
Analisis
Naik Tipis-Tipis, Emas Bisa Sampai US$ 1.500/Troy Ons Lagi?
Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
24 October 2019 14:15

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga emas mencatat kenaikan tipis-tipis dalam dua hari terakhir, bahkan sejak pekan lalu pergerakan logam mulia ini tidak terlalu signifikan. Pada Rabu kemarin emas menguat 0,28%, sementara pada hari Selasa sebesar 0,23%.
Kabar bagus dari kesepakatan dagang Amerika Serikat (AS) dengan China memberikan tekanan bagi emas. Wakil Menteri Luar Negeri China, Le Yuchen, pada Selasa lalu mengatakan ada kemajuan yang bagus dalam pembuatan kesepakatan dagang yang akan ditandatangani kedua belah pihak.
Sementara itu, kabar perceraian Inggris dengan Uni Eropa justru menjadi sentimen positif bagi logam mulia ini.
Perkembangan terakhir Parlemen Inggris menolak keinginan Perdana Menteri (PM) Johnson untuk mempercepat proses legislasi Brexit. PM Johnson kini dikabarkan akan mendorong Pemilu untuk digelar sebelum Natal, tetapi tentunya harus mendapat penundaan deadline Brexit terlebih dahulu dari Uni Eropa.
Dinamika global sepertinya belum mampu membuat emas bergerak signifikan lagi, baik itu menguat ataupun melemah. Sejak pekan lalu, emas bergerak di rentang US$ 1.477 - 1.498/troy ons. Fokus sudah tertuju pada pengumuman kebijakan moneter bank sentral Amerika Serikat (AS) S (Federal Reserve/The Fed) akhir bulan ini.
Berdasarkan data FedWacth milik CME Group, siang ini pelaku pasar melihat probabilitas sebesar 93,5% The Fed akan memangkas suku bunga 25 basis poin (bps) menjadi 1,5-1,75% pada 30 Oktober (31 Oktober dini hari WIB).
Pemangkasan suku bunga di AS tentunya berdampak positif bagi harga emas. Namun nyatanya sejak pekan lalu harga emas sulit mencapai level psikologis US$ 1.500/troy ons.
Emas terindikasi kurang menarik lagi bagi para pelaku pasar setelah menguat tajam pada Juni sampai Agustus lalu. Pada periode itu, logam mulia ini mencatat kenaikan sekitar 16% dan mencapai level tertinggi enam tahun.
Namun setelahnya emas mulai mengendur. Kenaikan 16% dalam tiga bulan mungkin terlihat sedikit berlebihan, sehingga pelaku pasar melihat harga emas sudah cukup mahal. Perlu momentum yang besar akan harga emas bisa melaju naik lagi.
(BERLANJUT KE HALAMAN 2)
Kabar bagus dari kesepakatan dagang Amerika Serikat (AS) dengan China memberikan tekanan bagi emas. Wakil Menteri Luar Negeri China, Le Yuchen, pada Selasa lalu mengatakan ada kemajuan yang bagus dalam pembuatan kesepakatan dagang yang akan ditandatangani kedua belah pihak.
Sementara itu, kabar perceraian Inggris dengan Uni Eropa justru menjadi sentimen positif bagi logam mulia ini.
Dinamika global sepertinya belum mampu membuat emas bergerak signifikan lagi, baik itu menguat ataupun melemah. Sejak pekan lalu, emas bergerak di rentang US$ 1.477 - 1.498/troy ons. Fokus sudah tertuju pada pengumuman kebijakan moneter bank sentral Amerika Serikat (AS) S (Federal Reserve/The Fed) akhir bulan ini.
Berdasarkan data FedWacth milik CME Group, siang ini pelaku pasar melihat probabilitas sebesar 93,5% The Fed akan memangkas suku bunga 25 basis poin (bps) menjadi 1,5-1,75% pada 30 Oktober (31 Oktober dini hari WIB).
Pemangkasan suku bunga di AS tentunya berdampak positif bagi harga emas. Namun nyatanya sejak pekan lalu harga emas sulit mencapai level psikologis US$ 1.500/troy ons.
Emas terindikasi kurang menarik lagi bagi para pelaku pasar setelah menguat tajam pada Juni sampai Agustus lalu. Pada periode itu, logam mulia ini mencatat kenaikan sekitar 16% dan mencapai level tertinggi enam tahun.
Namun setelahnya emas mulai mengendur. Kenaikan 16% dalam tiga bulan mungkin terlihat sedikit berlebihan, sehingga pelaku pasar melihat harga emas sudah cukup mahal. Perlu momentum yang besar akan harga emas bisa melaju naik lagi.
(BERLANJUT KE HALAMAN 2)
Next Page
Analisis Teknikal
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular