Obligasi Negara Lain Tumbang, Reli SUN Tak Terbendung

Irvin Avriano Arief, CNBC Indonesia
04 November 2019 12:22
Tren penguatan sudah terjadi sudah sangat panjang yaitu sejak akhir September hingga akhir pekan lalu, sehingga diprediksi akan melemah hari ini.
Foto: Ilustrasi Obligasi (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Harga obligasi rupiah pemerintah masih memiliki asa menguat hari ini, meskipun sudah diprediksi tren penguatan akan berhenti setidaknya sejak pekan lalu. Tren penguatan sudah terjadi sudah sangat panjang yaitu sejak akhir September hingga akhir pekan lalu, sehingga diprediksi akan melemah hari ini.

Penguatan harga tipis terjadi pada awal perdagangan obligasi hari ini (4/11/19) dan ditandai dengan turunnya tingkat imbal hasil (yield) obligasi seri acuan, yang menandai masih adanya perburuan efek tersebut di tengah sentimen positif global. Saat ini, pasar keuangan global sedang diselimuti sentimen positif damai dagang yang prospeknya bertambah besar.

Naiknya harga surat utang negara (SUN) itu tidak senada dengan koreksi yang terjadi di pasar surat utang pemerintah negara berkembang lain.

Data Refinitiv menunjukkan menguatnya harga SUN itu tercermin dari empat seri acuan (benchmark) yang sekaligus menurunkan tingkat imbal hasilnya.

Pergerakan harga dan yield obligasi saling bertolak belakang di pasar sekunder, sehingga ketika harga naik maka akan menekan yield turun, begitupun sebaliknya. Yield yang menjadi acuan hasil investasi yang didapat investor juga lebih umum dijadikan acuan transaksi obligasi dibanding harga karena mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka.

SUN adalah surat berharga negara (SBN) konvensional rupiah yang perdagangannya paling ramai di pasar domestik, sehingga dapat mencerminkan kondisi pasar obligasi secara umum. Keempat seri yang menjadi acuan pasar adalah FR0077 bertenor 5 tahun, FR0078 bertenor 10 tahun, FR0068 bertenor 15 tahun, dan FR0079 bertenor 20 tahun.

Seri acuan yang paling menguat adalah FR0078 yang bertenor 10 tahun dengan penurunan yield 1,4 basis poin (bps) menjadi 7,01%. Besaran 100 bps setara dengan 1%.

Yield Obligasi Negara Acuan 4 Nov'19

Seri

Jatuh tempo

Yield 1 Nov'19 (%)

Yield 4 Nov'19 (%)

Selisih (basis poin)

Yield wajar IBPA 1 Nov'19 (%)

FR0077

5 tahun

6.464

6.458

-0.60

6.4283

FR0078

10 tahun

7.026

7.012

-1.40

6.9974

FR0068

15 tahun

7.475

7.492

1.70

7.4457

FR0079

20 tahun

7.7

7.699

-0.10

7.6875

Sumber: Refinitiv

Penguatan SBN hari ini juga membuat selisih (spread) yield obligasi rupiah pemerintah tenor 10 tahun dengan yield surat utang pemerintah AS (US Treasury) tenor serupa mencapai 529,8 bps, stagnan dari posisi akhir pekan lalu. Yield US Treasury 10 tahun turun 1,4 bps hingga 1,714% dari posisi akhir pekan lalu 1,72%.

Terkait dengan pasar US Treasury, saat ini masih terjadi inversi pada yield pasangan 2 tahun-5 tahun dan 3 tahun-5 tahun, yang lumrah terjadi sejak perang dagang China-AS memanas pada April lalu.

Saat ini pelaku pasar global lebih menantikan inversi yang terjadi pada yield tenor 2 tahun-10 tahun yang mulai mereda, karena menjadi indikator yang lebih menegaskan kembali bahwa potensi resesi AS semakin dekat dibanding inversi tenor lain. Inversi adalah kondisi lebih tingginya yield seri lebih pendek dibanding yield seri lebih panjang.

Inversi tersebut membentuk kurva yield terbalik (inverted yield curve), yang menjadi cerminan investor yang lebih meminati US Treasury seri panjang dibanding yang pendek karena menilai akan terjadi kontraksi jangka pendek, sekaligus indikator adanya potensi tekanan ekonomi bahkan hingga krisis.

 

Yield US Treasury Acuan 1 Nov'19

Seri

Benchmark

Yield 1 Nov'19 (%)

Yield 4 Nov'19 (%)

Selisih (Inversi)

Satuan Inversi

UST BILL 2019

3 Bulan

1.533

1.526

3 bulan-5 tahun

-1.8

UST 2020

2 Tahun

1.562

1.554

2 tahun-5 tahun

1

UST 2021

3 Tahun

1.558

1.547

3 tahun-5 tahun

0.3

UST 2023

5 Tahun

1.554

1.544

3 bulan-10 tahun

-18.8

UST 2028

10 Tahun

1.728

1.714

2 tahun-10 tahun

-16

Sumber: Refinitiv



Terkait dengan porsi investor di pasar SBN, data Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu (DJPPR) terakhir menunjukkan investor asing menggenggam Rp 1.060 triliun SBN, atau 39,11% dari total beredar Rp 2.711 triliun berdasarkan data per 1 November.

Angka kepemilikannya masih positif Rp 167,11 triliun dibanding posisi akhir Desember Rp 893,25 triliun, sehingga persentasenya masih naik dari 37,71% pada periode yang sama. Sejak akhir pekan sebelumnya, investor asing tercatat masuk ke pasar SUN senilai Rp 6,34 triliun, sedangkan dibanding Oktober kepemilikan asing masih surplus Rp 1,89 triliun.

Dari pasar surat utang negara berkembang, mayoritas mengalami koreksi harga sehingga yield mayoritas obligasi negara naik. Di negara maju sebaliknya sehingga penguatan harga terjadi secara sehingga yield mayoritas obligasi negara tersebut turun.

Yield Obligasi Tenor 10 Tahun Negara Maju & Berkembang

Negara

Yield 1 Nov'19 (%)

Yield 4 Nov'19 (%)

Selisih (basis poin)

Brasil

6.38

6.41

3.00

China

3.283

3.295

1.20

Jerman

-0.377

-0.381

-0.40

Prancis

-0.065

-0.067

-0.20

Inggris

0.664

0.657

-0.70

India

6.445

6.456

1.10

Jepang

-0.18

-0.184

-0.40

Malaysia

3.382

3.4

1.80

Filipina

4.513

4.525

1.20

Rusia

6.39

6.39

0.00

Singapura

1.733

1.736

0.30

Thailand

1.535

1.55

1.50

Amerika Serikat

1.728

1.714

-1.40

Afrika Selatan

8.495

8.575

8.00

Sumber: Refinitiv


TIM RISET CNBC INDONESIA


(irv/irv) Next Article SUN Cetak Rekor, Pengamat: SUN RI Masih Menarik Bagi Investor

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular