Aroma Damai Dagang dari Washington Hijaukan Pasar SUN

Irvin Avriano Arief, CNBC Indonesia
14 October 2019 12:48
Naiknya harga surat utang negara (SUN) itu tidak senada dengan koreksi yang terjadi di pasar surat utang pemerintah negara lain.
Foto: Ilustrasi Obligasi (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Harga obligasi rupiah pemerintah menguat signifikan pada sesi awal perdagangan hari ini ditopang oleh pertemuan damai dagang akhir pekan lalu yang membuat sumringah sebagian besar pelaku pasar keuangan dunia.
Kenaikan
surat utang negara (SUN) itu tidak senada dengan koreksi yang terjadi di pasar surat utang pemerintah negara lain.

Data Refinitiv menunjukkan penguatan harga SUN itu tercermin dari harga empat seri acuan (benchmark) yang sekaligus menurunkan tingkat imbal hasilnya (yield).

Pergerakan harga dan yield obligasi saling bertolak belakang di pasar sekunder, sehingga ketika harga naik maka akan menekan yield turun, begitupun sebaliknya. Yield yang menjadi acuan hasil investasi yang didapat investor juga lebih umum dijadikan acuan transaksi obligasi dibanding harga karena mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka.

SUN adalah surat berharga negara (SBN) konvensional rupiah yang perdagangannya paling ramai di pasar domestik, sehingga dapat mencerminkan kondisi pasar obligasi secara umum. Keempat seri yang menjadi acuan pasar adalah FR0077 bertenor 5 tahun, FR0078 bertenor 10 tahun, FR0068 bertenor 15 tahun, dan FR0079 bertenor 20 tahun.

Seri acuan yang paling menguat adalah FR0068 yang bertenor 15 tahun dengan penurunan yield 3,7 basis poin (bps) menjadi 7,66%. Besaran 100 bps setara dengan 1%.

 

Yield Obligasi Negara Acuan 12 Okt'19

Seri

Jatuh tempo

Yield 11 Okt'19 (%)

Yield 14 Okt'19 (%)

Selisih (basis poin)

Yield wajar IBPA 11 Okt'19 (%)

FR0077

5 tahun

6.683

6.65

-3.30

6.6311

FR0078

10 tahun

7.255

7.229

-2.60

7.2151

FR0068

15 tahun

7.701

7.664

-3.70

7.6749

FR0079

20 tahun

7.879

7.863

-1.60

7.8546

Sumber: Refinitiv

Penguatan SBN hari ini juga membuat selisih (spread) yield obligasi rupiah pemerintah tenor 10 tahun dengan yield surat utang pemerintah AS (US Treasury) tenor serupa mencapai 549 bps, menyempit dari posisi akhir pekan lalu 559 bps. Yield US Treasury 10 tahun naik 7,8 bps hingga 1,73% dari posisi akhir pekan lalu 1,65%.

Terkait dengan pasar US Treasury, saat ini masih terjadi inversi pada yield pasangan seri 3 bulan-5 tahun, 2 tahun-5 tahun, dan 3 tahun-5 tahun, yang lumrah terjadi sejak perang dagang China-AS memanas pada April lalu.

Inversi sudah mulai tidak terjadi lagi pada tenor 3 bulan-10 tahun yang sebelumnya terjadi beruntun sejak Mei.

Saat ini pelaku pasar global lebih menantikan inversi yang terjadi pada yield tenor 2 tahun-10 tahun yang mulai mereda, karena menjadi indikator yang lebih menegaskan kembali bahwa potensi resesi AS semakin dekat dibanding inversi tenor lain. Inversi adalah kondisi lebih tingginya yield seri lebih pendek dibanding yield seri lebih panjang.

Inversi tersebut membentuk kurva yield terbalik (inverted yield curve), yang menjadi cerminan investor yang lebih meminati US Treasury seri panjang dibanding yang pendek karena menilai akan terjadi kontraksi jangka pendek, sekaligus indikator adanya potensi tekanan ekonomi bahkan hingga krisis.

 

Yield US Treasury Acuan 11 Okt'19

Seri

Benchmark

Yield 10 Okt'19 (%)

Yield 11 Okt'19 (%)

Selisih (Inversi)

Satuan Inversi

UST BILL 2019

3 Bulan

1.687

1.687

3 bulan-5 tahun

13.1

UST 2020

2 Tahun

1.598

1.598

2 tahun-5 tahun

4.2

UST 2021

3 Tahun

1.568

1.568

3 tahun-5 tahun

1.2

UST 2023

5 Tahun

1.556

1.556

3 bulan-10 tahun

-4.7

UST 2028

10 Tahun

1.734

1.734

2 tahun-10 tahun

-13.6

Sumber: Refinitiv

Terkait dengan porsi investor di pasar SBN, data Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu (DJPPR) terakhir menunjukkan investor asing menggenggam Rp 1.033 triliun SBN, atau 38,46% dari total beredar Rp 2.687 triliun berdasarkan data kemarin, 10 Oktober.

Nilai kepemilikan tersebut kembali memecahkan rekor tertinggi sepanjang masa dan menyalip rekor nilai kepemilikan asing sebelumnya yaitu pada 9 Oktober.

Angka kepemilikannya masih positif Rp 140,57 triliun dibanding posisi akhir Desember Rp 893,25 triliun, sehingga persentasenya masih naik dari 37,71% pada periode yang sama. Sejak akhir pekan lalu, investor asing tercatat masuk ke pasar SUN senilai Rp 3,04 triliun dan sejak awal bulan sudah surplus Rp 4,43 triliun.

Penguatan di pasar surat utang hari ini juga terjadi di pasar ekuitas dan rupiah di pasar valas, yang masing-masingnya naik 0,28% dan 0,04%.

Dari pasar surat utang negara berkembang dan negara maju, mayoritas harganya melemah sehingga yield mayoritas obligasi negara tersebut naik.

Hal tersebut mencerminkan investor global sedang memburu obligasi pemerintah karena sedang dibekap sentimen positif terkait dengan sifat instrumen utang yang dinilai lebih aman dibanding pasar ekuitas.

Yield Obligasi Tenor 10 Tahun Negara Maju & Berkembang

Negara

Yield 10 Okt'19 (%)

Yield 11 Okt'19 (%)

Selisih (basis poin)

Brasil

6.83

6.7

-13.00

China

3.163

3.197

3.40

Jerman

-0.49

-0.439

5.10

Prancis

-0.199

-0.165

3.40

Inggris

0.583

0.71

12.70

India

6.679

6.707

2.80

Jepang

-0.179

-0.18

-0.10

Malaysia

3.402

3.409

0.70

Filipina

4.682

4.707

2.50

Rusia

6.72

6.71

-1.00

Singapura

1.656

1.708

5.20

Thailand

1.515

1.53

1.50

Amerika Serikat

1.656

1.734

7.80

Afrika Selatan

8.225

8.235

1.00

Sumber: Refinitiv

 

TIM RISET CNBC INDONESIA


(irv/irv) Next Article SUN Cetak Rekor, Pengamat: SUN RI Masih Menarik Bagi Investor

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular