Dari dalam negeri, sentimen positif bagi pasar saham tanah air datang dari hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI). Pada hari Rabu (23/10/2019), RDG BI untuk periode Oktober 2019 dimulai dan berakhir kemarin, diikuti oleh pengumuman tingkat suku bunga acuan.
Dalam konferensi pers yang digelar pasca RDG selesai digelar, BI kembali memutuskan untuk menyuntikkan stimulus bagi perekonomian Indonesia dengan memangkas tingkat suku bunga acuan sebesar 25 bps.
"Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 23-24 Oktober memutuskan untuk menurunkan bunga acuan BI 7-Day Reverse Repo Rate sebesar 25 bps menjadi 5%," kata Gubernur BI Perry Warjiyo di Gedung BI, Kamis (24/10/2019).
"Kebijakan tersebut konsisten dengan perkiraan inflasi yang terkendali dan imbal hasil instrumen keuangan domestik yang tetap menarik, serta langkah pre-emptive lanjutan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi domestik di tengah perekonomian global yang melambat," tambah Perry.
Untuk diketahui, pemangkasan tingkat suku bunga kemarin menandai pemangkasan tingkat suku bunga acuan selama empat bulan beruntun. Jika ditotal, suku bunga acuan sudah dipangkas sebesar 100 bps dalam empat bulan terakhir.
Keputusan BI tersebut sesuai dengan konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia yang memperkirakan BI 7 Day Reverse Repo Rate akan dipangkas sebesar 25 bps menjadi 5%. Keputusan tersebut juga sesuai dengan analisis dari Tim Riset CNBC Indonesia yang menunjukkan bahwa tingkat suku bunga acuan akan dipangkas oleh BI, yakni sebesar 25 bps.
Saat ini, perekonomian Indonesia jelas membutuhkan suntikan energi yang salah satunya bisa datang dari pemangkasan tingkat suku bunga acuan. Untuk diketahui, pada awal Agustus Badan Pusat Statistik (BPS) merilis angka pertumbuhan ekonomi periode kuartal II-2019.
Sepanjang tiga bulan kedua tahun 2019, BPS mencatat perekonomian hanya tumbuh sebesar 5,05% secara tahunan, jauh melambat dibandingkan capaian kuartal II-2018 kala perekonomian mampu tumbuh sebesar 5,27%.
Pertumbuhan ekonomi pada tiga bulan kedua tahun 2019 juga melambat jika dibandingkan capaian pada kuartal I-2019 yang sebesar 5,07% YoY. Untuk periode semester I-2019, perekonomian Indonesia hanya tumbuh 5,06% YoY.
Bahkan, saat ini perekonomian Indonesia dikhawatirkan akan tumbuh di bawah 5% pada tahun 2019. Kekhawatiran ini diungkapkan oleh lembaga keuangan besar berbendera asing.Â
Melansir konsensus yang dihimpun oleh Bloomberg, JPMorgan Chase memproyeksikan ekonomi Indonesia tumbuh 4,9% pada tahun ini, sementara Deutsche Bank menaruh proyeksinya di level 4,8%.
Dengan dipangkas kembalinya tingkat suku bunga acuan oleh BI, bank akan semakin terdorong untuk menurunkan tingkat suku bunga kredit sehingga memacu dunia usaha untuk melakukan ekspansi. Selain itu, masyarakat juga akan terdorong untuk meningkatkan konsumsinya. Pada akhirnya, roda perekonomian akan berputar lebih kencang.
Sebagai tambahan, merespons potensi melorotnya pertumbuhan ekonomi ke bawah level 5%, BI mengungkapkan optimisme bahwa hal itu tidak akan terjadi.
"Secara keseluruhan kami melihat perkiraan pertumbuhan ekonomi 2019 akan cenderung berada di bawah titik tengah 5%-5,4%. Titik tengah [berada di level] 5,2% maka [pertumbuhan ekonomi] akan cenderung di bawah 5,2%, saya pernah katakan di sekitaran 5,1%," kata Perry menjawab pertanyaan wartawan.
Untuk periode kuartal III-2019, BI memproyeksikan perekonomian tumbuh di kisaran 5,05% secara tahunan.
"Sekali lagi dari mana 5,05% karena konsumsi masih bagus, khususnya konsumsi rumah tangga memang masih bergerak sekitar 5%," tegasnya.
"Masalahnya di triwulan tiga dan empat enggak ada lagi pengeluaran terkait pemilu, di triwulan satu dan dua tinggi dan menopang di atas 5%. Dengan tidak adanya [sumbangan dari pos] Lembaga Non-Profit yang melayani Rumah Tangga (LNPRT) maka konsumsi rumah tangga berasal dari income, dari golongan menengah," terang Perry.
BERLANJUT KE HALAMAN 3 -> Wakil Menteri Resmi Diumumkan
Selain pemangkasan tingkat suku bunga acuan, sentimen positif dari dalam negeri bagi pasar saham tanah air datang dari pengumuman deretan wakil menteri yang akan menghiasi kabinet periode dua Presiden Joko Widodo (Jokowi) atau Kabinet Indonesia Maju.
Ada setidaknya dua nama wakil menteri yang mencuri perhatian pelaku pasar, yakni Kartika Wirjoatmodjo dan Budi Gunadi Sadikin. Keduanya didapuk menjadi wakil menteri BUMN. Untuk diketahui, posisi menteri BUMN dipegang oleh Erick Thohir yang dulunya merupakan seorang pengusaha.
Sebelum didapuk menjadi wakil menteri BUMN, Kartika menjabat sebagai Direktur Utama Bank Mandiri, sementara Budi menjabat sebagai Direktur Utama Inalum. Diharapkan, nama-nama profesional tersebut akan mampu mendongkrak kinerja ratusan BUMN secara signifikan.
Untuk diketahui, sebelumnya pada hari Rabu (23/10/2019) Jokowi telah terlebih dulu memperkenalkan sekaligus melantik deretan menteri yang akan menghiasi kabinet barunya bersama dengan Wakil Presiden Ma’ruf Amin.Â
Terdapat beberapa nama profesional seperti Pendiri Gojek Nadiem Makarim dan CEO NET Wishnutama dalam deretan menteri yang dipilih Jokowi. Nadiem didapuk menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, sementara Wishnutama sebagai Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif.
Di sisi lain, nama-nama lama yang memiliki rekam jejak oke di periode satu pemerintahan Jokowi masih dipertahankan, Sri Mulyani misalnya. Sri Mulyani akan kembali menjabat sebagai menteri keuangan di periode dua Jokowi.
Selain Sri Mulyani, Basuki Hadimuljono selaku menteri PUPR di periode satu Jokowi juga kembali dipercaya untuk memegang posisi yang sama di periode dua.
Sayang, walaupun ada kehadiran sentimen positif dari dalam negeri, pasar saham tanah air tetap saja diterpa tekanan jual. Pelaku pasar memilih merealisasikan keuntungan yang sudah diraup. Maklum, dalam 10 hari perdagangan sebelumnya IHSG selalu mencetak apresiasi. Jika ditotal, penguatan IHSG dalam periode 10 hari tersebut mencapai 5,25%.
TIM RISET CNBC INDONESIA