Asing Makin Percaya RI? Rekor Tertinggi Pegang SUN

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
12 October 2019 18:51
Asing Makin Percaya RI? Rekor Tertinggi Pegang SUN
Foto: Obligasi (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Setelah melemah empat hari berturut-turut, harga obligasi pemerintah akhirnya menguat pada perdagangan Jumat (11/10/19) kemarin. Harapan akan adanya damai dagang antara Amerika Serikat (AS) dengan China turut membuat daya tarik obligasi Indonesia menjadi meningkat.

Sejak Kamis malam, tanda-tanda "damai" kedua negara sudah muncul. Presiden AS Donald Trump, melalui akun Twitter pribadinya mengatakan akan bertemu langsung dengan Wakil Perdana Menteri China Liu He.

"Hari besar negosiasi dengan China. Mereka ingin membuat kesepakatan, apakah saya juga? Saya akan bertemu dengan Wakil Perdana Menteri besok di Gedung Putih," katanya sebagaimana dikutip dari CNBC International.





Selanjutnya Presiden AS ke-45 ini juga mengatakan perundingan kali ini berjalan sangat baik.

"Saya pikir ini berjalan sangat baik. Saya akan katakan, ini berjalan sangat baik" kata Presiden Trump di Washington sebelum bertolak ke Minnesota untuk berkampanye, sebagaimana dilansir CNBC International.

Perundingan kedua negara akhirnya membuahkan hasil pada Jumat waktu AS. Presiden Trump, bersama Wakil Perdana Menteri China, Lie He, Jumat waktu Washington mengumumkan jika perundingan kedua negara memberikan hasil "kesepakatan fase satu yang sangat substansial", sebagaimana dilansir CNBC International.

Trump menambahkan "fase dua akan dimulai segera" setelah fase pertama ditandatangai.



Porsi pertama dalam kesepakatan dagang kali ini akan dibuat dalam tiga pekan ke depan, termasuk di dalamnya properti intelektual, jasa keuangan, serta rencana pembelian produk pertanian AS oleh China senilai US$ 40 sampai US$ 50 miliar, kata Trump sebagaimana dilansir CNBC International.

Dengan deal kali ini, artinya bea masuk yang rencananya dikenakan ke China pada 15 Oktober nanti resmi ditunda, untuk sementara tidak ada lagi kenaikan bea importasi dari kedua negara.

Kesepakatan kedua negara menjadi kabar bagus bagi para pelaku pasar global. Di kala kedua raksasa ekonomi dunia tersebut sudah "berdamai" perekonomian global diharapkan bisa bangkit kembali, termasuk perekonomian Indonesia.

(BERLANJUT KE HALAMAN 2)


Berdasarkan data Refinitiv, penguatan harga Surat Utang Negara (SUN) tercermin dari empat seri acuan (benchmark) yang sekaligus menurunkan tingkat imbal hasilnya (yield).

Pergerakan harga dan yield obligasi saling bertolak belakang di pasar sekunder, sehingga ketika harga naik maka akan menekan yield turun, begitupun sebaliknya. Yield yang menjadi acuan hasil investasi juga lebih umum dijadikan acuan transaksi obligasi dibanding harga karena mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka.

SUN adalah surat berharga negara (SBN) konvensional rupiah yang perdagangannya paling ramai di pasar domestik, sehingga dapat mencerminkan kondisi pasar obligasi secara umum. Keempat seri yang menjadi acuan pasar adalah FR0077 bertenor 5 tahun, FR0078 bertenor 10 tahun, FR0068 bertenor 15 tahun, dan FR0079 bertenor 20 tahun.

Seri acuan yang paling menguat adalah FR0078 yang bertenor 10 tahun dengan penurunan yield 2,8 basis poin (bps) menjadi 7,254%. Dalam empat hari sebelumnya, yield FR0078 mengalami penurunan 1 bps, 1,7 bps, 1,4 bps, dan 1,1 bps. 



Besaran 100 bps setara dengan 1%. Seri 10 tahun kebetulan juga menjadi seri terpopuler di antara seri acuan lain.

Selain menguatnya harga SUN, kabar bagus juga datang dari peningkatan kepemilikan asing, yang mencerminkan naiknya kepercayaan investor. 

Data Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu (DJPPR) pada 10 Oktober menunjukkan investor asing menggenggam Rp 1.033 triliun SBN, atau 38,46% dari total beredar Rp 2.687 triliun. Nilai kepemilikan tersebut kembali memecahkan rekor tertinggi sepanjang masa dan menyalip rekor nilai kepemilikan asing sebelumnya yaitu pada 9 Oktober.


TIM RISET CNBC INDONESIA 
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular