Moody's Sebut Multifinance RI Lebih Kuat dari India

Dwi Ayuningtyas, CNBC Indonesia
21 October 2019 12:24
Merespon riset tersebut, saham-saham emiten pembiayaan masih bergerak bervariatif.
Foto: REUTERS/Brendan McDermid
Jakarta, CNBC Indonesia - Lembaga pemeringkat internasional, Moody's Investor Service (Moody's), dalam riset terbarunya mengatakan perusahaan pembiayaan kendaraan non-bank di Indonesia dan India mencatatkan pertumbuhan paling pesar di kawasan Asia didorong oleh potensi kondisi ekonomi dan demografik.

Dalam laporan yang bertajuk "Vehicle finance companies - Indonesia, India: Liquidity risks lower for Indonesian lenders due to better profitability, asset quality," multifinance Indonesia memiliki resiko likuiditas yang lebih rendah karena kualitas aset dan profitabilitas yang lebih kuat.

"Risiko likuiditas lebih rendah untuk perusahaan pembiayaan kendaraan di Indonesia, meskipun mereka lebih bergantung pada pendanaan jangka pendek, berkat profitabilitas dan kualitas aset yang lebih kuat," ujar Simon Chen, Analis Senior sekaligus Wakil Presiden Moody's.

Merespon riset tersebut, saham-saham emiten pembiayaan masih bergerak bervariatif. Pada pukul 11:32 WIB harga saham PT Tifa Finance Tbk (TIFA) menguat 5,29%, PT Radana Bhaskara Finance Tbk (HDFA) menguat 4,67%, PT BFI Finance Indonesia Tbk (BFIN) naik 1,79%, PT Wahana Ottomitra Multiartha Tbk (WOMF) naik 1,52%, dan PT Clipan Finance Indonesia Tbk (CFIN) naik 0,68%.

Sedangkan harga saham PT Adira Dinamika Multi Finance Tbk (ADMF) terkoreksi 1,17%, PT Indomobil Multi Jasa Tbk (IMJS) melemah 1,53%, PT Verena Multi Finance Tbk (VRNA) anjlok 5,93%.

Lebih lanjut, profitabilitas perusahaan pembiayaan kendaraan Tanah Air lebih baik didorong oleh fokus bisnis pelaku industri pada segmen dengan imbal hasil tinggi, dan struktur industri dengan kompetisi terbatas dari bank. Hal ini membantu suku bunga kredit perusahaan tetap tinggi.

Imbal hasil yang lebih besar tersebut kemudian membantu perusahaan untuk menghapus dan menyelesaikan aset bermasalah lebih cepat yang berujung pada kualitas aset yang lebih baik.

Meskipun demikian, Moody's menekankan bahwa ketergantungan pada pendanaan jangka pendek dan likuiditas rendah membuat perusahaan pembiayaan kendaraan di Indonesia riskan akan perubahan kondisi yang mendadak.

"Sementara (perusahaan) pembiayaan kendaraan pada kondisi normal dapat menghindari krisis likuiditas dengan menghasilkan arus kas yang stabil dari pembayaran pinjaman...., tekanan likuiditas dapat dengan cepat muncul ketika kondisi ekonomi makro memburuk dengan cepat atau likuiditas pasar semakin ketat," tulis laporan tersebut.

Sebagai informasi, sebelumnya saham-saham industri automotif Indonesia sempat ditinggalkan oleh pelaku pasar menyusul laporan dari Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) yang mencatat hingga akhir Agustus penjualan mobil domestik turun 13,5% menjadi 660.286 unit dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebanyak 763.444 unit.

Dalam 5 tahun terakhir, rata-rata pertumbuhan volume penjualan mobil di Indonesia terkontraksi alias minus 2,42%.

"Secara global, industri otomotif lagi menghadapi guncangan luar biasa," ujar Thomas Lembong Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) pada Selasa (30/7/2019), dilansir finance.detik.com.

Ketatnya persaingan ditandai dengan masuknya pemain baru dari China, seperti Wuling, yang menawarkan harga lebih rendah terus mengikis marjin produsen otomotif. Belum lagi, munculnya angkutan online seperti Go-Jek dan Grab turut mengurangi kebutuhan masyarakat perkotaan terhadap kendaraan pribadi.

Penjualan yang lesu tidak hanya terjadi di Indonesia, tapi juga di seluruh dunia akibat imbas dari perang dagang AS-China dan ketatnya regulasi kendaraan listrik yang membuat perusahaan harus mengeluarkan kocek tebal.

Hal ini dapat terlihat dari keputusan produsen otomotif besar di dunia untuk memangkas jumlah karyawan.

Pada Mei 2019, Ford mengumumkan akan memutus hubungan kerja terhadap 7.000 karyawan sebagai upaya restrukturisasi. Ford juga diketahui telah menutup 6 dari 24 pabrik yang ada di Eropa. Kemudian, produsen mobil raksasa asal Jepang, Nissan, belum lama ini memutuskan memangkas 12.500 karyawannya yang tersebar di seluruh dunia.

TIM RISET CNBC INDONESIA
(dwa/hps) Next Article Strategi Mandiri Tunas Finance Tingkatkan Pembiayaan

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular