Profit Taking, Rentetan Penguatan 3 Hari IHSG Akhirnya Putus

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
31 October 2019 16:30
AS-China Batal Teken Kesepakatan Bulan Depan?
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Di sisi lain, memudarnya prospek bahwa kesepakatan dagang tahap satu antara AS dan China akan bisa diteken pada bulan depan menjadi sentimen negatif yang mewarnai perdagangan hari ini.

Melansir Reuters, seorang pejabat pemerintahan AS mengatakan bahwa ada kemungkinan kesepakatan dagang tahap satu antar kedua negara belum akan siap untuk diteken pada bulan depan. 

Sebelumnya, Presiden AS Donald Trump sempat mengungkapkan bahwa dirinya optimistis kesepakatan dagang AS-China tahap satu akan bisa ditandatangani dalam gelaran KTT APEC di Chili pada 16-17 November mendatang.

“Saya rasa itu (draf kesepakatan dagang) akan ditandatangani dengan cukup mudah, semoga saja pada saat KTT di Chili, di mana Presiden Xi dan saya akan berada,” kata Trump di Gedung Putih.

“Kami bekerja dengan China dengan sangat baik,” sambungnya menambahkan.

Pemberitaan Reuters kemudian menyebut bahwa permintaan Trump agar China membeli produk agrikultur asal AS dalam jumlah besar menjadi faktor yang mengganjal dalam negosiasi dagang kedua negara.

Untuk diketahui, sebelumnya AS menyebut bahwa kesepakatan dagang tahap satu dengan China akan memasukkan komitmen dari Beijing untuk membeli produk agrikultur asal AS senilai US$ 40 miliar hingga US$ 50 miliar per tahun. Sebagai gantinya, AS setuju untuk membatalkan pengenaan bea masuk baru bagi produk impor asal China yang sedianya akan dieksekusi pada pertengahan bulan ini.

Reuters melaporkan bahwa hingga kini AS masih terus berupaya untuk memaksa China memasukkan komitmen terkait pembelian produk agrikultur dalam jumlah besar di kesepakatan dagang tahap satu, sementara Beijing menolak dengan keras hal itu. Importir asal China disebut hanya ingin membeli produk agrikultur asal AS berdasarkan kondisi pasar.

Untuk diketahui, kesepakatan dagang AS-China bisa menjadi kunci bagi kedua negara untuk menghindari yang namanya hard landing alias perlambatan pertumbuhan ekonomi yang signifikan.

Belum lama ini, China mengumumkan bahwa perekonomiannya hanya tumbuh di level 6% secara tahunan pada kuartal III-2019, lebih rendah dari konsensus yang sebesar 6,1%, seperti dilansir dari Trading Economics. Pertumbuhan ekonomi pada kuartal III-2019 juga lebih rendah dibandingkan capaian pada kuartal II-2019 yang sebesar 6,2%.

Untuk diketahui, laju pertumbuhan ekonomi pada kuartal II-2019 yang sebesar 6,2% merupakan laju pertumbuhan ekonomi terlemah dalam setidaknya 27 tahun, seperti dilansir dari CNBC International.

Pada tahun 2019, pertumbuhan ekonomi China diproyeksikan melandai ke level 6,2% oleh International Monetary Fund (IMF), dari yang sebelumnya 6,6% pada tahun 2018. Pada tahun depan, pertumbuhannya kembali diproyeksikan melandai menjadi 6%.

Mengingat posisi AS dan China selaku dua negara dengan nilai perekonomian terbesar di dunia, tentu tekanan terhadap laju perekonomian kedua negara akan membawa dampak negatif yang signifikan bagi perekonomian dunia.

(ank/ank)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular