
Berani Beda, IHSG 3 Hari Hijau & Sendirian di Asia

Sentimen domestik yang meliputi IHSG sejatinya dipenuhi oleh katalis negatif karena rilis data neraca dagang Indonesia bulan September terbilang mengecewakan.
Capaian ekspor Indonesia bulan lalu ada di US$ 14,1 miliar, turun 5,74% secara tahunan (year-on-year/YoY) dan 1,29% secara bulanan (month-to-month/MoM).
Selaras dengan ekspor, impor juga tercatat turun 2,41% YoY ke level US$ 14,26 miliar. Namun jika dibandingkan dengan bulan Agustus, tumbuh positif 0,63%.
Hal ini berbanding terbalik dengan konsensus yang dihimpun oleh CNBC Indonesia yang memproyeksi surplus neraca dagang sebesar US$ 104,2 juta.
Lebih lanjut, perlu dicermati bahwa kinerja ekspor Indonesia terus mencatatkan koreksi dalam 11 bulan terakhir. Ekspor diprediksi masih mengalami kontraksi mengingat harga komoditas terus mencatatkan penurunan.
BPS mencatat ada dua komoditas ekspor utama Indonesia yaitu bahan bakar mineral (terutama batu bara) serta lemak dan minyak hewan/nabati (didominasi minyak sawit mentah/CPO.
Celakanya, harga dua komoditas ini amblas. Dalam setahun terakhir, harga CPO turun 1,55% sedangkan batu bara anjlok 36,86%.
Dalam 15 bulan terakhir, arus perdagangan dunia kacau-balau karena perang dagang. Tidak hanya Amerika Serikat (AS) vs China, tetapi ada AS vs Uni Eropa, AS vs Kanada-Meksiko, AS vs India, Jepang vs Korea Selatan, dan sebagainya.
Hasilnya adalah pertumbuhan ekonomi global melambat. Permintaan global berkurang, dan kontraksi ekspor menjadi pemandangan yang tidak hanya terjadi di Indonesia.
(BERLANJUT KE HALAMAN TIGA)