Pak Jokowi, pada 2020 Tantangan Ekonomi Makin Berat

Syahrizal Sidik, CNBC Indonesia
21 October 2019 17:18
Pasalnya, faktor perang dagang kini tak hanya antara Amerika Serikat dengan China, tapi sudah meluas ke Uni Eropa.
Foto: REUTERS/Darren Whiteside
Jakarta, CNBC Indonesia - Tantangan perekonomian global pada tahun depan dinilai lebih sulit lagi. Pasalnya, faktor perang dagang kini tak hanya antara Amerika Serikat dengan China, tapi sudah meluas ke Uni Eropa.

Ekonom yang juga Rektor Universitas Indonesia, Ari Kuncoro menuturkan, situasi ekonomi tahun depan tidak mudah di tengah perlambatan ekonomi global dan ancaman resesi di sejumlah negara.

"Tahun depan, tidak hanya perang dagang AS dan China, tapi juga perang dagang AS dan Eropa. Jadi Indonesia harus menggunakan kekuatan perekonomian dalam negeri," kata Ari Kuncoro, saat ditemui di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Senin (21/10/2019).

Ari memperkirakan, konsumsi domestik, yang berkontribusi hampir sekitar 46% dari perekonomian nasional. Selain itu penopang pertumbuhan lainnya adalah, belanja pemerintah, ekspor, dan investasi jadi penopang utama produk domestik bruto (PDB) Indonesia.

"Tahun depan pertumbuhan ekonomi bisa tumbuh 5,2%-5,3% itu sudah bagus," kata Ari, yang sebelumnya menjabat Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis UI itu.

Ia menuturkan, domestic demand akan tetap kuat dan menjadi "buffer" di tengah makin kuatnya resesi ekonomi di sejumlah negara. "Kita tidak resesi, perlambatan ekonomi ya," katanya menambahkan.

Sektor Baru
Ari mengutarakan, sejak berakhirnya era bonanza komoditas 2012 silam, Indonesia harus mencari sumber pertumbuhan ekonomi baru agar bisa beranjak dari pertumbuhan PDB yang anteng di level 5% sejak 3 tahun terakhir.

Dalam ulasannya, "Sumber Pertumbuhan Baru" yang dimuat di Harian Kompas, 3 September 2019, Ari menyebutkan, sumber pertumbuhan ekonomi baru menyasar sektor yang dinilai punya potensi besar, antara lain sektor pertanian, manufaktur, dan jasa-jasa umum seperti perdagangan dan pariwisata inklusif.

Sektor-sektor tersebut, urai Ari, mempunyai bagian yang berpotensi memanfaatkan ekonomi digital sebagai platform, yang di dalamnya termasuk pertanian organik, arsitektur, desain, mode, musik, media, film, seni drama, seni visual, dan budaya.

"Potensi kegiatan ekonomi tersebut ditaksir sekitar 19 persen dari PDB," tulis Ari Kuncoro.

Sebagai contoh, jika seandainya PDB tumbuh 5,1% per tahun secara tahunan, maka kira-kira yang berasal dari sektor-sektor tersebut 0,969%, yang berarti basis pertumbuhannya sekitar 4,1%. Jika perbaikan tata kelola dan perizinan dapat meningkatkan investasi sehingga menambah pertumbuhan 0,4 persen dari basis, maka pertumbuhan 5,5% sampai 5,6% dapat tercapai. Angka yang lebih tinggi dapat tercapai jika porsi sektor-sektor tersebut dalam PDB ditingkatkan.

Hal lain yang juga disoroti Guru Besar FEB UI tersebut, industri di dalam negeri harus didorong untuk menghasilkan bahan baku, menengah dan setengah jadi untuk industri hilir.

Yang terjadi saat ini, kata dia, industri di dalam negeri banyak mengimpor bahan baku dan barang modal, sehingga menyebabkan transaksi berjalan defisit.

"Solusinya, bagaimana mendatangkan industri yang selama ini mengimpor bahan baku supaya industri kita lebih sehat, tidak banyak impor. Kalau itu dilakukan kita tidak terlalu pusing resesi dunia," tandasnya.

(hps/hps) Next Article Pak Jokowi! Ekonomi RI Memprihatinkan, Jangan Telat Gerak

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular