
Pak Jokowi! Ekonomi RI Memprihatinkan, Jangan Telat Gerak
Anthony Kevin, CNBC Indonesia
12 October 2019 16:12

Potret suram ekonomi Indonesia juga bisa didapati dari angka penjualan barang-barang ritel. Pada hari Rabu (9/10/2019), Bank Indonesia (BI) merilis Survei Penjualan Eceran (SPE) periode Agustus 2019. Sepanjang bulan Agustus, penjualan barang-barang ritel tercatat tumbuh tipis sebesar 1,1% secara tahunan (year-on-year/YoY).
Pertumbuhan tersebut melambat jika dibandingkan dengan pertumbuhan pada bulan Juli yang sebesar 2,4% YoY, serta melambat jika dibandingkan pertumbuhan pada periode yang sama tahun lalu (Agustus 2018) yang sebesar 6,1% YoY.
Untuk periode September 2019, angka sementara menunjukkan bahwa penjualan barang-barang ritel tumbuh sebesar 2,1% secara tahunan, di bawah pertumbuhan pada September 2018 yang sebesar 4,8% YoY.
Sebagai catatan, sudah sedari bulan Mei pertumbuhan penjualan barang-barang ritel tak bisa mengalahkan capaian periode yang sama tahun sebelumnya. Bahkan pada bulan Juni, penjualan barang-barang ritel terkontraksi 1,8% secara tahunan. Pada Juni 2018, diketahui ada pertumbuhan sebesar 2,3% YoY.
Memang, di sisi lain inflasi inti masih bergerak naik. Untuk diketahui, Inflasi inti merupakan indikator yang menggambarkan pergerakan harga barang dan jasa yang cenderung kecil fluktuasinya. Inflasi inti mengeluarkan barang dan jasa yang fluktuasi harganya cenderung tinggi yakni bahan makanan, serta barang dan jasa yang harganya diatur oleh pemerintah.
Ketika inflasi inti terus merangkak naik, kemungkinan besar penyebabnya adalah kenaikan permintaan yang berarti daya beli masyarakat semakin kuat.
Namun tetap saja, secara keseluruhan bisa dikatakan bahwa daya beli masyarakat Indonesia sedang tertekan, tambahan kekuatannya sudah tak sebesar dulu.
Untuk diketahui, konsumsi rumah tangga merupakan komponen terpenting dalam pembentukan ekonomi Indonesia. Pada tahun 2018, konsumsi rumah tangga menyumbang sebesar 55,7% dari total perekonomian Indonesia.
Kalau daya beli masyarakat Indonesia sedang tertekan seperti saat ini, patut dikhawatirkan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia masih akan loyo. (hps/hps)
Pertumbuhan tersebut melambat jika dibandingkan dengan pertumbuhan pada bulan Juli yang sebesar 2,4% YoY, serta melambat jika dibandingkan pertumbuhan pada periode yang sama tahun lalu (Agustus 2018) yang sebesar 6,1% YoY.
Untuk periode September 2019, angka sementara menunjukkan bahwa penjualan barang-barang ritel tumbuh sebesar 2,1% secara tahunan, di bawah pertumbuhan pada September 2018 yang sebesar 4,8% YoY.
Memang, di sisi lain inflasi inti masih bergerak naik. Untuk diketahui, Inflasi inti merupakan indikator yang menggambarkan pergerakan harga barang dan jasa yang cenderung kecil fluktuasinya. Inflasi inti mengeluarkan barang dan jasa yang fluktuasi harganya cenderung tinggi yakni bahan makanan, serta barang dan jasa yang harganya diatur oleh pemerintah.
Ketika inflasi inti terus merangkak naik, kemungkinan besar penyebabnya adalah kenaikan permintaan yang berarti daya beli masyarakat semakin kuat. |
Ketika inflasi inti terus merangkak naik, kemungkinan besar penyebabnya adalah kenaikan permintaan yang berarti daya beli masyarakat semakin kuat.
Namun tetap saja, secara keseluruhan bisa dikatakan bahwa daya beli masyarakat Indonesia sedang tertekan, tambahan kekuatannya sudah tak sebesar dulu.
Untuk diketahui, konsumsi rumah tangga merupakan komponen terpenting dalam pembentukan ekonomi Indonesia. Pada tahun 2018, konsumsi rumah tangga menyumbang sebesar 55,7% dari total perekonomian Indonesia.
Kalau daya beli masyarakat Indonesia sedang tertekan seperti saat ini, patut dikhawatirkan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia masih akan loyo. (hps/hps)
Next Page
Makin Tak Porposional
Pages
Most Popular