Ekonomi China Amburadul, Kok Bursa Saham Asia Malah Hijau?

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
18 October 2019 10:09
Ekonomi China Amburadul, Kok Bursa Saham Asia Malah Hijau?
Foto: Bursa Asia (AP Photo/Eugene Hoshiko)
Jakarta, CNBC Indonesia - Mayoritas bursa saham utama kawasan Asia melaju di zona hijau pada perdagangan terakhir di pekan ini, Jumat (18/10/2019). Hingga berita ini diturunkan, indeks Nikkei naik 0,8%, indeks Shanghai menguat 0,19%, indeks Hang Seng terkerek 0,47%, dan indeks Kospi bertambah 0,44%.

Sementara itu, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) selaku indeks saham acuan di Indonesia menguat 0,07% ke level 6.185,57.

Bursa saham Benua Kuning menguat kala ada kabar yang sangat tak mengenakan yang datang dari China. Pada pagi hari ini, China mengumumkan bahwa perekonomiannya hanya tumbuh di level 6% secara tahunan pada kuartal III-2019, lebih rendah dari konsensus yang sebesar 6,1%, seperti dilansir dari Trading Economics. Pertumbuhan ekonomi pada kuartal III-2019 juga lebih rendah dibandingkan capaian pada kuartal II-2019 yang sebesar 6,2%.

Untuk diketahui, laju pertumbuhan ekonomi pada kuartal II-2019 yang sebesar 6,2% merupakan laju pertumbuhan ekonomi terlemah dalam setidaknya 27 tahun, seperti dilansir dari CNBC International.

Perang dagang dengan AS terbukti sudah sangat menyakiti perekonomian China. Dalam perang dagang yang sudah berlangsung lebih dari satu setengah tahun tersebut, AS telah mengenakan bea masuk tambahan terhadap produk impor asal China senilai ratusan miliar, begitu pula sebaliknya.

Bursa saham Asia sukses menghijau seiring dengan adanya optimisme bahwa AS dan China bisa segera mengakhiri perang dagang antar keduanya.

Pada pekan lalu, kedua negara menggelar negosiasi dagang tingkat tinggi di Washington. Dalam negosiasi tingkat tinggi ini, delegasi China dipimpin oleh Wakil Perdana Menteri Liu He, sementara delegasi AS dikomandoi oleh Kepala Kepala Perwakilan Dagang Robert Lighthizer. Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin ikut berpartisipasi dalam delegasi yang dipimpin oleh Lighthizer.

Pasca negosiasi dagang tingkat tinggi selama dua hari tersebut, kedua negara menyetujui kesepakatan dagang tahap satu. Kesepakatan ini akan menjadi jawaban dari kritik AS terhadap China seputar praktik pencurian kekayaan intelektual.

Selain itu, permasalahan defisit neraca dagang AS dengan China juga akan dijawab melalui kesepakatan dagang tahap satu, seiring dengan dimasukannya komitmen China untuk membeli produk agrikultur asal AS senilai US$ 40 miliar hingga US$ 50 miliar. Sebagai gantinya, AS setuju untuk membatalkan pengenaan bea masuk baru bagi produk impor asal China yang sedianya akan dieksekusi pada pekan ini.

BERLANJUT KE HALAMAN 2 -> Kesepakatan Dagang Tetap Diteken, No-Deal Brexit Bisa Dihindari

Memang, sebelumnya pelaku pasar sempat ragu bahwa AS dan China akan benar-benar menandatangani kesepakatan dagang tahap satu yang sudah disetujui secara lisan oleh keduanya dalam negosiasi tingkat tinggi di Washington pada pekan lalu.

Melansir CNBC International, seorang sumber menyebut bahwa China ingin bernegosiasi lebih lanjut dengan AS sebelum meneken kesepakatan dagang tahap satu antar kedua negara. Sumber tersebut kemudian menyebut bahwa Wakil Perdana Menteri China Liu He bisa dikirim ke Washington sebelum akhir bulan ini guna meluruskan poin-poin dalam kesepakatan dagang tahap satu yang masih mengganjal di hati pihak China.

Namun, Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin kemudian membawa angin segar dengan membantah pemberitaan tersebut. Dirinya membantah bahwa China belum setuju dengan isi dari kesepakatan dagang tahap satu antar kedua negara.

Mnuchin justru mengungkapkan bahwa negosiator dagang dari AS dan China kini tengah bekerja untuk memfinalisasikan teks kesepakatan dagang tahap satu untuk kemudian ditandatangani oleh Presiden AS Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping kala keduanya bertemu pada bulan depan dalam gelara KTT Asia-Pacific Economic Cooperation (APEC).

Lebih lanjut, perkembangan seputar proses perceraian Inggris dengan Uni Eropa (Brexit) yang menggembirakan ikut memantik aksi beli di bursa saham Asia. Kemarin (17/10/2019), Inggris dan Uni Eropa berhasil menyepakati draf terkait Brexit yang baru pasca menggelar perbincangan selama 11 jam.

Memang, hingga saat ini ada kekhawatiran bahwa draf tersebut akan ditolak di parlemen. Namun setidaknya, disepakatinya draf terkait Brexit yang baru membuat pelaku pasar kembali optimistis bahwa Inggris dan Uni Eropa bisa berpisah secara baik-baik.

Sebelumnya, Bank of England yang merupakan bank sentral Inggris telah memperingatkan bahwa no-deal Brexit bisa mendorong Inggris jatuh ke jurang resesi.

Sebagai informasi, resesi merupakan penurunan aktivitas ekonomi yang sangat signifikan yang berlangsung selama lebih dari beberapa bulan, seperti dilansir dari Investopedia. Sebuah perekonomian bisa dikatakan mengalami resesi jika pertumbuhan ekonominya negatif selama dua kuartal berturut-turut.

Pada kuartal II-2019, perekonomian Inggris tercatat jatuh sebesar 0,2% secara kuartalan (quarter-on-quarter). Jika di kuartal III-2019 tetap terjadi kontraksi, maka Inggris akan resmi masuk ke jurang resesi.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular