
Ini Negara-negara yang Sudah 'Buang Dolar', Indonesia Bisa?
Rehia Sebayang, CNBC Indonesia
01 November 2019 13:38

China
Perang dagang yang sedang berlangsung antara China dengan AS telah memaksa negara ini untuk mengambil berbagai langkah untuk mengurangi ketergantungan pada dolar. Memang, negara yang dipimpin Presiden Xi Jinping ini belum secara terang-terangan mengumumkan langkah ini. Namun, bank sentral negara People's Bank of China telah secara teratur mengurangi kepemilikan mereka akan surat utang pemerintah AS, US Treasuries.
Meski masih menjadi pemegang asing nomor satu dari US Treasuries, namun kepemilikannya telah berkurang hingga mencapai level terendah sejak Mei 2017 pada awal tahun ini, mengutip laporan RT.
Selain itu, China juga mencoba menginternasionalkan mata uangnya sendiri, yuan. Hal ini terbukti dari langkah pemerintah yang baru-baru ini mengambil beberapa langkah untuk menguatkan yuan, termasuk mengakumulasi cadangan emas, meluncurkan saham berjangka (futures) minyak mentah dengan denominasi yuan, dan menggunakan mata uang itu dalam perdagangan dengan mitra internasional.
China juga memiliki proyek Belt and Road, di mana negara-negara yang terlibat di dalamnya disarankan untuk menggunakan yuan sebagai alat transaksi.
Rusia
Menteri Keuangan Rusia Anton Siluanov pada awal tahun ini secara terang-terangan telah menyarankan negaranya untuk membuang kepemilikannya atas Treasury AS dan beralih ke aset yang lebih aman seperti seperti rubel, euro, dan logam mulia. Rusia masuk dalam 10 besar negara dengan kepemilikan Treasury AS terbesar.
Rusia telah melakukan beberapa upaya untuk menuju de-dolarisasi (membuang dolar) setelah dijatuhi sanksi yang terus meningkat sejak 2014 untuk beberapa masalah. Rusia juga telah mengembangkan sistem pembayaran nasional sebagai alternatif untuk SWIFT, Visa dan Mastercard setelah AS mengancam sanksi baru yang lebih keras yang akan menargetkan sistem keuangan Rusia.
Sejauh ini, Moskow telah berhasil membuang sedikit dolar dari ekspornya, menandatangani perjanjian pertukaran mata uang dengan sejumlah negara termasuk China, India dan Iran. Rusia baru-baru ini juga telah mengusulkan penggunaan euro sebagai ganti dolar AS dalam perdagangan dengan Uni Eropa.
(sef/sef)
Perang dagang yang sedang berlangsung antara China dengan AS telah memaksa negara ini untuk mengambil berbagai langkah untuk mengurangi ketergantungan pada dolar. Memang, negara yang dipimpin Presiden Xi Jinping ini belum secara terang-terangan mengumumkan langkah ini. Namun, bank sentral negara People's Bank of China telah secara teratur mengurangi kepemilikan mereka akan surat utang pemerintah AS, US Treasuries.
Meski masih menjadi pemegang asing nomor satu dari US Treasuries, namun kepemilikannya telah berkurang hingga mencapai level terendah sejak Mei 2017 pada awal tahun ini, mengutip laporan RT.
China juga memiliki proyek Belt and Road, di mana negara-negara yang terlibat di dalamnya disarankan untuk menggunakan yuan sebagai alat transaksi.
Rusia
Menteri Keuangan Rusia Anton Siluanov pada awal tahun ini secara terang-terangan telah menyarankan negaranya untuk membuang kepemilikannya atas Treasury AS dan beralih ke aset yang lebih aman seperti seperti rubel, euro, dan logam mulia. Rusia masuk dalam 10 besar negara dengan kepemilikan Treasury AS terbesar.
Rusia telah melakukan beberapa upaya untuk menuju de-dolarisasi (membuang dolar) setelah dijatuhi sanksi yang terus meningkat sejak 2014 untuk beberapa masalah. Rusia juga telah mengembangkan sistem pembayaran nasional sebagai alternatif untuk SWIFT, Visa dan Mastercard setelah AS mengancam sanksi baru yang lebih keras yang akan menargetkan sistem keuangan Rusia.
Sejauh ini, Moskow telah berhasil membuang sedikit dolar dari ekspornya, menandatangani perjanjian pertukaran mata uang dengan sejumlah negara termasuk China, India dan Iran. Rusia baru-baru ini juga telah mengusulkan penggunaan euro sebagai ganti dolar AS dalam perdagangan dengan Uni Eropa.
(sef/sef)
Next Page
India, Turki & Iran Juga 'Buang Dolar'
Pages
Most Popular