
Dilanda Profit Taking, IHSG Tutup Sesi Satu di Zona Merah

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengawali perdagangan keempat di pekan ini, Kamis (31/10/2019), di zona merah.
Pada pembukaan perdagangan, IHSG melemah 0,08% ke level 6.290,57. Per akhir sesi satu, koreksi indeks saham acuan di Indonesia tersebut sudah bertambah dalam menjadi 0,6% ke level 6.258,21.
Kinerja IHSG berbanding terbalik dengan mayoritas bursa saham utama kawasan Asia yang justru sedang melaju di zona hijau. Hingga berita ini diturunkan, indeks Nikkei naik 0,33%, indeks Hang Seng menguat 1,06%, indeks Straits Times terkerek 0,57%, dan indeks Kospi bertambah 0,95%.
Bursa saham Benua Kuning menguat menyusul keputusan The Federal Reserve (The Fed) selaku bank sentral AS untuk memangkas tingkat suku bunga acuan pada dini hari tadi waktu Indonesia.
Pascamenggelar pertemuan selama dua hari, The Fed memutuskan untuk memangkas federal funds rate sebesar 25 bps ke rentang 1,5%-1,75%. Lemahnya pertumbuhan ekonomi global dan rendahnya tingkat inflasi menjadi faktor yang mendasari keputusan tersebut.
Keputusan The Fed untuk memangkas tingkat suku bunga acuan sesuai dengan konsensus yang juga memperkirakan bahwa tingkat suku bunga acuan akan kembali dipangkas dengan besaran 25 bps.
Sebelum dini hari tadi, The Fed telah memangkas tingkat suku bunga acuan sebanyak dua kali di tahun 2019, masing-masing sebesar 25 bps, yakni pada bulan Juli dan September. Jika ditotal dengan pemangkasan pada dini hari tadi, federal funds rate sudah dipangkas sebesar 75 bps oleh Jerome Powell (Gubernur The Fed) dan koleganya di bank sentral.
Dengan dipangkasnya tingkat suku bunga acuan lebih lanjut, bank akan semakin terdorong untuk menurunkan tingkat suku bunga kredit sehingga memacu dunia usaha untuk melakukan ekspansi. Selain itu, masyarakat juga akan terdorong untuk meningkatkan konsumsinya. Pada akhirnya, roda perekonomian akan berputar lebih kencang.
Memang, ruang bagi The Fed untuk kembali memangkas tingkat suku bunga acuan terbuka lebar. Untuk diketahui, The Fed memiliki dua mandat yang ditetapkan oleh Kongres AS, yakni kestabilan harga (inflasi) dan tingkat penyerapan tenaga kerja yang maksimum.
Berbicara mengenai inflasi, saat ini tingkat inflasi AS berada di level yang rendah. Untuk diketahui, acuan yang digunakan oleh The Fed untuk mengukur tingkat inflasi adalah Core Personal Consumption Expenditures (PCE) price index.
Data teranyar, Core PCE price index tercatat tumbuh sebesar 1,8% secara tahunan pada Agustus 2019, masih cukup jauh di bawah target The Fed yang sebesar 2%.
Kali terakhir Core PCE price index mencapai target The Fed adalah pada Desember 2018 silam kala pertumbuhannya adalah 2%, sama persis dengan target. Selepas itu, pertumbuhan Core PCE price index selalu berada di bawah angka 2%.
Sementara itu, jika kita berbicara mengenai pasar tenaga kerja, saat ini pasar tenaga kerja AS sedang berada dalam posisi yang sangat-sangat oke. Per September 2019, tingkat pengangguran di AS berada di level 3,5% yang merupakan level terendah dalam 50 tahun terakhir.
Dengan memperhatikan dua indikator yang menjadi mandat dari The Fed, jelas bahwa ruang pemangkasan tingkat suku bunga acuan lebih lanjut memang terbuka lebar, seiring dengan inflasi yang masih berada di bawah target.
Di sisi lain, memudarnya prospek bahwa kesepakatan dagang tahap satu antara AS dan China akan bisa diteken pada bulan depan menjadi sentimen negatif yang mewarnai perdagangan hari ini.
Melansir Reuters, seorang pejabat pemerintahan AS mengatakan bahwa ada kemungkinan kesepakatan dagang tahap satu antar kedua negara belum akan siap untuk diteken pada bulan depan.
Sebelumnya, Presiden AS Donald Trump sempat mengungkapkan bahwa dirinya optimistis kesepakatan dagang AS-China tahap satu akan bisa ditandatangani dalam gelaran KTT APEC di Chili pada 16-17 November mendatang.
“Saya rasa itu (draf kesepakatan dagang) akan ditandatangani dengan cukup mudah, semoga saja pada saat KTT di Chili, di mana Presiden Xi dan saya akan berada,” kata Trump di Gedung Putih.
“Kami bekerja dengan China dengan sangat baik,” sambungnya menambahkan.
Pemberitaan Reuters kemudian menyebut bahwa permintaan Trump agar China membeli produk agrikultur asal AS dalam jumlah besar menjadi faktor yang mengganjal dalam negosiasi dagang kedua negara.
Untuk diketahui, sebelumnya AS menyebut bahwa kesepakatan dagang tahap satu dengan China akan memasukkan komitmen dari Beijing untuk membeli produk agrikultur asal AS senilai US$ 40 miliar hingga US$ 50 miliar per tahun. Sebagai gantinya, AS setuju untuk membatalkan pengenaan bea masuk baru bagi produk impor asal China yang sedianya akan dieksekusi pada pertengahan bulan ini.
Reuters melaporkan bahwa hingga kini AS masih terus berupaya untuk memaksa China memasukkan komitmen terkait pembelian produk agrikultur dalam jumlah besar di kesepakatan dagang tahap satu, sementara Beijing menolak dengan keras hal itu. Importir asal China disebut hanya ingin membeli produk agrikultur asal AS berdasarkan kondisi pasar.
Selain karena sentimen negatif yang datang dari memudarnya prospek terkait kesepakatan dagang tahap satu antara AS dan China, kinerja IHSG juga dibebani oleh aksi profit taking yang dilakukan pelaku pasar saham.
Untuk diketahui, aura profit taking di pasar saham tanah air sudah terasa sejak pekan lalu. Pada perdagangan terakhir di pekan kemarin, Jumat (25/10/2019), IHSG ambruk hingga 1,38%.
Pada perdagangan hari Senin (28/10/2019) hingga Rabu (30/10/2019), IHSG memang ditutup di zona hijau. Namun, IHSG selalu menghabiskan mayoritas sesi dua perdagangan di periode tersebut di zona merah, sebelum kemudian merangsek ke zona hijau pada menit-menit akhir perdagangan.
Wajar jika hasrat pelaku pasar untuk merealisasikan keuntungan di pasar saham begitu terasa dalam beberapa hari terakhir. Pasalnya, IHSG sudah membukukan apresiasi yang signifikan.
Pada bulan ini, IHSG sempat tercatat menguat hingga 10 hari beruntun yakni pada periode 11-24 Oktober. Dalam periode tersebut, IHSG menguat 5,25%.
Dalam periode tersebut, IHSG menguat seiring dengan optimisme terkait dengan pelantikan presiden dan pengumuman nama-nama menteri yang akan mendampingi presiden.
Pada hari Minggu (20/10/2019), Joko Widodo (Jokowi) resmi dilantik dan menjalani periode duanya sebagai presiden, ditemani wakilnya yang baru yakni Ma’ruf Amin. Pada hari Rabu (23/10/2019), Jokowi secara resmi memperkenalkan deretan menteri yang akan menghiasi kabinet barunya. Kabinet di periode dua pemerintahan Jokowi diberi nama Kabinet Indonesia Maju.
Di kabinet periode dua Jokowi, terdapat beberapa nama profesional seperti Pendiri Gojek Nadiem Makarin, CEO NET Wishnutama, serta Pendiri Mahaka Group Erick Thohir. Nadiem didapuk menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Erick Thohir sebagai Menteri BUMN, dan Wishnutama sebagai Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif.
Di sisi lain, nama-nama lama yang memiliki rekam jejak oke di periode satu pemerintahan Jokowi masih dipertahankan, Sri Mulyani misalnya. Sri Mulyani akan kembali menjabat sebagai menteri keuangan di periode dua Jokowi.
Selain Sri Mulyani, Basuki Hadimuljono selaku menteri PUPR di periode satu Jokowi juga kembali dipercaya untuk memegang posisi yang sama di periode dua.
Lebih lanjut, sentimen positif bagi IHSG dalam periode tersebut datang dari hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI).
Pada hari Rabu (23/10/2019), RDG BI untuk periode Oktober 2019 dimulai dan berakhir pada hari Kamis (24/10/2019), diikuti oleh pengumuman tingkat suku bunga acuan.
Dalam konferensi pers yang digelar pasca RDG selesai digelar, BI kembali memutuskan untuk menyuntikkan stimulus bagi perekonomian Indonesia dengan memangkas tingkat suku bunga acuan sebesar 25 bps.
"Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 23-24 Oktober memutuskan untuk menurunkan bunga acuan BI 7-Day Reverse Repo Rate sebesar 25 bps menjadi 5%," kata Gubernur BI Perry Warjiyo di Gedung BI, Kamis (24/10/2019).
"Kebijakan tersebut konsisten dengan perkiraan inflasi yang terkendali dan imbal hasil instrumen keuangan domestik yang tetap menarik, serta langkah pre-emptive lanjutan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi domestik di tengah perekonomian global yang melambat," tambah Perry.
Untuk diketahui, pemangkasan tingkat suku bunga pada pekan lalu menandai pemangkasan tingkat suku bunga acuan selama empat bulan beruntun.Jika ditotal, tingkat suku bunga acuan sudah dipangkas sebesar 100 bps dalam empat bulan terakhir.
Dengan aura profit taking yang masih kental terasa pada hari ini, besar kemungkinan bahwa IHSG akan menutup hari di teritori negatif, sekaligus memutus rantai apresiasi selama tiga hari beruntun.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/ank) Next Article Tutup Akhir Pekan di Zona Merah, Pergerakan IHSG Flat