IHSG Anteng di Zona Hijau, Tapi Investor Menahan Diri

Dwi Ayuningtyas, CNBC Indonesia
14 October 2019 12:22
IHSG Anteng di Zona Hijau, Tapi Investor Menahan Diri
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Pada penutupan perdagangan sesi I hari ini (14/10/2019), Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mampu finis di zona hijau dengan mencatatkan penguatan 0,28% ke level 6.122,9 indeks poin.

Saham-saham yang turut mendongkrak kinerja IHSG pada penutupan sesi I di antaranya PT Tira Austenite Tbk/TIRA (28,42%), PT Provident Agro Tbk/PALM (13,33%), PT Hero Supermarket Tbk/HERO (13,24%), PT Intanwijaya Internasional Tbk/INCI (11,56%), dan PT Eka Sari Lorena Transport Tbk/LRNA (11,11%).

Performa IHSG searah dengan pergerakan bursa saham utama di Benua Kuning yang juga kompak mencatatkan penguatan. indeks Kospi melesat 1,39%, indeks Shanghai menguat 1,38%, indeks Hang Seng menguat 1,03%, dan indeks Straits Times naik 0,36%. Hari ini indeks Nikkei libur memperingati Hari Kesehatan dan Olahraga.

Pasar keuangan global bergeliat hari ini setelah hubungan dagang Amerika Serikat (AS) dan China yang menegang hampir dua tahun mulai menunjukkan tanda-tanda rujuk.

Pertemuan pekan lalu yang berlangsung dua hari, yakni 10-11 Oktober di Washington, berbuah kesepakatan yang merangkup beberapa isu-isu penting.

Hal tersebut disampaikan oleh Presiden AS Donald Trump yang mengatakan Washington dan Beijing telah menyepakati "kesepakatan fase pertama yang sangat substansial" dan rincian teks perjanjian akan dirilis setidaknya dalam tiga minggu ke depan, dilansir dari CNBC International.

Negeri Paman Sam juga menyampaikan pihaknya setuju untuk menunda rencana pemberlakuan kenaikan tarif bea masuk produk China senilai US$ 250 miliar dari 25% menjadi 30%, yang seyogianya efektif per 15 Oktober.

"Saya sepakat untuk tidak menaikkan tarif bea masuk dari 25% menjadi 30% pada 15 Oktober. Hubungan dengan China sangat baik, kami telah menyelesaikan fase pertama dari kesepakatan, dan segera berlanjut ke fase kedua. Fase pertama bisa ditandatangani segera!" cuit Trump melalui utas (thread) di Twitter.

Trump kemudian menyampaikan bahwa kesepakatan fase pertama tersebut mencakup pembahasan terkait kekayaan intelektual dan jasa keuangan, serta pembelian produk pertanian AS sekitar US 40 -50 miliar oleh China.

Pihak Negeri Tiongkok terlihat sudah mulai memenuhi janjinya. Pasalnya, Presiden ke-45 Negeri Adidaya melalui akun Twitter pribadinya menyampaikan "China telah mulai membeli produk pertanian dari petani dan peternak hebat kami!"

Kemesraan pun ditunjukkan oleh China. Wakil PM Liu He berpendapat, kini hubungan kedua negara penuh dengan cinta.

"Memang ada banyak perbedaan antara AS dan China. Namun sekarang yang ada adalah cinta. Ini hal yang bagus. Kami sudah menyepakati kemajuan yang substansial. Kami senang dengan ini, dan akan terus bekerja sama," tutur Li, seperti diberitakan Reuters.

(BERLANJUT KE HALAMAN DUA)
Akan tetapi, terlihat bahwa tak lama setelah pembukaan perdagangan gerak IHSG cenderung stagnan, di mana besar kemungkinan investor sedang mencerna rilis data terbaru ekonomi China dan bahwa resiko tensi dagang AS-China sejatinya belum sepenuhnya pudar.



Data impor dan ekspor Negeri Tiongkok bulan September lebih buruk dari proyeksi pasar, di mana ekspor tercatat turun 3,2% secara tahunan (YoY) dan impor terkontraksi 8,5% secara tahunan, dilansir dari Trading Economics.

Padahal berdasarkan survei yang dihimpun Reuters, ekonom sejatinya memprediksi ekspor China hanya akan turun 3% YoY dan impor turun 5,2% YoY.

Analis memperkirakan bahwa salah satu penyebab utama penurunan ekspor dan impor Negeri Panda bulan lalu adalah pemberlakuan bea masuk sebesar 15% oleh AS atas produk Made in China senilai US$ 125 miliar per 1 September 2019.

Dengan demikian, jika kesepakatan dagang AS dan China selanjutnya tidak mampu menghapus bea masuk yang sebelumnya sudah diberlakukan oleh kedua negara, maka bisa dikatakan bahwa ekonomi dunia belum dapat pulih.

Bank investasi kenamaan dunia, Morgan Stanley, juga meyampaikan dalam sebuah catatan bahwa kesepakatan dagang parsial antara Washington dan Beijing adalah pengaturan yang “tidak pasti” dan tidak terlihat jalan keluar untuk megurangi tarif yang sudah berlaku sekitar 15 bulan terakhir, dilansir dari CNBC International.

Oleh karena itu, Morgan Stanley menekankan bahwa tanpa mekanisme penyelesaian sengeta untuk periode jangka panjang, babak baru kenaikan tarif tidak dapat dikesampingkan.

“Belum ada jalan yang layak untuk penurunan tarif yang ada, dan kenaikan tarif tetap menjadi resiko yang berarti,” tulis bank tersebut dalam sebuat catatan.

“Jadi, kami belum mengharapakan rebound yang berarti dalam perilaku perusahaan yang akan mendorong ekspektasi pertumbuhan global yang lebih tinggi,” tambah catatan tersebut.

TIM RISET CNBC INDONESIA
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular