
Ini Negara-negara yang Sudah 'Buang Dolar', Indonesia Bisa?
Rehia Sebayang, CNBC Indonesia
01 November 2019 13:38

India
India, ekonomi terbesar keenam di dunia, adalah salah satu importir barang dagangan terbesar dari Amerika Serikat. Tidak mengherankan bahwa India secara langsung dipengaruhi oleh sebagian besar konflik geopolitik global dan secara signifikan dipengaruhi oleh sanksi yang diterapkan kepada mitra dagangnya.
Seperti diketahui, AS telah menerapkan sanksi pada beberapa mitra dagang India, yaitu Rusia dan Iran. Akibat dari ini, saat melakukan pembelian pesawat tempur S-400 dari Rusia, kedua negara bertransaksi menggunakan rubel. Sementara saat membeli minyak mentah Iran, kedua negara menggunakan mata uang India rupee untuk bertransaksi setelah AS menerapkan kembali sanksi pada Iran.
Lebih lanjut, pada bulan Desember, India dan Uni Emirat Arab (UEA) menyegel perjanjian pertukaran mata uang (currency-swap agreement) untuk meningkatkan perdagangan dan investasi tanpa melibatkan mata uang ketiga. Langkah ini pun terancam membuat peran dolar dalam perdagangan global menyusut.
Turki
Awal tahun ini, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengumumkan rencana untuk mengakhiri monopoli dolar AS melalui kebijakan baru yang ditujukan untuk perdagangan non-dolar dengan mitra internasional negara itu. Kemudian, Erdogan mengumumkan bahwa negaranya sedang bersiap untuk melakukan perdagangan menggunakan mata uang nasional dengan China, Rusia dan Ukraina. Turki juga berencana untuk menggunakan uang nasional dalam melakukan transaksi perdagangan dengan Iran dan membuang dolar.
Langkah itu didorong oleh alasan politik dan ekonomi.
Seperti diketahui, hubungan Turki dan AS terus memburuk sejak kudeta militer di negara itu untuk menggulingkan Presiden Erdogan pada 2016 gagal dilakukan. Erdogan mencurigai AS terlibat dalam kudeta itu.
Selain itu, Turki berusaha untuk membuang dolar dalam upaya untuk mendukung mata uang nasionalnya, lira. Mata uang Turki ini telah kehilangan hampir setengah nilainya terhadap dolar selama setahun terakhir. Penurunan mata uang diperburuk oleh melonjaknya inflasi dan meningkatnya harga barang dan jasa.
Iran
Langkah Presiden AS Donald Trump menarik negaranya keluar dari perjanjian nuklir 2015 pada tahun 2018 lalu telah membuat Iran tidak bisa lagi berdagang secara bebas dengan berbagai negara dunia.
Keadaan itu diperparah sanksi yang kembali diberlakukan Trump untuk ekonomi Iran. Trump bahkan mengancam akan menerapkan hukuman bagi negara manapun yang melakukan transaksi dengan Iran.
Sanksi itu juga telah memaksa Iran untuk mencari alternatif terhadap dolar AS sebagai alat pembayaran untuk ekspor minyaknya. Salah satu hasilnya adalah jual beli minyak yang dilakukan dengan India pun akhirnya memakai rupee. Mereka juga menegosiasikan kesepakatan barter dengan negara tetangga Irak. Keduanya juga berencana untuk menggunakan dinar Irak untuk transaksi bersama untuk mengurangi ketergantungan pada dolar AS.
(sef/sef)
India, ekonomi terbesar keenam di dunia, adalah salah satu importir barang dagangan terbesar dari Amerika Serikat. Tidak mengherankan bahwa India secara langsung dipengaruhi oleh sebagian besar konflik geopolitik global dan secara signifikan dipengaruhi oleh sanksi yang diterapkan kepada mitra dagangnya.
Seperti diketahui, AS telah menerapkan sanksi pada beberapa mitra dagang India, yaitu Rusia dan Iran. Akibat dari ini, saat melakukan pembelian pesawat tempur S-400 dari Rusia, kedua negara bertransaksi menggunakan rubel. Sementara saat membeli minyak mentah Iran, kedua negara menggunakan mata uang India rupee untuk bertransaksi setelah AS menerapkan kembali sanksi pada Iran.
Lebih lanjut, pada bulan Desember, India dan Uni Emirat Arab (UEA) menyegel perjanjian pertukaran mata uang (currency-swap agreement) untuk meningkatkan perdagangan dan investasi tanpa melibatkan mata uang ketiga. Langkah ini pun terancam membuat peran dolar dalam perdagangan global menyusut.
Awal tahun ini, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengumumkan rencana untuk mengakhiri monopoli dolar AS melalui kebijakan baru yang ditujukan untuk perdagangan non-dolar dengan mitra internasional negara itu. Kemudian, Erdogan mengumumkan bahwa negaranya sedang bersiap untuk melakukan perdagangan menggunakan mata uang nasional dengan China, Rusia dan Ukraina. Turki juga berencana untuk menggunakan uang nasional dalam melakukan transaksi perdagangan dengan Iran dan membuang dolar.
Langkah itu didorong oleh alasan politik dan ekonomi.
Seperti diketahui, hubungan Turki dan AS terus memburuk sejak kudeta militer di negara itu untuk menggulingkan Presiden Erdogan pada 2016 gagal dilakukan. Erdogan mencurigai AS terlibat dalam kudeta itu.
Selain itu, Turki berusaha untuk membuang dolar dalam upaya untuk mendukung mata uang nasionalnya, lira. Mata uang Turki ini telah kehilangan hampir setengah nilainya terhadap dolar selama setahun terakhir. Penurunan mata uang diperburuk oleh melonjaknya inflasi dan meningkatnya harga barang dan jasa.
Iran
Langkah Presiden AS Donald Trump menarik negaranya keluar dari perjanjian nuklir 2015 pada tahun 2018 lalu telah membuat Iran tidak bisa lagi berdagang secara bebas dengan berbagai negara dunia.
Keadaan itu diperparah sanksi yang kembali diberlakukan Trump untuk ekonomi Iran. Trump bahkan mengancam akan menerapkan hukuman bagi negara manapun yang melakukan transaksi dengan Iran.
Sanksi itu juga telah memaksa Iran untuk mencari alternatif terhadap dolar AS sebagai alat pembayaran untuk ekspor minyaknya. Salah satu hasilnya adalah jual beli minyak yang dilakukan dengan India pun akhirnya memakai rupee. Mereka juga menegosiasikan kesepakatan barter dengan negara tetangga Irak. Keduanya juga berencana untuk menggunakan dinar Irak untuk transaksi bersama untuk mengurangi ketergantungan pada dolar AS.
(sef/sef)
Next Page
Lalu Bagaimana dengan Indonesia?
Pages
Most Popular