Internasional

Resesi Belum Basi, Ini Buktinya

Rehia Sebayang, CNBC Indonesia
24 October 2019 15:32
Resesi Belum Basi, Ini Buktinya
Jakarta, CNBC Indonesia - J.P. Morgan baru saja melakukan survei terhadap pelaku bisnis dari 130 perusahaan global di wilayah Asia Pasifik.

Jajak pendapat yang disebut Forum Bendahara dan CFO Asia Pasifik Morgan, di Shanghai itu bertujuan untuk menemukan isu yang menjadi kekhawatiran utama bagi pebisnis di kawasan itu.


Hasilnya, J.P. Morgan menemukan bahwa para pelaku bisnis di Asia Pasifik menganggap prospek resesi global dan dampak perang dagang sebagai dua risiko terbesar bagi perusahaan mereka dalam 6-12 bulan ke depan.

Ada sebanyak 30% chief financial officers dan bendahara perusahaan di kawasan yang mengatakan bahwa potensi resesi global adalah penyebab risiko terbesar bagi bisnis mereka. Selanjutnya yang menjadi perhatian mereka adalah dampak dari tarif perdagangan global (27%).

Hal ketiga yang menjadi kekhawatiran utama mereka adalah tentang perlambatan di pasar negara berkembang (24%) dan 10% dari mereka menyebut ancaman dunia maya sebagai kekhawatiran utama selanjutnya.



Terakhir, sebanyak 9% koresponden mengkhawatirkan masalah Brexit dan masa depan dari zona euro.

BERLANJUT KE HAL 2>>>>

"Kekhawatiran atas dampak berbagai isu dalam lingkungan makro global menjadi pikiran utama para top CFO dan bendahara korporasi global," kata Oliver Brinkmann, kepala perbankan korporasi untuk Asia Pasifik di J.P. Morgan, dalam sebuah pernyataan. seperti dikutip dari CNBC International.

"Meski pandangan J.P. Morgan bukan untuk resesi, pertumbuhan diperkirakan akan melambat di kuartal mendatang, dengan perkiraan pertumbuhan global pada 2019 adalah 2,7% dan turun menjadi 2,5% pada 2020," tulisnya lagi.

Para ahli mengatakan bahwa kemungkinan resesi lain terjadi adalah "sangat tinggi" dalam 12 hingga 18 bulan ke depan. Meskipun ada tindakan dari pembuat kebijakan untuk mencegah hal tersebut.

Bahkan, Dana Moneter Internasional (IMF) baru-baru ini merevisi turun prospek pertumbuhan global untuk 2019 dan 2020. Lembaga ini mengatakan pertumbuhan di beberapa negara ekonomi utama Asia akan melambat lebih dari yang diperkirakan.

Perang dagang yang sedang berlangsung antara Amerika Serikat (AS) dan China sendiri telah mengguncang pasar global dan menciptakan banyak ketidakpastian bagi bisnis karena mengganggu rantai pasokan global.

Meskipun beberapa kemajuan telah dibuat baru-baru ini, tarif AS dan China untuk impor satu sama lain masih tetap ada. Selain itu, ekonomi China yang terbesar kedua di dunia, mengalami perlambatan. Di Eropa, waktu keluarnya Inggris dari Uni Eropa juga diperkirakan akan ditunda lagi.

Dalam survei J.P. Morgan itu, 34% responden mengatakan mereka menangani gangguan rantai pasokan global dengan mengeksplorasi opsi penetapan harga dengan pemasok, sementara 32% peserta mengungkapkan bahwa mereka saat ini mencari sumber pemasok alternatif.

Sekitar 15% mengatakan mereka mengalihkan produksi dari China ke negara lain. Para ahli sebelumnya mengatakan bahwa negara-negara seperti Vietnam bisa menjadi pemenang besar dari perang dagang AS-China jika bisnis memindahkan pabrik mereka keluar dari China.

"Kami masih melihat peluang pertumbuhan terutama di negara-negara berkembang Asia tetapi peristiwa geopolitik agaknya menggelapkan sentimen," kata Brinkmann.

[Gambas:Video CNBC]


(sef/sef) Next Article Resesi Masih Momok Menakutkan di Asia Pasifik, Ini Buktinya

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular