Newsletter

Kondisi Eksternal Kondusif, Pasar Keuangan RI Bisa Ngegas?

Dwi Ayuningtyas, CNBC Indonesia
29 October 2019 06:13
Kondisi Eksternal Kondusif, Pasar Keuangan RI Bisa Ngegas?
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesi bergerak cukup impresif sepanjang perdagangan kemarin (28/10/2019). Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), rupiah, hingga harga obligasi pemerintah kompak mencatatkan penguatan meskipun terbatas.

Pada penutupan perdagangan kemarin, bursa saham acuan Tanah Air ditutup menguat 0,07% ke level 6.256,79 indeks poin. Saham yang berkontrisbusi signifikan dalam mendongkrak kinerja IHSG yakni PT Astra International Tbk/ASII (+1,47%), PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk/ICBP (+2,41%), PT Unilever Indonesia Tbk/UNVR (+0,81%), PT Semen Indonesia Tbk/SMGR (+3,39%), dan PT Gudang Garam Tbk/GGRM (+1,69%).


Sedangkan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada penutupan pasar spot dibanderol Rp 14.020/US$, juga naik tipis 0,07%. Lalu, imbal hasil (yield) obligasi pemerintah tenor 10 tahun turun tipis 5 basis poin (bps) menjadi 7,042%. Penurunan yield menandakan harga obligasi sedang naik karena tingginya permintaan.

Lebih lanjut, sejatinya penguatan yang dicatatkan pada pasar keuangan Ibu Pertiwi juga dialami oleh rekan sejawatnya di kawasan Asia, di mana sentimen yang mendominasi pasar keuangan global berasal dari perkembangan positif hubungan dagang Amerika Serikat (AS) dan China.

Pada Jumat (25/10/2019) pekan lalu, dalam sebuah pernyataan tertulis, kantor Perwakilan Dagang AS menyampaikan bahwa kedua belah pihak membuat kemajuan dalam diskusi dagang dan hampir menyelesaikan teks perjanjian dari kesepakatan fase pertama, dilansir dari Reuters.

"Mereka membuat kemajuan dalam beberapa isu dan kedua pihak telah dekat untuk memfinalisasi beberapa bagian dari kesepakatan," ungkap pernyataan tersebut.

"Perbincangan akan berlanjut di level deputi, dan para negosiator tingkat tinggi akan kembali berbincang melalui sambungan telepon dalam waktu dekat."

Presiden AS Donald Trump juga menyampaikan nada positif terkait perkembangan dialog dagang dengan Negeri Tiongkok.

"Kami bergerak degan baik. Kami sedang bernegosiasi dengan mereka sekarang," ujar Trump.

"Dan banyak hal baik terjadi dengan China. Mereka sangat ingin membuat kesepakatan," tambah Trump.

Selain itu, pihak Negeri Tiongkok juga diketahui memberikan konfirmasi serupa dan menyampaikan diskusi berjalan mulus.



Asa damai dagang yang semakin kentara memantik risk appetite investor untuk menggelontorkan dananya di aset-aset beresiko, tidak terlepas pasar keuangan negara berkembang, seperti Indonesia.

Terlebih lagi, keputusan Bank Indonesia (BI) untuk kembali memangkas suku bunga acuan, BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR), ke level 5% juga turut menopang aksi beli.

Pemangkasan tingkat suku bunga acuan diharapkan dapat membantu Indonesia untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi di kisaran 5%-5,4% pada tahun ini. Pasalnya, melansir konsensus yang dihimpun oleh Bloomberg, JPMorgan Chase memproyeksikan ekonomi Indonesia tumbuh 4,9% pada tahun ini, sementara Deutsche Bank menaruh proyeksinya di level 4,8%.

Penurunan BI7DRR membuat bank semakin terdorong untuk menurunkan tingkat suku bunga kredit sehingga memacu dunia usaha untuk melakukan ekspansi. Selain itu, masyarakat juga akan terdorong untuk meningkatkan konsumsinya. Pada akhirnya, roda perekonomian akan berputar lebih kencang.

[Gambas:Video CNBC]



(BERLANJUT KE HALAMAN DUA)
Beralih ke bursa saham utama AS, tiga indeks utama Wall Street kembali komak ditutup di zona hijau setelah investor menyambut baik kinerja positif emiten AS di tengah optimisme seputar perang dagang Washington dan Beijing.

Data pasar menunjukkan indeks Nasdaq melesat 1,01% ke 8.325,99 poin, indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) naik 0,49% ke 27.090,72 poin. Kemudian indeks S&P 500 menguat 0,56% menjadi 3.039,42 poin dan berhasil memecahkan rekor baru sejak 26 Juli, dilansir CNBC International.

Pelaku pasar di Wall Street turut menyambut baik kemajuan positif dari hubungan dagang dua kekuatan ekonomi terbesar di dunia yang sejak awal tahun lalu telah saling mengenakan bea masuk.

Hal ini dikarenakan, membaiknya hubungan Washington dan Beijing diharapkan dapat membantu mendongkrak laju perekonomian AS yang jelas tersakiti dari friksi dagang berkelanjutan tersebut.

Selain itu, rilis kinerja keuangan yang ciamik dari perusahaan-perusahaan yang melantai di AS kembali mendorong aksi beli di bursa saham Negeri Paman Sam.

Walgreens Boots Alliance, AT&T dan Spotify adalah di antara perusahaan yang telah melaporkan laba bersih di atas ekspektasi pasar pada Senin. Saham Walgreens dan AT&T ditutup naik masing-masing sebesar 0,69% dan 4,28%. Saham Spotify bahkan meroket hingga 16,17%.

Emiten penyedia layanan musik Spotify pada kuartal kemarin mampu membukukan laba bersih per saham setara EUR 0,36, lebih baik dari pencapaian tahun lalu yang ada di EUR 0,23. Tidak hanya itu, perusahaan juga berhasil mengalahkan konsensus analis yang memperkirakan kerugian mencapai EUR 0,29 per saham, dilansir dari Reuters.

Lalu, operator nirkabel terbesar kedua di AS, AT&T mencatatkan penambahan pelanggan telpon hingga 754.000 dan berhasil mengalahkan konsensus yang dihimpun FactSet di mana perusahaan diproyeksi mendapat tambahan pelanggan sebanyak 742.600.

Kemudian Walgreens, emiten penyedia produk obat-obatan, mengalahkan mengalahkan konsensus yang dihimpun Refinitiv dengan mencatatkan laba bersih per saham yang disesuaikan $0,2 lebih tinggi ke level US$ 1,43. Total pendapatan yang dibukukan perusahaan juga berhasil mengalahkan ekspektasi pasar

"Pasar saham AS telah dikejutkan oleh kuatnya kinerja kuartal III-2019," ujar Sean Darby, Ahli Strategi Ekuitas Global di Jefferies, dikutip dari CNBC International.

"Dengan musim pendapatan AS yang menghasilkan serangkaian kinerja positif dan investor yang mengambil posisi risk averse (defensif) seiring dengan suku bunga rill AS yang negatif, kami percaya akan ada kenaikan lebih lanjut untuk pasar saham global," tambah Sean.

(BERLANJUT KE HALAMAN TIGA) Cermati Sentimen Penggerak Pasar Hari Ini

Untuk perdagangan hari ini, investor patut mencermati sejumlah sentimen. Pertama tentu dinamika di Wall Street yang impresif. Diharapkan optimisme di sana bisa menular sampai ke Asia, tidak terkecuali Indonesia.

Sentimen kedua adalah terkait kelanjutan hubungan dagang antara AS dan China yang saat ini perhatian utama tertuju pada finalisasi teks perjanjian kesepakatan fase pertama.

Setelah pada Jumat pekan lalu (25/10/2019) finalisasi dikabarkan berjalan mulus, Kantor Perwakilan Dagang AS menyampaikan pada Senin bahwa pihaknya sedang mempelajari kemungkinan untuk memperpanjang penundaan pengenaan bea masuk untuk produk impor asal China senilai US$ 34 miliar, seperti diwartakan Reuters.

Jika pada hari ini kembali terdapat komentar bernada positif dari pihak AS maupun China, optimisme pelaku pasar untuk melakukan aksi beli di pasar keuangan Asia bisa membuncah.

Pelaku pasar berharap bahwa penandatangan kesepakatan fase pertama oleh Presiden AS Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping dapat terlaksana sesuai jadwal, yakni saat keduanya bertemu pada bulan depan dalam gelaran KTT Asia-Pacific Economic Cooperation (APEC).

Kemudian perhatian pelaku pasar global juga akan tertuju pada sentimen ketiga yakni pertemuan anggota dewan pengambil kebijakan Bank Sentral AS (Federal Open Market Committee/FOMC) yang akan dimulai pada Rabu, 30 Oktober 2019, selama dua hari.

Pada pukul 04:35 WIB, merujuk situs CME Fedwatch, tercatat bahwa kans pemangkasan suku bunga AS sebesar 25 basis poin pada pertemuan pekan ini terus meningkat dan mencapai 95,1%, di mana satu bulan lalu probabilitasnya hanya 49,2%

Namun, Bank Sentral AS (The Federal Reserves/The Fed) analis mengkhawatirkan bahwa pemangkasan suku bunga kali ini akan menjadi yang terakhir. Padahal beberapa ekonomi berekspektasi The Fed akan kembali menurunkan federal funds rate tahun depan.

"..., tetapi banyak ekonomi, seperti yang ada di Goldman Sachs, memproyeksi pemotongan (suku bunga) The Fed kali ini menjadi yang terakhir dan pertanda itu sudah selesai," ujar ulian Emanuel, Kepala Strategi Ekuitas dan Derivatif di BTIG, dikutip CNBC International.

Meskipun demikian, pelaku pasar harap waspada pada sentimen keempat yakni terpangkasnya harga minyak mentah global. Pada pukul 04:56 WIB, harga minyak jenis brent dan light sweet melemah masing-masing 0,73% dan 1,50%, setelah sebelumnya mencatatkan kenaikan 4 hari beruntun

Semestinya koreksi harga minyak bisa menjadi angin segar bagi rupiah. Sebab penurunan harga akan membuat biaya impor komoditas ini menjadi lebih murah, sehingga mengurangi beban neraca pembayaran dan transaksi berjalan (current account).

(BERLANJUT KE HALAMAN EMPAT) Simak Agenda dan Data Berikut Ini

Berikut adalah rilis data ekonomi yang akan terjadi hari ini:

• Indeks kepercayaan bisnis bulan Oktober, Korea Selatan (04:00 WIB)
• Indeks harga ekspor dan impor bulan September, Singapura (12:00 WIB)
• Indeks harga pembelian produsen bulan September, Singapura (12:00 WIB)
• Pertumbuhan harga rumah nasional bulan Oktober, Inggris (14:00 WIB)
• Jumlah pemberian kredit bulan September oleh Bank Sentral Inggris, Inggris (16:30 WIB)
• Indeks harga rumah bulan Agustus oleh S&P, AS (20:00 WIB)
• Indeks kepercayaan konsumen bulan Oktober, AS (21:00 WIB)

Berikut adalah agenda aksi korporasi perusahaan publik yang akan terjadi hari ini:

• Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa PT Sawit Sumbermas Sarana Tbk (SSRN) pukul 09:00 WIB

Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:

Indikator

Tingkat

Pertumbuhan ekonomi (Q2-2019 YoY)

5,05%

Inflasi (September 2019 YoY)

3,39%

BI 7-Day Reverse Repo Rate (Oktober 2019)

5%

Defisit anggaran (APBN 2019)

-1,84% PDB

Transaksi berjalan (Q2-2019)

-3,04% PDB

Neraca pembayaran (Q2-2019)

-US$ 1,98 miliar

Cadangan devisa (September2019)

US$ 124,3 miliar


TIM RISET CNBC INDONESIA
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular