumbuh 5,02%. Selain itu data permintaan domestik juga tercatat menununjukkan angka yang tak jauh berbeda.
Kemarin (6/11/2019) Bank Indonesia (BI) merilis data penjualan ritel periode September 2019 yang tercatat hanya mampu tumbuh 0,7% year-on-year (YoY). Melambat dibandingkan bulan sebelumnya yang tumbuh 1,1% dan menjadi laju terlemah sejak Juni.
Sedangkan secara kuartalan, penjualan ritel pada kuartal kemarin tumbuh 1,4% YoY. Laju pertumbuhan kuartal III-2019 melemah dibandingkan kuartal sebelumnya yang berhasil naik 4,2% YoY dan juga lebih lambat dari kuartal III-2018 yang mampu tumbuh 4,6% YoY.
Meskipun demikian, BI memperkirakan bahwa pada Oktober penjualan ritel akan membaik ditopang oleh kelompok komoditas makanan, minuman, dan tembakau.
Di lain pihak, rilis data penjualan ritel BI menjadi penegas bahwa konsumsi masyarakat Indonesia memang melambat.
Hal ini dikarenakan sebelumnya BPS mencatat konsumsi rumah tangga penduduk Indonesia melambat, hanya tumbuh 5,01% YoY pada kuartal III-2019 dari sebelumnya tumbuh 5,17% YoY di kuartal II-2019. Ini menjadi laju terlemah sejak setahun lalu, tepatnya kuartal III-2018.
Berdasarkan tabel di bawah, perlambatan konsumsi rumah tangga terjadi hampir di seluruh aspek pengeluaran, terutama pakaian, alas kaki dan jasa perawatan.
Penurunan konsumsi rumah tangga tentu bukan berita baik bagi perekonomian Indonesia karena pos pengeluaran ini adalah kontributor utama pembentuk Produk Domestik Bruto (PDB), di mana pada kuartal kemarin kontribusinya mencapai 56,52%.
Lebih lanjut, penurunan penjualan ritel dan konsumsi rumah tangga secara tidak langsung juga tercermin dari kinerja perusahaan-perusahaan ritel. Mari tilik kinerjanya perusahaan-perusahaan ritel tersebut. Beberapa emiten peritel yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) menorehkan penurunan pada pos pendapatan, bahkan ada yang berbalik buntung. Hal ini terutama terjadi pada perusahaan peritel makanan dan pakaian, seperti PT Hero Supermarket Tbk (HERO), PT Matahari Putra Prima Tbk (MPPA) dan PT Ramayana Lestari Sentosa Tbk (RALS).
Pada Januari – September 2019, total pendapatan HERO membukukan koreksi 3,69% YoY menjadi Rp 9,49 triliun dari sebelumnya Rp 9,85 triliun pada periode yang sama tahun lalu. Parahnya, perusahaan gagal mengantongi laba dan terpaksa merugi Rp 6,68 miliar, padahal per September tahun lalu mencatatkan keuntungan Rp 86,18 miliar.
Kemudian, MPPA pemilik merek “Hypermart” juga menorehkan kinerja yang mengecewakan, di mana total pendapatan perusahaan anjlok 19,85% YoY menjadi Rp 6,64 triliun. Namun kerugian yang dicatatkan perusahaan turun 20,86% YoY dari Rp 335,85 miliar menjadi hanya Rp 265,79 miliar.
Lebih lanjut, meskipun secara performa 9 bulan pertama tahun ini kinerja emiten ritel terlihat tumbuh positif, sejatinya jika dirinci secara kuartalan maka kondisinya bertolak belakang, alias negatif.
Dari tabel di atas, HERO lagi-lagi membukukan kinerja yang paling bontot. Pasalnya, dari membukukan keuntungan Rp 11,42 miliar di kuartal II-2019, pada kuartal kemarin justru merugi Rp 14,58 miliar.
Selain itu juga ada MPPA yang jumlah kerugian sepanjang Juli-September 2019 membengkak 6,39% YoY, dari Rp 74,18 miliar menjadi RP 78,91 miliar.
Hanya PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk (AMRT) dan PT Ace Hardware Indonesia Tbk (ACES) yang menorehkan pertumbuhan laba secara kuartal yang positif dengan tumbuh masing-masing 25,78% QoQ dan 6,42% QoQ.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(dwa/dwa) Next Article Tahan Ekspansi, Emiten Ritel Kurangi Gerai & Karyawan
Kemarin (6/11/2019) Bank Indonesia (BI) merilis data penjualan ritel periode September 2019 yang tercatat hanya mampu tumbuh 0,7% year-on-year (YoY). Melambat dibandingkan bulan sebelumnya yang tumbuh 1,1% dan menjadi laju terlemah sejak Juni.
Sedangkan secara kuartalan, penjualan ritel pada kuartal kemarin tumbuh 1,4% YoY. Laju pertumbuhan kuartal III-2019 melemah dibandingkan kuartal sebelumnya yang berhasil naik 4,2% YoY dan juga lebih lambat dari kuartal III-2018 yang mampu tumbuh 4,6% YoY.
Meskipun demikian, BI memperkirakan bahwa pada Oktober penjualan ritel akan membaik ditopang oleh kelompok komoditas makanan, minuman, dan tembakau.
Di lain pihak, rilis data penjualan ritel BI menjadi penegas bahwa konsumsi masyarakat Indonesia memang melambat.
Hal ini dikarenakan sebelumnya BPS mencatat konsumsi rumah tangga penduduk Indonesia melambat, hanya tumbuh 5,01% YoY pada kuartal III-2019 dari sebelumnya tumbuh 5,17% YoY di kuartal II-2019. Ini menjadi laju terlemah sejak setahun lalu, tepatnya kuartal III-2018.
Berdasarkan tabel di bawah, perlambatan konsumsi rumah tangga terjadi hampir di seluruh aspek pengeluaran, terutama pakaian, alas kaki dan jasa perawatan.
Penurunan konsumsi rumah tangga tentu bukan berita baik bagi perekonomian Indonesia karena pos pengeluaran ini adalah kontributor utama pembentuk Produk Domestik Bruto (PDB), di mana pada kuartal kemarin kontribusinya mencapai 56,52%.
Lebih lanjut, penurunan penjualan ritel dan konsumsi rumah tangga secara tidak langsung juga tercermin dari kinerja perusahaan-perusahaan ritel. Mari tilik kinerjanya perusahaan-perusahaan ritel tersebut. Beberapa emiten peritel yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) menorehkan penurunan pada pos pendapatan, bahkan ada yang berbalik buntung. Hal ini terutama terjadi pada perusahaan peritel makanan dan pakaian, seperti PT Hero Supermarket Tbk (HERO), PT Matahari Putra Prima Tbk (MPPA) dan PT Ramayana Lestari Sentosa Tbk (RALS).
Pada Januari – September 2019, total pendapatan HERO membukukan koreksi 3,69% YoY menjadi Rp 9,49 triliun dari sebelumnya Rp 9,85 triliun pada periode yang sama tahun lalu. Parahnya, perusahaan gagal mengantongi laba dan terpaksa merugi Rp 6,68 miliar, padahal per September tahun lalu mencatatkan keuntungan Rp 86,18 miliar.
Kemudian, MPPA pemilik merek “Hypermart” juga menorehkan kinerja yang mengecewakan, di mana total pendapatan perusahaan anjlok 19,85% YoY menjadi Rp 6,64 triliun. Namun kerugian yang dicatatkan perusahaan turun 20,86% YoY dari Rp 335,85 miliar menjadi hanya Rp 265,79 miliar.
Lebih lanjut, meskipun secara performa 9 bulan pertama tahun ini kinerja emiten ritel terlihat tumbuh positif, sejatinya jika dirinci secara kuartalan maka kondisinya bertolak belakang, alias negatif.
Dari tabel di atas, HERO lagi-lagi membukukan kinerja yang paling bontot. Pasalnya, dari membukukan keuntungan Rp 11,42 miliar di kuartal II-2019, pada kuartal kemarin justru merugi Rp 14,58 miliar.
Selain itu juga ada MPPA yang jumlah kerugian sepanjang Juli-September 2019 membengkak 6,39% YoY, dari Rp 74,18 miliar menjadi RP 78,91 miliar.
Hanya PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk (AMRT) dan PT Ace Hardware Indonesia Tbk (ACES) yang menorehkan pertumbuhan laba secara kuartal yang positif dengan tumbuh masing-masing 25,78% QoQ dan 6,42% QoQ.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(dwa/dwa) Next Article Tahan Ekspansi, Emiten Ritel Kurangi Gerai & Karyawan
Most Popular